0.31 𝐄𝐬𝐬𝐚𝐲𝐞𝐳 𝐝'𝐚𝐜𝐜𝐞𝐩𝐭𝐞𝐫

1.1K 115 7
                                    

Mobil Sehun berhenti tepat di dekat tangga masuk lobby. Sehun sengaja menurunkan Luhan disana, agar istrinya itu bisa langsung masuk tanpa harus menunggunya dulu.

"Kamu langsung ke lantai 5. Aku sudah menyuruh Yohan untuk membimbingmu terlebih dulu sebelum bekerja" Jelas Sehun sembari membukakan seatbelt Luhan.

"Iya Sehun"

Sebelum turun, Luhan mengecup sekilas pipi Sehun. Lalu ia turun dari mobil. Berjalan masuk ke arah lobby.

Wanita yang berdiri di tempat resepsionis pun terlihat memandang Luhan. Pandangannya memang biasa saja. Tapi Luhan merasa risih. Jadi ia jalan terburu-buru ke arah lift.

Ketika pintu lift sudah terbuka, Luhan langsung masuk ke dalam. Ia menekan angka 5, hingga pintu lift pun tertutup kembali.

Hatinya terasa berdebar-debar. Padahal Sehun sudah mengatakan padanya untuk terlihat biasa saja. Tapi ya Luhan tetaplah Luhan. Mau bersikap seperti apapun, Luhan akan terus memikirkan ucapan atau pandangan orang lain terhadapnya.

Ting

Pintu lift terbuka di lantai 5. Kakinya melangkah perlahan ke arah jejeran meja kerja karyawan. Luhan menelan ludahnya kasar. Ternyata karyawan sudah banyak yang datang.

"Selamat pagi. Anda karyawan baru?" Ucap seseorang di arah sebelah kiri Luhan.

"O-oh iya"

Karyawan wanita itu memperhatikan Luhan dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan detail.

"Oke. Kalau begitu, kamu bisa mengisi meja kerja yang disana" Tunjuk wanita bername tag Joy itu pada sebuah meja kerja yang ada di tengah-tengah meja kerja karyawan yang lain.

"Baik"

Luhan berjalan ke arah meja kerjanya. Mendudukan tubuhnya di kursi kerja miliknya. Ekor matanya sesekali melirik meja karyawan lain untuk mencari Yohan. Tapi orang yang di cari tidak ada.

Yohan kemana sih. Rutuknya dalam hati.

Baru saja Luhan menaruh tas kecilnya di atas meja. Joy, karyawan yang ditemuinya tadi mulai menghampirinya lagi. Kini wanita itu membawa beberapa kertas ke arah meja kerja Luhan. Ia menaruhnya disana.

"Kamu kan karyawan baru disini. Tolong fotocopy kertas ini seratus lembar. Dan setelah di fotocopy, tolong kamu bagikan ke semua karyawan disini"

Usai berkata seperti itu, Joy kembali ke arah meja kerjanya. Wanita itu terlihat terkekeh bersama temannya yang ada di sebelah.

Luhan menghela napas. Ia meraih kertas di atas mejanya. Ia berjalan ke ujung ruangan. Disana ada mesin fotocopy yang sepertinya memang disediakan khusus untuk karyawan disana.

"Eh jangan kesana. Mesinnya rusak" Teriak Joy.

"Rusak? Terus, aku harus memfotocopynya kemana?"

Pundak Joy bergidik acuh.

Sialan

Tanpa pikir panjang. Kaki Luhan berjalan menjauh dari meja kerjanya. Ia berniat memfotocopynya diluar.

Luhan berdiri mematung di depan lift. Pintu lift pun terbuka. Muncul Yohan di dalam lift yang mulai berjalan keluar.

"Loh bu Luhan? Ibu mau kemana? Saya baru saja mau membe-"

"Dimana mesin fotocopynya?"

Awalnya Yohan bingung. Namun Luhan langsung mengacungkan kertas di tangannya di depan wajah Yohan. Dan Yohan pun mengerti.

"Mesin fotocopynya kan ada di ruang kerja. Mengapa ibu mau keluar?" Luhan mendesis pelan.

"Mesin fotocopynya rusak. Jadi saya mau memfotocopynya diluar"

"Rusak? Saya tidak ingat kalau itu rusak"

Tanpa menanggapi ucapan Yohan, Luhan langsung masuk ke dalam lift yang kembali terbuka. Namun Yohan langsung menahannya. Otomatis Luhan kembali keluar.

"Ada apa?"

"Biar saya saja bu yang memfotocopy. Ibu tunggu saja disana"

Yohan mulai mengambil alih kertas di tangan Luhan.

"E-eh jangan dong. Saya kan disini juga mau kerja"

"Tidak apa-apa. Pak Oh sudah mewanti-wanti saya untuk tidak membuat ibu kecapean"

Mata Luhan menatap Yohan tak percaya. Kalau memang benar Sehun berkata seperti itu, terus untuk apa ia bekerja disini. Pikir Luhan.

"Yasudah, terserah. Saya mau ke meja lagi"

"Silahkan bu"

Luhan kembali berjalan ke arah meja kerjanya. Beberapa karyawan yang melihat kedatangan Luhan pun terlihat memandang heran.

"Loh? Sudah memfotocopynya?" Celetuk Joy di arah meja kerjanya.

"Yohan yang akan memfotocopynya"

Bibir Joy berdecih.

"Aku kan menyuruhmu bukan menyuruh Yohan"

"Saya minta maaf. Tapi Yoh-"

"Sudah, sudah. Kalian jangan bertengkar" Potong Yuta menatap keduanya bergantian.

Suasana mulai hening. Luhan maupun Joy, keduanya mulai diam.

"Hei kamu, karyawan baru. Karena kamu belum diberi tugas oleh Yohan. Kamu bisa bukan membuatkanku teh hangat?" Tatap Yuta dengan tatapan tak sukanya pada Luhan.

Karena sudah terlanjur kesal. Kaki Luhan berjalan dengan hentakan keras ke arah meja kerja Yuta.

"Hei. Aku bukan OG di kantor. Kalau kamu mau, ambil saja sendiri"

Tubuh Yuta yang tadinya duduk pun mulai berdiri di depan Luhan.

"Kau ini karyawan baru. Jangan mencoba melawan" Yuta mendorong pelan pundak Luhan.

"Kamu tidak tahu siapa saya? Kalau kamu tahu, kamu akan menyesal"

Tidak mau meluapkan emosinya, Luhan memilih kembali ke arah meja kerjanya. Ia duduk di kursi dengan nafas menggebu-gebu tak kuasa menahan emosinya.

-

Tak terasa waktu sudah memasuki jam makan siang. Karyawan pun mulai berhambur keluar untuk mengisi perut mereka. Terkecuali Yuta dan Luhan. Pria itu terus menatap Luhan yang tengah mengerjakan tugasnya. Yohan yang menyadari itu pun menepuk pundak Yuta.

"Kau tidak makan siang?" Yuta menggeleng.

"Aku tidak akan makan siang kalau bukan dia yang membelikanku makan" Sindir Yuta pada Luhan

"Maksudmu siapa? Luhan? Kau kan bisa beli sendiri"

"Aku tidak peduli"

Yuta beranjak dari kursinya berniat untuk menghampiri Luhan. Tapi dengan sigap, Yohan langsung menahan lengan Yuta.

"Apa yang kau lakukan? Kau jangan pernah berani-beraninya memerintah bu Luhan tanpa izinku"

"Bu Luhan?"

"Iya Bu Luhan. Beliau adalah istrinya pak Oh. Jadi kau jangan berani-berani menyuruhnya"

N̶o̶t̶ 𝐁𝐚𝐝 𝐇𝐮𝐬𝐛𝐚𝐧𝐝 [𝐠𝐬] 𝐏𝐭. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang