Selesai membersihkan badan, mereka –Barta dan Taling- berjalan menuju ruang makan. Mereka lagi-lagi diminta untuk tetap tinggal sampai sarapan selesai.
Barta dan Taling tidur sekamar tadi malam tetepi tidak tidur bersama. Taling tidur diranjang atas paksaan Barta, sedangkan lelaki itu tidur disofa yang ukurannya pas untuk tubuh besar Barta.
Sampai di ruang makan Taling melihat seorang wanita paruh baya duduk dikursi roda. Tatapannya kosong. Apa itu Mama? Anne duduk disamping wanita itu, telaten memberikan suapan dan sesekali mengurus Ainesh yang masih belum bisa makan dengan baik.
Menantu dan istri yang baik, batin Taling.
“Barta, Taling, duduk. Makan dulu, baru pulang.” Ucap Reka.
Untung saja Taling sudah meminta ijin pada bu Candra untuk tidak masuk pada hari ini sehingga dirinya bebas hari ini.
Baru saja duduk, Barta berbisik, “Itu Mama Reka.”
Menatap Barta lalu menoleh menatap Mama yang ternyata sedang menatapnya. Bisa dilihatnya Mama membelalakan mata dan tubuhnya bergetar hebat. Anne yang di sebelahnya panik bukan main.
“Mama! Mama, ada apa?”
Bukan menjawab tetapi Mama menunjuk Taling yang mengerut bingung.
“Kanaya! Kanaya maafkan saya! Maafkan saya! Saya tidak sengaja. Mobil saya oleng, saya tidak sengaja menabrak kamu!” Mama berucap dengan suara yang bergetar.
Taling membeku. Apa lagi, sih?! Jadi Mama yang membuatnya kehilangan sosok yang mengenalkan apa arti sebuah senyuman. Tangan Taling menggenggam erat sampai-sampai tangannya bergetar.
Reka yang mulai mengerti apa yang terjadi, memberikan kode melalu matanya pada Anne untuk membawa Mama dan Ainesh ke kamar. Reka tidak tahu kalau wanita yang ditabrak Mama adalah Mama Taling. Dia memang ada di mobil yang sama dengan Mama saat kecelakaan terjadi tetapi dirinya tidak sempat melihat orang yang tertabrak karena sudah lebih dulu dibawa ambulan.
Orang bilang wajah Taling dan Mamanya sangat mirip hanya mata yang membedakan. Mata Taling menuruni gen Ayahnya. Mungkin itu yang membuat Mama menganggap Taling adalah Kanaya -Mamanya-.
Barta yang tahu keadaan Taling tidak baik-baik saja memeluknya, mencoba menenangkan perempuan itu. Bisa dirasakan olehnya remasan tangan taling dibaju bagian belakangnya, begitu erat.
Memejamkan mata yang dilakukan Reka. Orang itu Mama Taling. Kenapa semuanya selalu membuatnya seakan-akan menyakiti Taling. Kini Taling terlihat seperti perempuan rapuh kembali. Kemarin dirinya merasa lega melihat ketangguhan seorang Taling tetapi dirinya menghancurkannya.
“Maaf.” Lirih Reka.
Semuanya terasa berat. Reka, Taling dan masa lalu seakan tidak bisa terlepas. Semuanya berkaitan membuat Taling kembali jatuh.
“Aku ingin pulang.” Bisik Taling pada Barta yang masih memeluknya erat.
Barta tidak tahu kalau semuanya akan berakhir seperti ini. Ditatapnya Reka yang masih memejamkan mata dan tangan meremas rambutnya kasar.
“Taling belum bisa. Jadi gue bawa pulang dia dulu.”
Reka membuka matanya lalu mengangguk mengiyakan.
@@@
Barta saat ini sedang berada di apartement Taling. Dirinya tidak mungkin meninggalkan perempuan yang dicintainya dengan keadaan terpuruk. Meski tidak tahu harus memberi semangat seperti apa tapi dirinya bisa memberikan pelukan hangatnya pada Taling.
Taling tertidur di dalam pelukan Barta setelah begitu lama. Bertambah nyenyak dengan belaian dari tangan Barta. Biarlah dia istirahat dan melupakan sejenak masalah dunia.
Taling belum sarapan. Mereka belum sempat memakan sesuap nasi di rumah Reka karena kejadian itu sudah lebih dulu terjadi. Tidur dengan perut kosong sepertinya bukan hal baik.
Barta menepuk pelan pipi Taling, mencoba membangunkannya. Dia sudah memesan makanan tadi ketika ingat perut Taling yang kosong dan sekarang makanan sudah sampai.
“Ta, sarapan dulu yuk! Bangun. Hey.”
Taling mengerjapkan matanya kemudian merenggangkan badannya. Bukannya membenarkan duduknya, Taling malah mengeratkan pelukannya pada Barta. Membuat Barta terkekeh geli dengan itu. Jadi pengin cepet halalin, batin Barta.
“Udah pesen tuh. Cepet, nanti dingin.”
Tidak juga melepaskan pelukannya, menggelengkan kepalanya didalam pelukan Barta. Kemudian mendongak menatap Barta yang sedang mencubit gemas pipinya.
“Ta, nikah yuk?”
Tanpa pikir panjang Taling mengangguk dengan mantap. Barta mengerjab, tersenyum dan kembali mengeratkan pelukan mereka.
@@@
Semua mudah kalau kamu mempermudahnya.
@@@
TBC
VOMEN
KAMU SEDANG MEMBACA
METAFORA
RomanceSemua tidaklah sama. Nasibnya berbeda. Pikiran memaksa untuk mengumbar tawa. Hati menekan tangis lara. Bukan pahlawan yang ditunggunya begitu juga pangeran berkuda. Tak ada yang bisa diandalkan karena andil Tuhan terlalu besar dalam kehidupan.