11 | Another Scars.

2.5K 365 57
                                    


Am I still not good enough?
Am I still not worth that much?

Good enough; Little mix.





Karena sejak kemarin kesibukan Arjuna membuatnya susah bertemu dengan Shinta, maka di hari minggu ini Arjuna akan mengklaim Shinta sebagai miliknya sepenuhnya. Pagi-pagi sekali, Arjuna sudah menelepon Shinta agar perempuan itu mau datang ke apartemennya.

Arjuna punya alasan kenapa lebih suka mengajak Shinta ke apartemennya dibanding ke rumahnya sendiri, ia pasti tidak akan kuat dengan topik Mamanya yang tentu saja menjurus pada pernikahan. Makanya, sejak kemarin, Arjuna sengaja pulang ke apartemen.

Berbicara soal menikah, Arjuna juga ingin mengikat Shinta dengan saling mengikrarkan janji di altar. Namun bukan sekarang, bukan juga dalam waktu dekat. Arjuna butuh waktu. Entah kapan.

Pikiran Arjuna yang sempat melayang jauh, kembali teralihkan ketika ia mendengar suara langkah kaki. Tidak lama kemudian, Shinta muncul dengan casual dress berwarna abu-abu dan flat shoes berwarna senada dengan sedikit corak hitam. Shinta sudah beberapa kali datang kemari, dan Arjuna juga memberitahu pasword pintu apartemen ini, makanya Shinta bisa masuk kapan saja.

"Kamu kok minum kopi, Jun? Kamu kan punya mag, kamu pasti belum sarapan, kan?" Shinta langsung menghampiri Arjuna dan menjauhkan secangkir kopi hitam pekat itu dari hadapan Arjuna.

Arjuna tersenyum tipis. "Aku mau diperhatiin sama kamu. Dan berhasil." Arjuna menepuk tempat kosong di sampingnya dengan santai, mengisyaratkan agar Shinta duduk.

Shinta sedikit mendengus, perempuan itu berakhir duduk di samping Arjuna. "Tapi caranya ngga begini, Arjuna."

"Kamu bawa apa?" Arjuna mengalihkan pembicaraan sambil mencuri ciuman singkat di pipi kiri Shinta.

"Egg sandwitch, sama susu kotak. Aku tau sampai sini kamu pasti nyuruh aku buatin sarapan, makanya aku bawain sekalian."

Arjuna tertawa kecil. Laki-laki itu menerima egg sandwitch yang diberikan oleh Shinta, lalu memakannya. "Enak." Ucapnya, di tengah-tengah mengunyah.

Shinta memperhatikan Arjuna, tanpa sadar, bibirnya tertarik ke atas membentuk senyuman. Diam-diam, Shinta berharap Arjuna tetap seperti ini. Arjuna yang terlihat begitu manis.

"Kenapa? Kamu mau?"

Shinta lekas menggeleng ketika Arjuna tiba-tiba bertanya seperti itu. "Engga, tadi aku udah makan. Aku seneng aja liatin kamu makan makanan buatan aku."

"Makanan yang kamu bikin ngga pernah mengecewakan."

Shinta kembali mengulas senyum mendengar pujian Arjuna. Terkadang, mereka terlihat seperti pasangan normal yang saling melempar pujian dan kalimat-kalimat manis. Terkadang bahkan mereka menjadi patokan pasangan sempurna berkat rupa masing-masing ketika orang lain hanya sekilas melihat.

Tidak ada yang tahu jika hubungan mereka jauh dari kata sempurna. Tidak ada yang tahu jika terkadang, Shinta harus menyingkirkan egonya jauh-jauh agar mereka tetap menjadi mereka. Mereka yang di mata orang-orang sempurna.

"Hari ini kita mau ngapain, atau kemana?"

"Tidur." Jawab Arjuna, sembari menepuk-nepuk tangannya agar bersih dari remahan roti yang sudah habis tidak bersisa.

"Aku serius, Jun."

"Aku ngga pernah bercanda. Kamu tau itu."

Ah iya, Shinta lupa kalau kekasihnya ini tidak pernah bisa bercanda.

"Aku cuma tidur dua jam semalam. kemarin malam bahkan cuma satu jam."

Shinta memperhatikan wajah Arjuna. Wajah tegasnya memang terlihat sedikit sayu. Kantung matanya pun terlihat begitu kentara. Shinta baru menyadarinya sekarang.

"Aku cape banget. Kamu temenin aku sampai nanti sore?"

Shinta mengangguk, dengan senyum yang seakan tidak pernah lelah ia suguhkan pagi ini. "Iya."

Arjuna meminum susu kotak yang dibawa Shinta tadi. Susu rasa cokelat. Setelah selesai, ia menarik tangan Shinta untuk dibawa ke kamar. Sebenarnya, ini juga bukan kali pertama Shinta memasuki kamar Arjuna, bahkan tidur bersama laki-laki itu, hanya tidur dan tidak melakukan apa-apa. Namun terkadang, Shinta masih merasa gugup.

Apalagi saat Arjuna yang sudah berbaring di atas kasur king sizenya merentangkan tangan, menyuruh Shinta untuk segera ikut bergabung bersamanya, dan berakhir memeluk tubuh Shinta.

Pukul delapan pagi di hari minggu, sebagian orang mungkin akan menghabiskannya untuk pergi liburan atau jalan-jalan, namun untuk Arjuna, tempat yang paling ia ingikan ada disini. Di kamar nyamannya, bersama Shinta di dalam dekapannya.

Wajah mereka berdua mungkin hanya berjarak satu senti saja. Bahkan mereka bisa merasakan hembusan napas masing-masing. Jari telunjuk Arjuna menyentuh bibir ranum Shinta, seakan sudah memahami isi pikiran Arjuna, Shinta menutup matanya perlahan, dan tak tak lama kemudian, bibir Arjuna menempel pada bibir Shinta. Hanya menempel, sebelum akhirnya Arjuna menjauhkannya lagi.

Tangan Arjuna beralih meraih tangan Shinta, menempatkan telapak tangan perempuan itu di pipinya, memberi isyarat agar mengusap-usap pipinya sementara ia mulai memejamkan mata. Bersiap meninggalkan Shinta untuk pergi ke dunia mimpi.

Berbeda dengan Arjuna, Shinta tetap pada posisinya, ia tetap terjaga sembari masih mengusap pelan pipi Arjuna. Mata Shinta fokus memperhatikan wajah Arjuna yang kini sudah terlelap. Terbukti dengan deru napasnya yang mulai teratur.

Mereka bilang, Shinta beruntung mendapatkan Arjuna. Secara rupa, Shinta mengakuinya. Seisi semesta juga akan mengiakan kalau Arjuna Danar Gasendra itu tampan.

Namun, bukankan cinta bukan hanya soal rupa? Cinta juga mengenal rasa, dan dari sekian banyak rasa yang ada, bahagia adalah yang paling jarang menghampirinya. Bukannya Shinta tidak bahagia bisa memiliki Arjuna. Namun yang seringkali Arjuna berikan malah luka.

Setelah merasa Arjuna sudah nyenyak dalam tidurnya, Shinta menghentikan usapan pada pipi kekasihnya itu. Ia kembali diam memeperhatikan Arjuna, seakan Arjuna adalah objek yang paling menarik dari semua hal yang ada di ruangan itu. Memang, sih.

Beberapa saat kemudian, perhatian Shinta mulai teralih ketika mendengar bunyi ponsel dari atas nakas. Shinta bergerak perlahan menyingkirkan tangan berurat Arjuna dari atas perutnya. Setelah berhasil membuat ruang gerak yang lebih luas, Shinta mengambil ponsel berawarna hitam itu, mengeceknya.

Dan Shinta menyesal.

Disana, di pop up notifikasi ponsel milik Arjuna, ada pesan bertuliskan, "Aku juga kangen banget sama kamu. Kapan mau ketemu?"

Dan pesan itu dikirim oleh Adara. Perempuan yang mengaku sebagai teman SMA Arjuna, sekaligus perempuan yang mengajak Arjuna berdansa tempo hari di pesta. Juga perempuan yang membuat Arjuna tega meninggalkan Shinta sendirian di tengah orang-orang asing di pesta.

Shinta lekas mengembalikan ponsel itu ke tempat semula. Perasaan sakit yang baru sembuh itu muncul lagi. Apalagi ketika ia menatap wajah Arjuna sekali lagi. Ia berusaha untuk tidak berperasangka buruk, namun isi pesan yang dikirim Dara tadi tetap membuat Shinta cemburu.

Apalagi mengingat Arjuna pernah sangat dekat dengan Dara sewaktu dulu.

Mungkin, bahagia memang hal langka bagi Shinta. Terbukti, ia kini kembali terluka. Padahal baru beberapa menit yang lalu ia berharap agar suasana menyenangkan seperti ini dapat terus bertahan sampai nanti. Atau bahkan selamanya. Sayangnya, permainan semesta masih menginginkannya.

ㅡOCEAN OF PAINㅡ









Halooo, sudah siap emosi lagi? HAHAHA

OCEAN OF PAIN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang