LWMT ~9

116 34 3
                                    

BAB 9

Setelah memergoki Zidan dan Syeina, Kiran tidak bisa lagi menahan cemburunya. Sepanjang perjalanan pulang, gadis itu tetap diam meski Zidan terus mengajaknya bicara. Untungnya, Zidan kali ini menjemput Kiran dengan mobil Akok, karena Akok ingin bertukar kendaraan.

"Yang, dengerin aku dulu. Aku bisa jelasin semuanya," bujuk Zidan dengan tangan terus pada kemudi mobil.

Kiran masih bungkam dengan terus menatap ke jendela samping. Ia benar-benar cemburu melihat Zidan bersama gadis lain, apalagi gadis itu adalah mantan temannya.

"Yang, Syeina cuman nyapa aku doang. Kita nggak ada hubungan apa pun," jelas Zidan yang kini berusaha mernggenggam tangan kanan Kiran yang tergeletak di atas paha.

"Kamu mau belain dia, ha?!" sentak Kiran seraya menepis tangan Zidan.

"Nggak gitu, Sayang. Kamu percaya sama aku, ya? Aku sama Syeina nggak ada hubungan apa pun, kita cuman temen dan kebetulan ketemu di kampus kamu."

Kiran mengubah posisi duduknya agar bisa menatap Zidan dengan puas. Tatapannya begitu tajam dan menyeramkan, membuat Zidan tidak bisa berkutik.

"Kamu tau, nggak? Syeina itu mantan sahabat aku waktu di SMA! Dia orang yang udah bikin aku nggak percaya sama orang lain. Dia yang udah bikin aku jatuh untuk kesekian kalinya, dan dia yang udah bikin aku nggak mau temenan sama orang!"

Zidan tercengang. Ia tidak mengira jika Kiran dan Syeina adalah teman satu SMA. Bisa berabe urusannya, pikirnya.

"Aku minta maaf, Yang," ucap Zidan pelan.

Kiran mengembuskan napasnya kasar. "Nggak ada cewek yang baik-baik aja liat pasangannya sama cewek lain, sekalipun itu teman! Kamu nggak mikirin perasaan aku, ha?!" tegasnya.

Zidan menghentikan mobilnya di tempat yang cukup sepi. Ia kemudian menatap Kiran penuh penyesalan. Dari binar matanya saja sudah bisa Kiran simpulkan jika Zidan menyesal dan mengaku salah. Lelaki itu kemudian menggenggam tangan Kiran.

"Sayang, aku bener-bener minta maaf. Aku nggak akan gitu lagi. Aku mohon jangan marah terus," mohon Zidan.

"Jangan diulangi lagi," kata Kiran. "Aku nggak suka!"

Zidan tersenyum dan kemudian mengangguk setuju. "Aku janji," katanya.

Kiran tidak bereaksi sama sekali, tetapi dengan perlahan ia melepas genggaman tangan Zidan.

"Kok, dilepas, sih? Masih marah?" tanya Zidan lembut.

"Nggak marah, kesel doang," jawab Kiran seraya memutar bola matanya jengah.

Zidan yang melihat itu berusaha menahan tawanya. Baginya, reaksi Kiran yang sedang kesal sangat menggemaskan, apalagi saat gadisnya itu menatapnya jengah. Namun, sayangnya Kiran menyadarinya.

"Nggak usah ketawa!" sinis Kiran.

"Abisnya kamu lucu kalau lagi kesel gitu, jadi pengen nabok, deh," kata Zidan seraya tertawa.

Kiran menatap Zidan tidak percaya, seraya berkata, "Tabok aja, Mas. Ikhlas akutu, tapi nanti siap-siap dapet balesannya!"

"Ya udah, mana sini mukanya."

Kiran mendekatkan wajahnya pada Zidan, menunjuk pipi kirinya dan berkata, "Nih, Mas, tabok aja yang kenceng, nanti jangan ketawain aku kalau aku berubah jadi badut."

Zidan terkekeh mendengarnya. Ia pun mensejajarkan wajah tampannya dengan Kiran, menatap wajah cantik gadis itu. "Siap, ya."

Dengan sekejap Zidan mengecup pipi Kiran, membuat Kiran terkejut. Jantung Kiran terasa berhenti saat itu juga, napasnya tercekat mendapat kecupan singkat dari Zidan. Pipinya terasa panas, dan bisa dipastikan sudah memerah.

Dari Kiran Untuk Revan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang