32 | Here, for You

2K 293 57
                                    


Setelah turun dari mobil, Rama berjalan cepat dari tempat parkir menuju lobi rumah sakit. Yang Rama lihat pertama kali adalah kerumunan orang dengan kamera dan ponsel di tangan mereka, sepertinya para wartawan yang sudah siap mencari berita aktual hari ini.

Saat melewati mereka, samar-samar, Rama mendengar nama Arjuna disebut beberapa kali, bersama dengan nama Shinta. Kalau tebakan Rama benar, para wartawan itu sepertinya memang sedang ingin mengulik berita tentang kejadian sore tadi untuk dijadikan headline media cetak maupun media daring. Kemudian mereka akan membuat judul seperti,

"Arjuna Danar Gasendra, pengusaha muda yang melakukan percobaan pembunuhan pada mantan kekasihnya, lalu bunuh diri."

Arjuna bukan orang sembarangan. Ia merupakan seorang pengusaha muda sukses yang namanya kerap menjadi perbincangan orang-orang kelas atas lainnya. Maka, tak heran jika kerumunan itu rela berdiri disana, menunggu orang yang bisa mereka korek informasinya tentang kejadian sore tadi, yang entah mereka dengar darimana awalnya.

Rama mencoba menghiraukan mereka dan kembali melanjutkan langkah dengan setengah berlari. Yang ada di otak Rama saat ini hanya Shinta dan Shinta. Ketika tadi Lea tiba-tiba menelepon dan memberitahu perihal apa yang terjadi dengan Shinta sore tadi, Rama langsung meninggalkan semua urusannya. Bahkan tanpa sempat memberitahu para pegawainya di kedai.

Kegiatan orang-orang di koridor rumah sakit malam itu seolah terhenti sejenak ketika Rama berlarian dengan wajah panik. Atensi mereka tertarik secara otomatis pada laki-laki berwajah tampan itu.

Saat sampai di depan ruang operasi seperti yang Lea ucapkan saat menelepon tadi, ada Lea yang sedang mencoba menenangkan mamanya. Ayudya terlihat menangis di pelukan Lea.

Rama berjalan ke arah mereka dengan ekspresi khawatir. Ketika matanya bertubrukan dengan mata Lea, sorot kesedihan dari perempuan itu dapat ia lihat dengan sangat jelas. Ia semakin tidak siap mengetahui kondisi Shinta saat ini.

"Shinta gimana, Le?"

"Masih ditangani dokter, Kak. Tadi dokter yang nanganin kak Shinta sempet bilang kalau kak Shinta kehilangan banyak darah, untungnya stok darah yang cocok masih ada, jadi bisa cepet ditangani." Jawab Lea, dengan suara lemah.

Rama menghembuskan napas kasar. Kakinya terasa lemas tiba-tiba. Ia menyesal membiarkan Shinta pergi sendirian menemui Arjuna tanpa berpikir sampai sejauh ini. Tangan laki-laki itu mengepal kuat begitu nama Arjuna terlintas di kepalanya.

"Juna mana?" Suara Rama yang selalu terdengar tenang itu, kini berubah dingin dan terdengar penuh emosi.

"Kak Juna... dia ngga selamat, Kak."

Buku-buku jari Rama yang tadinya memutih karena terlalu kuat mengepal, kini perlahan berubah ke semula ketika ia juga perlahan melepaskan kepalan tangannya. Perasaannya semakin tidak karuan. Ia hanya bisa mematung mendengar penuturan Lea.

Arjuna bodoh. Itu yang ada di otak Rama saat ini. Seberapa besar rasa cinta laki-laki itu untuk Shinta hingga ia nekat melakukan hal sebodoh itu? Kenapa laki-laki itu seakan tidak pernah menggunakan otaknya jika sudah menyangkut soal Shinta dan rasa cintanya?

"Aku juga ngga nyangka kak Juna bisa senekat itu." Tambah Lea.

Rama tidak tahu harus meletupkan amarahnya pada siapa, atau kemana. Kemarahan yang tadinya sudah hampir keluar, kini harus tertahan lagi. Siapa yang akan ia salahkan nanti ketika Shinta berakhir dengan kondisi yang tidak ingin ia bayangkan?

Rama menghela napas, mencoba mengontrol dirinya. Matanya kembali tertuju pada Ayudya yang masih menangis. Ia jadi teringat soal orang tua Shinta yang tinggal jauh di belahan benua yang berbeda.

OCEAN OF PAIN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang