LWMT ~15

110 27 4
                                    

BAB 15

Mr. Albert menatap cucunya itu tanpa ekspresi, membuat Kiran menundukkan kepala tidak berani menatap sang kakek. Suasana di ruangan Kiran benar-benar sunyi dan mencekam, semua bungkam menunggu Mr. Albert kembali bicara.

"Opa sama Papa kamu sudah tahu apa yang kamu perintahkan pada Radit," kata Mr. Albert kemudian. "Kenapa kamu tidak bertanya langsung pada Opa?"

Kiran mendongak, menatap sang kakek yang menatapnya tajam. Namun, tatapan itu tidak membuatnya takut dan tetap memberanikan diri untuk menatap Mr. Albert.

"Ki pengen Opa sama Papa dan semua, ngasih tau Kiran tanpa harus ditanya. Ki pengen kalian jujur dan berhenti bohongin Kiran," jawabnya. "Radit cuman ngejalanin tugas dari Ki, jadi Opa sama Papa nggak harus pecat dia."

Mr. Albert mengembuskan napasnya kasar lantas berkata, "Opa akan ceritakan semuanya setelah kamu pulang dari rumah sakit."

"Kalau gitu bawa Kiran pulang sekarang. Lagian Kiran baik-baik aja, lukanya juga nggak parah," pinta Kiran penuh antusias.

Citra menahan pergerakan Kiran yang hendak membuka selang infus dari tangannya. "Nggak. Kamu nggak boleh pulang sekarang. Dokter juga belum ngizinin kamu pulang!" tegas Citra.

"Kiran baik-baik, Mam!"

"Nggak! Kamu masih belum sembuh. Nurut atau Mama bilang ke Opa buat nggak kasih tau kamu?!"

Kiran memutar bola matanya jengah lantas berkata, "Oke. Ki nurut. Tapi jangan bohongin Kiran lagi."

Semuanya mengangguk, kecuali Zahra dan Galuh yang tidak mengerti apa-apa. Mereka memang mendengarkan, tetapi tidak paham dengan apa yang dibicarakan.

"Kamu harus lupain laki-laki itu biar kamu sembuh dan nggak banyak pikiran. Apalagi berniat bunuh diri lagi! Ngerti?!" omel Citra.

"Iya, ngerti."

Citra tersenyum manis dan kemudian mengecup kening putrinya. "Mama sayang sama kamu."

"Iya."

***

"Ngapain lo ke sini, bangsat?!"

Radit langsung menyerang Zidan yang baru berdiri beberapa langkah dari ruangan Kiran. Ia benar-benar muak pada lelaki brengsek itu. Karena Zidan, Kiran terluka dan masuk rumah sakit.

Pukulan Radit mengenai wajah tampan Zidan, sampai membuat sudut bibir lelaki itu mengeluarkan darah segar. Radit tidak cukup puas hanya satu kali memukul, ia kembali mendaratkan pukulannya di sisi lain.

Zidan yang berada di bawah Radit tidak berkutik sama sekali. Ia sudah siap jika harus mati sekarang dan mati di tangan Radit yang jelas-jelas membencinya. Ia pasrah, benar-benar pasrah. Bahkan, Radit acuh pada orang-orang yang sudah memerhatikannya.

"Gara-gara lo Kiran terluka dan masuk rumah sakit! Dia mencoba bunuh diri karena lo, anjing!" murka Radit yang kembali melayangkan pukulannya.

Zidan baru tahu sikap asli Radit yang biasanya berbicara sopan, tetapi kali ini benar-benar seperti orang hutan. Zidan tersenyum saat Radit berhenti memukul dan menatapnya tajam. Lelaki di atasnya itu sudah ngos-ngosan karena terus menghabiskan tenaga untuk membuatnya babak belur.

"Azid!" teriak seorang laki-laki yang langsung menghampiri Zidan dan Radit.

"Bang, udah!" pinta Akok yang langsung menarik Radit dari atas Zidan.

Akok membantu Zidan yang sudah babak belur itu untuk berdiri. Ia tahu kejadian ini akan terjadi, tetapi Zidan nekat meninggalkannya di parkiran dan naik duluan.

Dari Kiran Untuk Revan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang