I ain't playing no games. 'Cause I've got nothing left to lose. I'm so tired of circular motions. They leave me dizzy and confused.ㅡTell Me it's Over, Avril Lavigne.
Shinta memandangi layar ponsel yang tergeletak di samping ia duduk. Sejak beberapa menit yang lalu, Arjuna terus-terusan menelpon. Shinta memang tidak berniat untuk mengangkat. Saat ini, ia tengah menekuk kakinya di atas tempat tidur, menghadap ke arah balkon. Melamun, dengan berbagai pikiran berkecamuk di otaknya.
Perbincangan singkatnya dengan Rama siang tadi, benar-benar menimbulkan keyakinan di hatinya. Rama benar, Ia tidak boleh terus-terusan berada di bawah tekanan Arjuna. Dan hatinya mengiakan. Ia lelah menghadapi Arjuna yang selalu menekan dan membuat hatinya terluka. Ia lelah menghadapi Arjuna yang terus-terusan mengulangi kesalahnnya.
Sebagian hati Shinta begitu yakin untuk mengakhiri semuanya saat ini juga, ah bukan mengakhiri, mungkin menjeda, memberi mereka ruang untuk saling menjauh sementara. Karena Shinta sendiri tidak yakin jika yang ia inginkan adalah melepas Arjuna. Yang Shinta inginkan sebenarnya hanyalah Arjuna yang berubah menjadi Arjunanya dulu.
Shinta tidak bisa memungkiri kalau rasa cinta itu masih berdiri kokoh di sudut hatinya yang lain.
Shinta menghela napas, tangannya mengambil ponselnya. Jari-jarinya bermain di atas layar, menekan-nekan tombol hingga sampai pada chatroomnya dengan Arjuna. Jari Shinta terhenti, ia kembali ragu atas apa yang ia ingin tuliskan disana.
Perempuan itu memejamkan mata, semua kenangannya dengan Arjuna berputar di otak. Dimulai dengan pelukan-pelukan hangat, kata-kata manis dan pujian yang selalu dilontarkan oleh Arjuna, segala perhatian bahkan dari hal yang sangat sederhana seperti; mengingatkannya untuk tidur tepat waktu.
Namun, kenangan-kenangan manis itu perlahan berubah menjadi mimpi buruk. Wajah dingin, kata-kata menusuk, tatapan tajam dan teriakan penuh amarah, merusak semua kenangan manis yang tertulis di awal kisahnya dengan seorang Arjuna Danar Gasendra.
Tanpa sadar, satu tetes air mata lolos begitu saja. Shinta benar-benar merasa bimbang. Di satu sisi, ia ingin lepas dari Arjuna, di sisi lain, ia begitu berat melakukannya.
Shinta menghapus air matanya, ia berusaha meneguhkan hati. Perempuan itu kembali menghela napas, lalu menatap ke arah layar handphone yang sejak tadi masih menampilkan chatroomnya dengan Arjuna.
Jemarinya mulai bergerak, mengetik, lalu menghapusnya lagi. Kegiatan itu terus berulang. Namun ketika keraguan itu kembali muncul, sekelebat perkataan Rama siang tadi menguatkan keyakinannya. Hubungannya dengan Arjuna memang sudah tidak sehat, dan Rama telah berhasil membuka matanya atas kenyataan itu.
Maka, dengan segenap keyakinannya, Shinta kembali mengetikkan kata-kata yang seharusnya sudah sejak dulu ia ucapkan.
"Jun, let's take a break."
Shinta melempar handhponenya ke samping sesaat setelah menuliskan pesan itu. Ada rasa lega karena pada akhirnya ia memiliki keberanian, namun di sisi lain, ia kembali ragu apakah keputusannya ini memang sudah tepat?
Tak lama kemudian, ponselnya berbunyi. Mata perempuan itu melirik layar ponsel yang kembali menyala, balasan dari Arjuna. Dengan ragu, ia kembali mengambil ponsel itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
OCEAN OF PAIN ✓
Fanfiction[completed ✓] ❝ All i want is just drown in your love, not in your ocean of pain. ❞ ©fallforten, 2019