0.23 𝐂𝐨𝐧𝐟𝐞𝐬𝐬𝐢𝐨𝐧

1.1K 110 13
                                    

Waktunya jam makan siang. Seluruhi karyawan yang ada di kantor mulai memenuhi kantin dan juga cafe yang ada di samping kantor. Terkecuali Sehun. Pria itu terlihat berbaring di atas sofa. Menaruh sebelah lengannya di keningnnya, guna menahan rasa sakit di kepalanya. Matanya yang terpejam itu sesekali terbuka untuk melihat jam yang ada di tangannya.

Tok tok tok

"Masuk"

Pintu terbuka. Muncul Yohan dan Minyoung dari luar. Wanita berpakaian formal itu menaruh semangkuk bubur untuk Sehun di atas meja. Seperti yang terlihat sekarang. Kondisi Sehun sedang tidak baik. Suhu tubuhnya pun terasa hangat.

"Bu, saya izin keluar kantor sebentar. Tadi pagi, Pak Oh menyuruh saya untuk mengambilkan dompetnya di apartemen" Minyoung mengangguk. Karena sudah mendapat izin, Yohan pun langsung keluar ruangan.

Sekarang hanya tinggal berdua. Minyoung mulai mendudukan tubuhnya di kursi samping sofa. Ia meraih mangkuk berisi bubur hangat itu, lalu mendekatkannya pada Sehun yang tengah berbaring.

"Pak, dimakan dulu buburnya"

Sehun menghela napas berat. Ia perlahan bangun dan membenarkan posisinya.

"Kamu bisa suapi saya? Tangan saya sangat lemas"

"Bisa pak"

"Terima kasih"

Minyoung meraih mangkuk berisi bubur di depan Sehun. Tangannya menyendok bubur itu dan menyuapkannya pada Sehun. Tapi karena mulut Sehun tidak terlalu terbuka, jadi sisa buburnya mengotori sudut bibir Sehun.

"Ah maaf pak"

Ibu jari Minyoung spontan mengusap sudut bibir Sehun yang terkena bubur. Karena kaget, pandangan Sehun pun langsung tertuju pada Minyoung. Berbeda dengan Minyoung, wajahnya terlihat biasa saja ketika dipandang atasannya itu.

Tok tok tok

"Masuk"

Ketika pintu terbuka, Minyoung menjauhkan tubuhnya dari Sehun. Kedua mata mereka pun beralih pada Sejeong yang mulai masuk ke dalam ruangan.

"Permisi pak, saya mau memberikan dokumen ini pada bapak. Dokumen ini sudah saya urutkan dari awal"

"Hm"

Sejeong menaruh dokumen itu di atas meja kerja Sehun. Tubuhnya kembali berbalik. Sorot matanya pun tak sengaja melirik Minyoung yang tengah menyuapi Sehun makan. Jujur, Sejeong tidak suka. Maka dari itu, ia berpikir bagaimana caranya menggantikan posisi Minyoung yang ada disana.

"Hmm, bu Minyoung. Tadi anda di cari bu Sena untuk ke ruangannya" Kegiatan Minyoung pun berhenti sejenak. Kepalanya menoleh sekilas ke arah Sejeong.

"Oh ya? Kamu yakin? Padahal sebelum kesini, saya sudah bertemu dengan bu Sena"

Deg

Tubuh Sejeong menegang seketika. Tidak hanya Minyoung saja yang menatapnya heran, kini Sehun pun ikut menatapnya penuh tanya.

"Ya-yakin bu"

Otomatis kening Minyoung berkerut bingung. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali. Mencoba mengingat perbincangannya bersama Sena.

"Apa kamu melupakan sesuatu?" Tanya Sehun dengan tatapan sayunya.

"Tidak kok, pak. Saya yakin su-"

"Mu-mungkin saja bu Sena melupakan sesuatu. Jadi beliau memanggil anda kembali" Potong Sejeong yang membuat Minyoung perlahan mulai berdiri dari kursi.

"Bisa jadi. Yasudah, kalau begitu saya permisi ya pak. Maaf saya tidak bisa menyuapi bapak"

"Tak apa"

Minyoung membungkukan sekilas tubuhnya sebelum benar-benar keluar dari ruangan.

Usai pintu tertutup, Sejeong berjalan ke arah kursi samping sofa. Ia mendudukan tubuhnya disana. Raut wajah Sehun terlihat berubah. Seakan kurang suka dengan keberadaan Sejeong disini.

Melihat Sehun yang terdiam. Tangan Sejeong meraih mangkuk berisi bubur itu dan menyendokannya. Berniat untuk menyuapi Sehun.

"Pak, mau saya suapi?"

Awalnya Sehun ingin menolak, tapi kalau makan sendiri pun, Sehun belum kuat. Tangannya masih terasa lemas. Jadi Sehun terpaksa mengangguk sebagai jawabannya.

Sejeong pun tersenyum, ia mulai menyuapi buburnya pada Sehun. Dan pria itu hanya memakannya dengan tenang.

"Pak Oh sakit?" Sebelah tangan Sejeong terulur untuk menyentuh kening Sehun. Tapi Sehun langsung menjauhkan tubuhnya sedikit.

"Tidak, saya hanya kecapekan"

"Harusnya bapak istirahat saja di rumah"

Kepala Sehun hanya mengangguk tak berminat menjawab usulan Sejeong. Kalau melihat sikap Sejeong yang seperti ini, Sehun jadi ingat ucapan Yohan.

Sehun melirik Sejeong sekilas.

"Ada yang ingin saya tanyakan padamu"

"Silahkan pak"

"Maaf, bukannya saya tidak suka. Tapi ada karyawan saya yang bilang kalau kamu selalu memperhatikan saya. Apa itu benar?" Sehun sengaja menyamarkan nama Yohan agar Sejeong tidak menyalahkan Yohan.

"I-iya saya memang memperhatikan bapak, karena bapak adalah atasan sa-"

"Tidak, tidak. Bukan itu yang saya ingin dengar. Saya ingin mendengar yang sebenarnya. Kalau saya ingin mendengar jawaban kamu yang sekarang, saya bisa mendengarnya dari karyawan lain. Karena mereka pasti menjawab alasan yang sama"

Bibir Sejeong tak bergeming. Ternyata selama ia bekerja disini, ada juga yang memperhatikannya. Bahkan sialnya, orang itu sampai mengadu pada Sehun.

"Kenapa kamu diam? Jadi benar, kamu selalu memperhatikan saya?"

"Ti-tidak pak"

"Jawab yang jujur. Saya tidak akan marah" Mendengar itu, Sejeong menatap Sehun dengan tajam.

"Bapak yakin?"

Sehun mengangguk acuh. Hingga akhirnya Sejeong pun menghela napas dan berani untuk berkata jujur pada Sehun.

"Saya memang selalu memperhatikan bapak. Tapi saya punya alasan mengapa saya memperhatikan bapak"

"Apa?"

"Saya menyukai bapak"

Pandangan mereka bertemu ketika Sehun menoleh dan menatap Sejeong. Mata Sejeong terlihat berkaca-kaca. Tapi sayangnya, Sehun tidak peduli.

"Sejeong, saya sudah puny-"

"Iya saya tahu. Bapak sudah punya bu Luhan. Tapi.. Apa bapak tidak bisa menghargai perasaan saya?" Bibir Sejeong mulai terisak. Ia tidak bisa menahan tangisnya mendengar ucapan Sehun.

"Seharusnya saya yang berkata seperti itu. Kamu harus menghargai perasaan saya pada bu Luhan. Bukan bersikap seperti ini"

Sejeong tak menjawab. Tangannya sibuk mengusap air matanya yang bercucuran.

"Maaf Sejeong, lebih baik kamu lupakan perasaanmu pada saya. Sebelum perasaan itu semakin besar"

N̶o̶t̶ 𝐁𝐚𝐝 𝐇𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝 [𝐠𝐬] 𝐏𝐭. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang