0.8 𝐈𝐧𝐜𝐨𝐦𝐩𝐫𝐢𝐬

1.2K 119 13
                                    

Sekarang sudah memasuki jam makan siang. Sebagian dari karyawan Sehun mulai memasuki cafe yang ada di samping kantor Sehun. Tak terkecuali Sehun dan Luhan. Mereka berdua pun makan siang bersama di cafe.

"Mau pesan apa pak?"

"Saya pesan coffee latte satu sama cream soup satu"

"Oke, ada tambahan?"

Sehun menoleh ke arah Luhan yang tengah mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Kamu mau pesan apa?"

Refleks kepala Luhan langsung menoleh ke samping. Ia melirik Sehun dan wanita yang ada di country cafe bergantian. Lalu Luhan menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Sehun.

"Serius? Kamu harus makan dulu"

Kepala Luhan tetap menggeleng. Sehun menghela napas. Heran dengan sikap Luhan.

"Jadi bagaimana pak? Ada yang mau ditambah?"

"Tambah cookies and cream nya saja satu" Ucap Sehun sembari mengeluarkan dompet di saku celananya.

"Baik. Silahkan di tunggu pak"

Sehun membayar pesananya terlebih dulu sebelum duduk. Tapi Luhan sudah terlebih dulu berjalan ke arah meja dekat country. Tanpa ambil pusing, Sehun langsung mengikuti Luhan dan duduk di kursi depan Luhan.

Disana, Luhan kembali menaruh tas selempangnya di atas meja. Ia sedikit menggesernya ke ujung meja. Dan disaat itulah rasa canggung diantara mereka mulai terasa. Luhan yang terus diam membuat Sehun khawatir. Ia hanya takut membuat kesalahan yang tidak disadarinya sampai membuat Luhan seperti ini.

"Luhan, kamu masih marah padaku?" Tanya Sehun tiba-tiba yang membuat Luhan langsung melihat ke arahnya.

"Kenapa aku harus marah? Kamu tidak salah apapun"

"Kalau begitu, jangan mendiamkanku seperti ini"

Bibir Luhan tersenyum tipis seraya mengangguk. Dan Sehun menanggapinya dengan mendesah pelan. Ia jadi bingung dengan sikap Luhan yang seperti ini. Padahal di dalam ruangannya tadi sepertinya baik-baik saja.

Tanpa Sehun sadari, sebenarnya yang membuat Luhan diam adalah pandangan dari pengunjung cafe yang hampir semuanya karyawan Sehun. Luhan sedikit risih dan takut. Mungkin karyawan itu memperhatikannya karena Luhan menggendong bayi. Terlebih berjalan dengan bersama dengan Sehun. Karena tidak semua karyawan Sehun tahu kalau dulu Luhan pernah menjadi istrinya. Jadi tak heran mengapa mereka menatap Luhan seperti itu.

"Permisi, ini pesanannya pak" Ucap seorang pelayan yang sudah berdiri di samping meja Sehun. Ia menaruh semua pesanan Sehun di atas meja.

"Terima kasih"

Pelayan itu hanya mengangguk sembari melenggang pergi dari meja Sehun.

"Ayo dimakan dulu"

Tanpa menjawab ucapan Sehun, Luhan perlahan membuka tas selempangnya. Ia mengeluarkan sebuah kotak makan yang seharusnya sarapan untuk Sehun. Tapi karena tadi Sehun sudah makan, jadi Luhan akan memakannya sekarang.

Sehun yang melihat Luhan seketika terdiam sejenak. Mantan istrinya itu dengan sangat tenang membuka kotak makan itu di atas meja. Lalu memakannya dengan tanpa memperdulikan Sehun yang menatapnya.

"Kamu bawa bekal? Kenapa tidak bilang?"

Bibir Luhan hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Sehun.

"Luhan maaf, aku bukan mau melarang kamu. Tapi di cafe dilarang membawa makanan dari luar" Sehun berucap dengan lembut agar tidak menyinggung Luhan. Tapi Luhan sepertinya mengabaikannya. Wanita itu terus memakan bekalnya dengan lahap.

"Sayang hei"

Tangan Sehun mencoba menjeda kegiatan Luhan. Namun nihil, Luhan langsung menepisnya.

"Luhan, coba dengarkan aku du-"

Tak

Luhan menghentakan sendok makannya. Mata rusanya terlihat berkaca-kaca ketika menatap Sehun. Tentu itu mengundang beberapa pasang mata disana untuk melihat ke arah mereka berdua.

"Kenapa? Memangnya aku tidak boleh menghabiskan sarapanmu yang tidak kamu makan?" Tanya Luhan sedikit terisak.

Sehun sedikit bingung dengan ucapan Luhan. Tapi ia mencoba menanggapinya dengan tenang.

"Bukan begitu sayang. Aku hanya ti-"

Belum selesai berbicara, Luhan langsung berdiri dan berjalan pergi keluar cafe sembari menggendong Haowen. Ia juga meninggalkan tas dan juga kotak bekalnya disana bersama Sehun.

"Kamu kenapa sih" Gumam Sehun.

Pria jangkung itu perlahan berdiri. Ia berniat membereskan kotak bekal makan Luhan yang ada di atas meja.

"Mba, bisa bungkuskan makanan saya?"

"Bisa pak"

Wanita yang ada di country cafe meraih papper bag, lalu menghampiri Sehun untuk membangkuskan makanannya.

-

Sehun langsung keluar cafe dengan tas selempang di tangannya. Ia berniat mencari Luhan yang tadi pergi dari cafe. Bukan apa-apa, Luhan sedang membawa Haowen. Sehun hanya takut terjadi apa-apa terhadap keduanya.

Kakinya langsung berjalan ke pintu masuk kantor. Dan Sehun berhenti di depan meja resepsionis.

"Ada yang bisa saya bantu pak?"

"Kamu lihat istri saya tidak?"

Kening wanita itu berkerut bingung.

"Maaf pak, Istri?"

"Iya, dia membawa bayi"

"Maaf pak, saya tidak melihatnya"

"Astaga" Umpat Sehun dengan wajah putus asanya.

Sehun langsung mengambil ponselnya di dalam saku. Ia menghubungi Luhan dengan cepat.

"Angkat sayang"

Panggilan dari Sehun tak kunjung Luhan angkat. Sampai Sehun menghubungi Luhan beberapa kali pun, tetap tidak di angkat.

"Pak Oh?"

Mendengar itu, kepala Sehun langsung menoleh. Disana ada Sejeong yang berjalan mendekatinya.

"Pak Oh kenapa? Anda seperti ke-"

"Kamu lihat Luhan?"

"Luhan? Oh maksud anda, wanita yang bersama anda tadi?"

"Iya, kamu tahu dimana dia?"

Sejeong terdiam sejenak. Ia memang melihat Luhan tadi sekilas di tangga basement. Tapi Sejeong bingung, apa ia harus jujur saja kalau ia memang melihatnya tadi atau berbohong tidak lihat. Namun ketika melihat wajah khawatir Sehun, akhirnya Sejeong mau jujur kalau ia melihatnya.

"Iya pak, saya tadi melihatnya. Bu Luhan ada di tangga basement"

"Terima kasih"

Tanpa basa basi, Sehun langsung berlari keluar. Ia berlari ke arah pintu masuk basement untuk menyusul Luhan.

N̶o̶t̶ 𝐁𝐚𝐝 𝐇𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝 [𝐠𝐬] 𝐏𝐭. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang