Epilog

3.4K 285 130
                                    



Shinta

|Ram, sebentar lagi pesawatku mau
|boarding. Maaf dan terimakasih.
04:35 pm.

|Maaf karena aku harus pergi. Aku
|mau memulai hidup di tempat baru.
|Aku mau menghapus semua kenangan
|buruk yang tertinggal di tempat ini.
|Terimakasih. Terimakasih atas
|semua kebaikan kamu. Atas semua hal
|yang pernah kamu lakuin buat aku.
|Kamu laki-laki paling baik yang pernah
|aku kenal. Aku ngga akan pernah lupa
|sama semua kebaikan kamu.
04:37 pm.

|Kamu harus tau satu hal, Ram. Kalau bumi
|mengijinkan kita untuk berpijak di sudut
|yang sama, takdir akan membawa kita
|bertemu lagi dengan cara apapun. Entah
|dengan nuansa yang sama, atau berbeda
|nantinya.
04:38 pm.

|Bahagia selalu untuk kamu, Rama Kavindra.
04:39 pm.



Pukul lima lebih tiga puluh. Rama berdiri di tempat parkir mobil Bandara Internasional Soekarno Hatta. Matanya menengadah menghadap ke arah langit yang sebagian besar warna birunya sudah tertutupi oranye.

Ia tahu, kedatangannya kemari sia-sia. Pesawat yang membawa Shinta sudah terbang tiga puluh menit sebelum ia sampai ke tempat ini. Namun bodohnya, Rama tetap datang. Hanya untuk mengucap salam perpisahan di tempat terakhir kali Shinta menginjakkan kakinya di negara ini.

Sudah lima hari sejak ia mengantar Shinta ke makam Arjuna, dan sudah lima hari pula ia tidak pernah bertemu dengan Shinta. Pesan-pesan singkat yang ia kirimkan beberapa hari ini juga tidak terbaca sama sekali. Dan sore ini, ketika akhirnya Shinta membalas pesan darinya, pesan itu malah berupa salam perpisahan. Ucapan selamat tinggal.

Rama pernah merasa hancur, ia pernah patah hati, ia pernah dipaksa untuk kehilangan, namun rasanya tidak pernah semenyakitkan ini. Semua yang sudah ia rencanakan lebur bersama kepergian Shinta yang tiba-tiba.

Rama sudah bertekad untuk kembali mengutarakan perasaan dan keseriusannya pada Shinta ketika kondisi Shinta sudah membaik. Ia bahkan sudah menceritakan keseriusannya itu pada sang bunda. Namun, angannya hanya tinggal bayangan. Shinta sudah pergi, membawa seluruh harapannya yang terlanjur melambung tinggi.

Di tengah lamunannya, suara ponsel menyadarkan Rama. Ia mengambil benda itu dari dalam saku celana. Panggilan telepon dari sang bunda. Rama menggeser tombol hijau, lalu menempatkan ponsel itu di samping telinga.

"Kamu masih di bandara?" Suara Diana yang terdengar begitu khawatir langsung memenuhi telinga Rama.

"Shinta udah pergi, Bun."

"Ram, kalau Shinta memang berjodoh sama kamu, Tuhan pasti punya ribuan jalan untuk menyatukan kalian. Tapi untuk saat ini tolong kamu relakan dia, ya. Kamu pulang sekarang. Bunda udah minta tolong ke Lucas buat jemput kamu. Dia sebentar lagi sampai, kamu tunggu disana. Jangan nyetir sendiri, tunggu Lucas."

Rama malah diam. Hingga suara sang bunda kembali menyadarkannya.

"Rama, jawab bunda." Kekhawatiran lagi-lagi terdengar jelas dari suara Diana.

"Iya, Bun."

"Ya sudah, kamu hati-hati pulangnya."

Setelah pembicaraannya dengan sang bunda usai. Rama kembali memasukkan ponselnya ke saku celana. Matanya menatap kosong lalu lalang orang di depan sana. Bandar udara, tempat dimana berbagai perasaan bermuara. Sedih dan bahagia, air mata dan senyum bahagia. Tempat untuk melepas pelukan, tempat untuk menyambut kedatangan.

Dan hari ini, Rama ada disini, bertemankan rasa sedih dan kecewa. Ia harus melepaskan apa yang bahkan belum sempat ia miliki.

Beberapa menit berlalu, tepukan pada bahu kirinya membuat Rama menoleh. Laki-laki tinggi dengan hoodie berwarna abu-abu sudah berdiri di sampingnya, entah sejak kapan.

"Bos, bunda nyuruh pulang. Bunda khawatir, daritadi nungguin di kedai."

Rama masih bergeming, mengabaikan Lucas selama beberapa saat. Matanya kembali menengadah menatap langit kosong di atas sana yang sebentar lagi akan gelap.

Sampai jumpa, semoga. Semoga bumi sebaik itu untuk mengijinkan kita berpijak di sudut yang sama lagi, seperti apa yang kamu bilang.

Setelahnya, Rama mengangguk sekilas dan berjalan ke arah pintu mobil. Mencoba meringankan langkahnya yang masih terasa berat.

"Kunci?" Lucas nyengir. Lumayan canggung melihat bosnya jadi super pendiam seperti ini.

Rama merogoh saku celana, mengambil kunci dan diberikan pada Lucas. "Lo kesini pake apa tadi?"

"Ojol, Bos."

Pembicaraan mereka terhenti sampai disitu. Keduanya sama-sama masuk ke mobil milik Rama. Sesuai perintah Diana, Lucas yang mengambil alih kemudi.

Sepanjang perjalanan, mobil itu benar-benar hening. Lucas yang cerewet itu tidak berani membuka suara sama sekali. Ia mengerti kondisi bosnya saat ini.

Sementara Rama hanya melamun menatap kaca mobil. Mengamati sibuknya suasana jalanan sore itu. Mencoba menghapus bayangan wajah Shinta yang mulai menggerus kewarasannya.

Hari ini, Rama belajar tentang merelakan. Melepaskan yang pernah ia perjuangkan.

Hari ini, Rama mencoba berdamai dengan dirinya. Setidaknya ia pernah menjadi orang yang menghapus air mata di pipi Shinta. Membantunya keluar dari rasa sakit, meyakinkannya untuk hidup lebih baik tanpa terkekang.

Bagi Rama, itu sudah cukup.

ㅡOcean of Painㅡ



Why you wearing that to walk out of my life?
Even though it's over you should stay tonight.
If tomorrow you won't be mine.
Won't you give it to me one last time?

Baby, let me love you goodbye.

Love You Goodbye, One Direction.




FIN.





kolom hujatan disini:)

mungkin banyak dari kalian yang kecewa sama endingnya, mungkin ada juga yang ga trima. maaf ya, tapi kalian harus tau kalau ada cerita yang memang ga bisa untuk diakhiri dengan bahagia.

konsepnya ga kaya dongeng disney yang selalu berakhir bahagia. ayo belajar realistis.

aku lebih baik kasih ending sedih daripada kasih ending bahagia tapi maksa.

tbh aku udah ngubah ending cerita ini lebih dari 5 kali. pertama kali tercetus buat bikin cerita ini, ending yang terlintas di otakku jauh lebih sedih dari ini. tapi aku ga tega hehe.

aku ngelakuin banyak research selama nulis, karena aku sendiri gapernah ngalamin toxic relationship, dan semoga ga akan pernah. aku sampe berulang2 nontonin curhatan salah satu artis soal dia pernah kena abuse sama pacarnya haha. nyari nyari film tentang toxic relationship juga, dan banyak nyari bacaan.

ohiya, yang pernah baca endgame, mungkin kalian ngerasa agak mirip ya jalan ceritanya? sengaja, aku pengen ngegambarain dua trauma dengan cerita yang beda.

di endgame, ada lana yang terobsesi buat bahagia tanpa peduli sama kebahagiaan orang lain karena dia merasa dunia ga adil buat dia.

disini, ada arjuna yang terobsesi sama shinta, jadi orang yang posesif karena trauma pernah dikhianati. dan jadinya malah sedrama ini.

mau tau dong kesan kalian selama baca cerita ini dari awal sampai akhir. gimana perasaan kalian?

yang jawab nanti aku kasih hadiah wkwk.


makasih banyak buat semua yang udah baca, vote dan kasih komentar. aku seneng banget tiap ada yang komentar karena merasa diapresiasi hehe.

sampai jumpa di permainan hati selanjutnya👋 jangan bosen baca ceritaku😁


ㅡnana.




OCEAN OF PAIN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang