Minggu siang di awal bulan, kegiatan rutin yang Shinta lakukan adalah berbelanja bulanan. Shinta sendirian, padahal biasanya ada Arjuna yang menemaninya.
Ralat, menjadi bodyguardnya. Mengikutinya kemana-mana.
Hari ini, Arjuna sedang ada urusan yang benar-benar tidak bisa ditinggal. Makanya, Shinta sendirian. Kalau boleh jujur, Shinta lebih suka seperti ini. Tanpa Arjuna.
Namun tetap saja, Shinta tidak bisa bebas kemana-mana karena Arjuna pasti akan melacak lokasinya seperti waktu itu.
Arjuna sudah mengganti ponsel milik Shinta yang dipecahkannya empat hari lalu. Dan sama seperti sebelumnya, Arjuna juga kembali memasang fitur pelacak di ponsel itu.
Ngomong-ngomong soal kejadian empat hari yang lalu, Shinta sudah berusaha melupakannya. Seperti yang sudah pernah terjadi sebelum-sebelumnya. Arjuna juga sudah kembali bersikap baik. Bahkan lebih baik dari sebelumnya.
Arjuna sering mengingatkan Shinta agar makan tepat waktu dan tidur yang cukup, seperti yang dilakukannya saat awal pacaran dulu. Arjuna bahkan sering datang ke rumah Shinta saat malam hari, membawakan makanan.
Empat hari ini, Arjuna berubah menjadi lebih manis dan sangat perhatian. Hampir seperti Arjuna di awal mereka pacaran dulu, bedanya Arjuna yang sekarang masih tetap menjadi Arjuna yang posesif dan penuh kecurigaan.
Meskipun demikian, kejadian kemarin masih tetap membuat Shinta lebih menganggap Arjuna sebagai orang yang ia takuti, daripada orang yang ia cintai.
Ironi.
"Maaf, Mba. Maafin anak saya, ya." Seorang Ibu muda menangkupkan kedua telapak tangannya di hadapan Shinta, membentuk gesture meminta maaf.
"Ngga papa, Bu."
Shinta membungkuk, mengambil dompetnya yang terjatuh akibat ditabrak dari belakang oleh seorang anak kecil yang sedang berlarian memasuki supermarket tadi.
Setelah Ibu beserta anak yang sempat menabraknya pergi, Shinta masih berdiri disana. Memasukkan dompetnya ke dalam tas.
Ketika akan melanjutkan langkah memasuki supermarket, ada suara lain yang mengintrupsi, memanggil namanya.
"Shinta."
Shinta kembali berhenti, menoleh ke sumber suara. Ia sedikit terkejut mendapati Rama berdiri di sebelahnya.
Shinta hanya mengulas senyum tipis membalas sapaan Rama, kemudian pergi begitu saja. Meninggalkan Rama untuk segera masuk ke supermarket.
Rama bingung. Shinta yang ia lihat tadi, tidak seperti Shinta yang ia kenal beberapa minggu ini.
Rama mencoba untuk tidak terlalu ambil pusing dan memilih ikut masuk ke supermarket. Meski saat di dalam, ia masih celingukan mencari Shinta.
Rama bahkan mengitari seluruh rak yang ada disana, meskipun tujuan awalnya tadi hanya membeli buah-buahan suruhan Bundanya.
Di sisi yang lain, Shinta benar-benar merasa tidak enak karena sudah bersikap kurang baik pada Rama. Demi apapun, Shinta tidak benar-benar berniat begitu.
Semua karena Arjuna. Meskipun Shinta tahu tidak ada Arjuna yang mengawasinya disini, tetap saja, kejadian empat hari yang lalu cukup membuatnya trauma. Dan karena hal itu lah, Rama ada di daftar orang yang sebisa mungkin harus ia hindari.
Shinta menoleh ke belakang, mencari keberadaan Rama. Setelah memastikan Rama tidak berjalan di sisi rak yang sama dengannya, Shinta melanjutkan langkahnya. Mencari apa saja yang ingin dibeli.
Sepuluh menit sudah Shinta berkeliling. Ia juga sudah mendapatkan setengah dari belanjaan yang harus ia beli.
Saat langkahnya sampai pada rak tissue, Shinta teringat jika persediaan tissue di kamar mandinya sudah habis. Perempuan itu mengambil tiga gulung tissue dari rak. Namun karena terburu-buru, ia tidak sengaja menjatuhkan beberapa tissue disana, hingga membuatnya berserakan ke lantai.
Decakan sebal keluar dari mulut Shinta. Perempuan itu terpaksa berjongkok memunguti tissue-tissue yang berjatuhan.
Saat sedang sibuk memunguti tissue-tissue itu, Shinta mengalihkan pandangannya karena melihat seseorang ikut berjongkok di hadapannya. Membantunya membereskan kekacauan akibat ketidak hati-hatiannya tadi.
Rama Kavindra.
Pandangan mereka bertemu selama beberapa saat. Rama melempar senyum, sementara Shinta malah mengalihkan pandangan ke bawah lagi, fokus memunguti tissue-tissue itu. Seakan tidak menganggap kehadiran Rama disana.
Hening menyelimuti mereka berdua. Sama sekali tidak ada yang bersuara selama mereka memunguti tissue-tissue itu. Shinta bahkan terkesan terburu-buru, sangat jelas menunjukkan bahwa kehadiran Rama membuatnya merasa kurang nyaman.
Meski pada kenyataannya, sikap Shinta yang cenderung menghindari Rama itu hanya karena takut Arjuna mengetahuinya. Dan berakhir salah paham lagi.
"Makasih." Ucap Shinta, setelah kegiatan mereka selesai.
Rama mengangguk. Laki-laki itu tampak ingin mengatakan sesuatu, namun ragu. Dan sebelum sempat benar-benar mengatakannya, Shinta terlanjur pergi begitu saja mendorong trolinya.
Tanpa sepengetahuan Rama, Shinta benar-benar diliputi rasa bersalah atas sikapnya barusan.
"Maaf, Ram. Aku bener-bener ngga bermaksud bikin kamu sakit hati atas sikapku."
Rama memperhatikan punggung Shinta yang semakin lama semakin menjauh dari pandangannya, lalu menghilang di balik rak-rak supermarket.
Rama semakin dibuat tidak mengerti dengan sikap Shinta yang berubah 180° menjadi begitu dingin.
Rama jadi teringat, empat hari dan dua hari yang lalu, ia sempat menelepon dan mengirimi Shinta pesan singkat. Namun panggilan telepon itu tidak diangkat, dan pesannya tidak dibalas hingga hari ini.
Kekhawatiran Rama benar terjadi. Shinta menjauh, meski ia tidak tahu apa penyebab pastinya.
Rama kecewa.
Terbersit di pikirannya untuk ikut menjauh. Karena, memangnya ia siapa? Hanya orang yang secara kebetulan datang di kehidupan Shinta yang sebelumnya memang sudah diisi oleh Arjuna.
Namun di sisi lain, Rama benar-benar tidak rela jika nantinya Shinta akan berakhir dengan Arjuna. Si laki-laki kasar dan pemaksa itu.
Rama tidak rela Shinta terus menerus disakiti oleh Arjuna. Karena demi apapun, Shinta sama sekali tidak pantas diperlakukan seperti itu.
Shinta terlalu sempurna untuk Arjuna hancurkan perlahan-lahan.
ㅡOCEAN OF PAINㅡ
Wooop aku update lagi hehe.
Btw aku cuma butuh disupport dengan bintang dari kalian. Makasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
OCEAN OF PAIN ✓
Fanfiction[completed ✓] ❝ All i want is just drown in your love, not in your ocean of pain. ❞ ©fallforten, 2019