Tahun-Tahun Berlalu

32 1 25
                                    

"Capta, nanti sore Papa kamu pulang! Jangan main dulu! Mainnya besok aja." Teriakkan nyaring dari salah satu rumah di perumahan elit.

Terlihat seorang anak laki-laki yang masih mengenakan seragam putih birunya mengayuh sepedanya meninggalkan rumah. Di depan rumah terdapat seorang wanita dengan perut membuncit berkacak pinggang. Seorang ibu muda. Masih terlihat cantik untuk dikatakan tua.

"Pulangnya nggak sampai sore, kok, Ma!" Sahut anak laki-laki itu masih dengan mengayuh sepeda.

"Oke! Nanti kalau Papa kamu marah, Mama nggak mau bantu kamu!" Masih dengan teriakkan. Tidak peduli tetangganya menggerutu keras ataupun kesal dengan kelakuannya. Putranya yang satu itu memang sangat sulit dikendalikan. Kalau bukan Papanya yang turun tangan bisa dipastikan anak itu tidak akan berhenti.

Anak laki-laki itu sontak mengerem mendadak sepedanya, membuat sepeda yang dikendarainya oleng dan menabrak pohon disamping jalan. Dirinya terjatuh dengan tidak baik, pelipisnya luka dan berdarah.

Wanita berperut buncit langsung berjalan cepat dengan susah padah mengingat dia sedang membawa sesuatu diperutnya yang mengharuskannya berhati-hati. Menghampiri putranya dengan panik, orang disekeliling komplek yang melihatnya membawa anak laki-lakinya dan sepeda yang ban depannya rusak ke rumah wanita tersebut.

"Kamu mau buat Mama jantungan! Mama lagi bawa adik kamu! Nggak bisa dibilangin, ya! Udah besar, kok, kayak masih kecil, sih!" Celotehan sang Mama seolah alunan musik pengantar tidur.

Tidur dipangkuan sang Mama adalah kesukaannya jadi ketika Mamanya sedang mengobati luka dipelipisnya sambil memarahinya, dirinya malah tertidur dipangkuan sang Mama.

"Hhhh. Selalu aja gini." Menghela nafas lalu tangannya bergerak membelai rambut sang anak yang hitam legam.

"Assalamu'alaikum. Papa pulang!" Mendengarkan seruan salam dari arah pintu membuatnya reflek menoleh ke arah belakang karena sofa yang didudukinya mengarah membelakangi pintu utama.

"Wa'alikumsalam." Sahutnya sedikit keras.

@@@

Berjalan menghampiri sang istri yang sedang duduk disofa. Istrinya sedang hamil, dia memakluminya karena tidak datang menyambutnya di depan pintu.

Ketika sudah sampai disamping sofa dahinya mengerut heran. Ada apa lagi dengan putra bandelnya?

"Kenapa lagi si abang? Tadi aku lihat ban sepeda depannya bengkok di garasi." Tanyanya sambil mengulurkan tangannya agar memudahkan sang istri mencium tangannya.

"Nabrak pohon terus jatuh. Nih, pelipisnya luka." Jawab sang istri dengan muka masam.

Terkekeh geli melihat raut kesal sang istri, tangannya ikut membelai kepala anak lelaki mereka lalu bergantian ke perut sang istri.

"Padahal udah mau punya adik tapi kelakuannya tetep aja bandel. Udah SMP juga." Ujarnya dengan tangan mengacak gemas rambut sang anak.

"Barta, pengin sop buah." Celetuk sang istri dengan wajah berbinar.
Terkekeh kembali lalu bangkit dari duduknya, "Oke, aku mandi dulu ya."
Diangguki oleh istrinya.

Taling dan Barta dikaruniai seorang anak laki-laki setelah satu tahun mereka. Captainess Cakra Samudra namanya. Sifatnya sama seperti Barta menurut Taling. Nakal, jahil, tidak bisa diam dan selalu membuat kesal Taling. Capta hanya akan takut jika dihadapkan langsung dengan Papanya. Sekarang sedang mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Pertama.

Mereka juga akan kembali memiliki seorang putra. Taling sedang hamil dengan usia kandungan memasuki bulan kedelapan. Terkadang Barta sedikit takut meninggalkan Taling dalam keadaan hamil saat ini. Capta terlalu susah diatur, hanya dirinya yang mampu mengendalikan putra nakalnya itu.

"Cuma sop buah?" Barta sudah siap dengan pakaian santainya dan kunci mobil ditangan.

"Iya, itu aja. Nanti kalau mau lagi aku ngomong.

"Oke. Mungkin agak lama, aku mau mampir ke bengkel buat benerin sepedanya Capta. Nggak apa, kan?"

"Iya, Bey."

@@@
Belum pernah merasakan hal yang membahagiakan seperti ini. _Barta

TBC
VOMEN

METAFORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang