LWMT ~21

103 21 1
                                    

BAB 21

Pagi ini, Kiran baru mengaktifkan ponselnya. Saat ia membuka aplikasi chat, ada banyak pesan masuk yang dikirim Revan, Zahra, dan bahkan Galuh. Mereka menanyakan kepulangannya dari Malang, apakah ada sesuatu yang terjadi? Apa keadaannya baik-baik saja? Apa sampai dengan selamat? Semua pertanyaan itu terus mereka lontarkan.

Akan tetapi, ada satu pesan yang membuatnya langsung tertarik untuk dibaca. Ia harus mengabaikan pesan dari Revan dan membaca pesan dari Reza pagi ini.

Rezaaa : 'Hasilnya baru keluar lusa, tapi kamu harus mengambil obat untuk meningkatkan imun kamu, biar nggak terlalu lemas. Kamu bisa datang ke ruangan saya nanti sore.'

Kiran mengembuskan napasnya kasar setelah membaca pesan itu. Kenapa lama sekali? Padahal sudah penasaran. Pikirnya.

KiraniaML : 'Oke. Nanti sore Kiran ke sana'

Setelah membalas pesan Reza, Kiran kembali merebahkan tubuhnya dan menarik selimut menutupi tubuh sampai atas dada. Saat matanya hendak terpejam, tiba-tiba seseorang mengetuk pintunya dengan keras.

Kiran berteriak pelan seraya menarik selimut sampai menutupi semua badannya sampai ke kepala. Aktivitas tidurnya terganggu oleh ketukan tidak bersahabat itu.

"KIRAN, BANGUN! KAMU MAU TELAT?!"

Kiran mengenal suara itu, suara yang mirip sekali dengannya. "BERISIK, KARIN! INI MASIH PAGI!"

Kesal karena saudara kembaranya itu tidak juga membuka pintu, akhirnya Karin masuk tanpa seizin sang empunya. Ia berkacak pinggang saat melihat Kiran yang masih berbalut selimut. "Bapakmu pagi! Ini udah mau jam 8, Kirania."

"Bapakku, Malvin bukan Pagi! Bapakku bapakmu juga, Karinaaa!" koreksi Kiran.

Karin mendengus sebal lantas menarik selimut saudara pemalasnya itu. "Bangun! Kamu mau telat? Revan udah nunggu di bawah."

Kiran sontak bangun seraya melepas selimutnya. Ia terkejut mendengar kalau Revan sudah ada di bawah. "Kamu serius? Kenapa nggak bangunin aku dari tadi, sih? Kamu tega biarin Revan nunggu aku? Jahat banget kamu, Rin," celoteh gadis itu seraya mengikat rambutnya.

Karin yang mendengar itu hanya melongo dan sedetik kemudian menggelengkan kepala. "Ngoceh aja terus, kapan mandinya?!" tegas Karin.

Kiran dengan cepat memakai sandalnya dan langsung berlari menuju kamar mandi. Saat sudah di dalam, gadis itu kembali berteriak, "Suruh Radit temenin Revan dulu. Bilangin aku lagi siap-siap!"

"IYA!" sahut Karin yang kemudian keluar dari kamar Kiran.

Karin memanggil Radit yang tengah memanaskan mobil di garasi, tentu dengan lembut layaknya seorang pacar pada kekasihnya.

Radit yang tidak menyadari kemunculan Karin, pun dibuat terkejut saat sebuah tangan menutup kedua matanya. Namun, ia bisa mengenali tangan itu, siapa lagi jika bukan gadis yang selama ini dikaguminya.

"Rin, nanti ada yang liat," kata Radit lembut.

Karin terkekeh pelan seraya melepas tangannya. Ia mundur satu langkah saat Radit menghadapnya. Senyum yang Radit berikan selalu membuatnya terpesona.

"Ada apa, hm?" tanya Radit lembut.

Karin selalu terlihat malu-malu jika sedang berdua dengannya. Berbeda dengan Kiran yang selalu kasar padanya. Namun, ia tetap menyayangi Kiran sebagai seorang adik.

"Kiran nyuruh kamu buat nemenin Revan dulu, soalnya dia lagi siap-siap," jawab Karin lembut.

Radit mengangguk mengerti. "Iya, nanti aku ke sana. Aku mau matiin dulu mobil," katanya. "Kamu masuk dulu, takutnya ada yang liat."

Dari Kiran Untuk Revan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang