LWMT ~17

99 24 1
                                    

BAB 17

Malam ini sungguh malam yang sangat mengesankan bagi Kiran. Bisa bertemu dengan saudara kembar yang sudah lama berpisah, mengetahui kisah masa lalu sang papa, dan bisa berkumpul dengan keluarga besar.

Kiran begitu bahagia karena sekarang ia tidak lagi sendirian. Kedua orang tuanya lebih perhatian, ditambah kehadiran Karin yang akan menemani harinya. Seperti malam ini, setelah selesai berkumpul, Kiran dan Karin memilih mengobrol di kamar Kiran.

Keduanya duduk saling berhadapan di atas ranjang. Senyum keduanya terus terpancar, melihat kemiripan mereka yang begitu identik.

"Kamu mau tinggal di sini, kan?"

Senyum Karin memudar. Ia tidak langsung menjawab pertanyaan Kiran, melainkan menghela napasnya panjang.

"Kenapa?" tanya Kiran melihat reaksi Karin.

"Aku nggak tau, Ki. Aku nggak mau ninggalin kakek sama nenek. Lagian, aku harus lanjutin kuliah."

"Tapi, kan, kita baru ketemu, masa mau pisah lagi? Kamu masih bisa lanjutin kuliah di sini. Nanti minta papa urus semuanya."

Karin terdiam sejenak, sampai kemudian berkata, "Aku pikir-pikir dulu."

Kiran mengangguk mengerti. Tidak lama kemudian, terdengar suara ketukan pintu dari luar. Kiran yang ingin memastikan siapa, lantas berteriak, "Siapa?"

"Ini saya, Nona."

Kiran tersenyum semringah, lantas beranjak dari tempatnya, hendak membuka pintu. Gadis itu sudah menunggu kehadiran Radit sejak tadi.

"Lama banget, sih. Ayok, masuk," ajak Kiran saat sudah membuka pintu.

Kiran mengajak Radit masuk dan bertemu dengan saudara kembarnya itu. Ia yakin, Radit akan menunjukkan perasaannya pada Karin.

"Selamat malam, Nona," sapa Radit pada Karin sopan.

Karin mengernyit lantas berkata, "Malam."

Kiran terkekeh pelan seraya memukul lengan Radit. "Nggak usah formal gitu, lagian cuman ada kita," kata Kiran.

Radit yang sejak tadi berdiri tegak dan bersikap formal, kini menarik napasnya panjang, merentangkan kedua tangannya yang pegal, dan tanpa pikir panjang ia langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Karin yang duduk di sana sempat dibuat terkejut. Namun, ia tersenyum saat melihat Radit memejamkan mata dan Kiran yang duduk di sampingnya.

"Dia Radit. Orangnya opa, tapi kalau lagi berdua udah kayak adik kakak, jadi kamu juga nggak usah sungkan sama dia, oke?" kata Kiran.

Karin mengangguk. "Oke. Kayaknya Radit deket banget sama kamu," katanya.

"Iya, dari waktu SMP aku sama dia terus. Dia yang jaga aku dari dulu, makanya udah kayak punya abang."

"Tapi gue masih inget sama kelakuan lo waktu pertama gue kerja," kata Radit yang langsung duduk.

Kiran terkekeh pelan lantas berkata, "Yaelah, masih dendam aja lo."

"Bukan dendam, tapi masih terbayang aja di kepala."

"Iya-iya, sorry. Ke depannya, lo juga harus jaga Karin, oke?"

Radit menatap Karin yang duduk di samping Kiran. Tatapan mereka bertemu, cukup lama sampai Kiran menahan tawa melihatnya.

"Ehemmm."

Radit dan Karin memutus tatapan mereka, dan terlihat salah tingkah saat Kiran berdehem.

"Jangan bilang, cinta pandangan pertama. Hebat banget kalian berdua." Kiran tertawa pelan, senang menggoda Radit dan Karin.

Dari Kiran Untuk Revan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang