05 | Rainy night

3K 441 63
                                    


You come and you leave.
Shame on me for believing
every word out of your mouth.

ㅡTell me it's over, Avril Lavigne




Hening menyelimuti taxi yang membawa Shinta pulang. Iya, Shinta memutuskan untuk meninggalkan pesta tanpa memberitahu Arjuna. Ia tidak peduli jika Arjuna akan marah. Ia lelah, hatinya lelah menghadapi sikap Arjuna yang selalu seenaknya.

Sepanjang perjalanan itu pula, air mata Shinta tidak henti-hentinya turun. Ini kali pertama Shinta menangis hingga seperti ini karena Arjunaㅡsetelah ia berhasil membiasakan diri dengan sikap laki-laki itu setahun belakangan. Air mata itu seakan menggambarkan semua luapan emosinya atas sikap Arjuna selama ini.

Shinta menangis tanpa suara, matanya menatap keluar jendela. Melamun, memikirkan apa yang harus ia lakukan setelah ini.

Tiba-tiba ia teringat Lea, adik sepupunya itu menginap di rumahnya malam ini. Jadi, pulang dalam keadaan seperti ini adalah opsi terakhir yang akan Shinta pilih. Lea pasti akan sangat khawatir jika melihat betapa kacaunya ia malam ini. Apalagi jika Lea tahu ini ulah Arjuna, perempuan itu pasti tidak akan segan untuk mendatangi Arjuna dan memaki-makinya.

Shinta menghela napas, berpikir akan kemana dulu. Ia harus menenangkan diri terlebih dahulu dan pulang dalam keadaan yang sedikit lebih baik. Setidaknya, tidak dalam keadaan menangis dan make up yang kacau seperti ini.

Tiba-tiba, matanya menangkap sebuah kedai kopi yang terletak di pinggir jalan. Ia terpikir untuk berhenti sejenak di tempat itu.

Shinta berdehem, lalu memanggil sang sopir taxi. "Pak, berhenti di kedai kopi depan situ ya." Ujarnya, dengan suara yang masih sedikit serak akibat menangis tadi.

Sang sopir taxi mengangguk. "Baik, mba."

Setelah taxi yang ia tumpangi berhenti tepat di depan kedai kopi, Shinta membayar ongkos taxinya, lalu turun. Sejenak, ia berhenti di depan kedai itu, menghapus jejak air mata yang masih sedikit kentara di kedua sisi pipinya.

Setelahnya, Shinta berjalan ke arah pintu utama kedai. Suasana di dalam tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa anak muda yang sedang nongkrong. Perempuan itu menghampiri meja pemesanan, seorang barista laki-laki menyambutnya dengan senyum ramah.

"Selamat datang, mau pesan apa, Kak?"

"Americano." jawab Shinta, singkat.

"Ada yang lain?" Tanya barista itu lagi.

"Itu dulu."

"Baik, ditunggu."

Shinta mengangguk. Ia menatap sekeliling, lalu kembali menoleh ke arah barista itu. "Toilet sebelah mana, ya?" Tanyanya kemudian.

"Silahkan masuk ke kiri, terus lurus aja. Di ujung lorong itu toliet."

"Makasih." Setelah mendapat anggukan dari barista itu, Shinta bergegas menuju ke toilet. Ia ingin memperbaiki penampilannya yang sedikit kacau.

Sesampainya di dalam toilet, Shinta menatap pantulan dirinya di cermin besar yang tertempel di dinding. Ia menghela napas melihat matanya yang sembab dan sedikit bengkak. Pantas saja, barista tadi sempat memberinya tatapan sedikit aneh. Untungnya, Shinta tidak memakai terlalu banyak eyeliner dan mascara yang bisa saja malah luntur kemana-mana dan membuat sekeliling matanya menghitam.

OCEAN OF PAIN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang