LWMT ~25 (END)

185 22 5
                                    

BAB 25 (END)

Siang ini, semua keluarga Kiran dan Revan sudah berkumpul di rumah Malvin Lesham. Semua menantikan kepulangan Kiran yang sudah enam bulan berada di Jerman. Revan sudah sangat merindukan kekasihnya itu, dan hari ini ia sengaja membawa hadiah spesial.

Dua jam yang lalu, Malvin mendapat pesan dari sang papa jika mereka sudah mendarat, tetapi ada kendala yang membuat mereka terlambat sampai ke rumah. Sampai akhirnya, penantian mereka tiba.

Senyum semua orang merekah saat mobil sedan hitam masuk ke pekarangan rumah Malvin. Mereka yang sudah menunggu di halaman dan teras, sudah tidak sabar dengan kemunculan Kiran. Namun, seketika senyum itu memudar saat sebuah ambulan datang.

"Dit, kok ada mobil ambulan?" tanya Karin yang berada di samping Radit.

Radit yang melihat itu seketika menegang, napasnya tercekat bersamaan dengan cairan bening yang mulai berkumpul di pelupuk mata. 'Nggak mungkin! Ini pasti salah!' batin Radit.

Lelaki itu mengerjap beberapa kali untuk menahan air matanya, kemudian menghampiri Malvin dan Revan yang masih mematung di tempatnya. Ia lantas berkata, "Itu beneran mobilnya Mr. Albert, Pa."

Malvin menoleh ke samping kirinya, di mana Radit berada. "Iya, Dit. Itu mobilnya Opa. Kita ke sana," ajaknya pada Radit dan Revan.

Albert dan Sonya turun dari mobil pribadi mereka, disusul dokter Charles dan Reza. Mereka menghampiri ke empat insan itu.

"Pa, ada apa ini? Kenapa ada ambulan masuk ke sini?" tanya Malvin saat sudah berhadapan dengan Albert.

"Opa, Kiran mana?" tanya Revan kemudian.

Albert tersenyum miris, tetapi hatinya menjerit ingin menangis. "Kiran sudah tenang di sana," katanya kemudian.

Dalam sepersekian detik jantung Revan berhenti bersamaan dengan napasnya yang tercekat. Ia terbelalak mendengar perkataan Albert. "M-maksud Opa apa?" tanyanya.

Radit yang berada di samping Revan tidak bisa menahan air matanya lagi saat sebuah peti mati dikeluarkan dari dalam ambulan. Bahkan, semua orang masih tidak mengerti dengan situasi ini. Bukankah harusnya menjadi hari bahagia? Tetapi kenapa malah menjadi hari yang membingungkan?

"Kita masuk dulu. Papa jelaskan semuanya di dalam," ajak Albert yang kemudian mendahului semua orang.

Semua keluarganya mengikuti dari belakang, tepat setelah peti mati dibawa lebih dulu. albert tahu semua orang bertanya-tanya tentang situasi saat ini, tetapi ia tidak ingin membicarakannya di luar.

"Kiran sudah meninggal dunia tepat kemarin malam," kata Albert setelah peti mati itu ditaruh di ruang utama.

Semua terkejut mendengarnya. Begitupun dengan Revan dan kedua sahabatnya, juga Karin. Sedangkan, Radit justru menangis dalam diam.

Tubuh Revan lemas, seolah kakinya tidak bisa lagi menopang berat tubuhnya. Napasnya menderu saat mimpi malam itu berputar di kepalanya. Apa mimpi waktu itu jadi kenyataan? Apa Kiran benar-benar meninggalkannya? Kenapa semesta tidak berpihak padanya? Batinnya.

Revan dengan cepat berlari menghampiri peti mati itu. Ia harus memastikannya dengan mata kepala sendiri. Saat Revan sudah di depan peti itu, kedua petugas rumah sakit langsung membukanya.

Mata Revan terbelalak bersamaan dengan napasnya yang tercekat. Kakinya benar-benar lemas membuat tubuhnya melorot. Jasad yang ia lihat benar-benar Kiran, gadis yang selama ini dinantikan. Revan berusaha bangun dan memastikannya lagi.

Tangisnya seketika pecah membuat semua orang menghampirinya. Dadanya benar-benar sakit, seolah oksigen di dunia ini tidak cukup untuknya. Ia menunduk untuk menyembunyikan air matanya.

Dari Kiran Untuk Revan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang