LWMT ~10

132 33 4
                                    

BAB 10

Syeina sejak sore tadi sudah menunggu Zidan di tempat tongkrongan lelaki itu. Di sana ia tidak sendiri, ada Putra, Bimo dan Akok. Mereka sejak sore terus menemani Syeina sampai Zidan datang.

Mereka semua sudah tahu apa yang akan terjadi antara Zidan dan Syeina, kecuali Akok. Sejak kepulangannya dari kampung halaman, Akok sama sekali tidak mengetahui bagaimana hubungan Zidan dengan Syeina.

"Bim, Syeina ngapain ke sini?" bisik Akok pada Bimo.

"Kayaknya Syeina udah tau soal Zidan sama Kiran," jawab lelaki berkulit gelap itu.

Akok mengernyit seraya bertanya, "Maksud lo?"

"Emang Azid belum cerita sama lo?"

"Soal?"

Saat Bimo hendak menjawab, suara deru mobil menghentikannya. Mereka teralihkan oleh kedatangan Zidan yang kini sedang berjalan menghampiri Syeina. Tanpa ragu, Zidan langsung memeluk gadisnya itu dan tidak memikirkan sekitarnya.

"Syei, aku bisa jelasin semuanya sama kamu. Kamu dengerin aku, ya?" mohon Zidan seraya mengurai pelukannya.

Napas lelaki itu masih terengah-engah. Dengan penuh perhatian, Syeina mengambilkan minum untuk kekasihnya. Meski Zidan mencampakkannya, tetapi ia tetap memberi perhatian pada Zidan.

"Aku nggak butuh penjelasan panjang lebar dari kamu. Cukup jawab apa yang sebenernya terjadi?!" tegas Syeina.

Zidan menghela napasnya pelan seraya mengusap wajahnya gusar.

"Kamu punya hubungan apa sama Kiran? Kamu tau nggak, sih, kalau Kiran dulu temen aku?!" bentak Syeina. "Kamu pacaran sama dia?!"

Sebelum melanjutkan pembicaraan mereka, Zidan memilih membawa Syeina masuk dan membicarakannya di dalam. Saat melewati Akok, Zidan hanya tersenyum tipis seolah mengerti dengan raut bingung sahabatnya itu.

'Sebenernya apa yang gue lewatin selama pulang kampung?' batin Akok.

***

Kiran, Zahra, Revan dan Galuh sudah menghabiskan malam bersama, dan kini mereka memutuskan untuk pulang. Terlihat raut senang dari kedua gadis itu. Tentu saja, bagaimana tidak? Kiran sudah memutuskan untuk percaya pada Zahra dan berteman dengan gadis itu.

Bahkan, dengan Galuh pun Kiran sudah akrab. Dengan Revan? Tentu saja tidak. Mereka seperti tikus dan kucing yang tidak bisa berdamai. Hal sepele akan menjadi besar dan mereka akan beradu mulut, sama-sama tidak ingin mengalah.

"Ki, pulang sama siapa?" tanya Zahra saat sampai di depan kafe.

"Dijemput, Ra," jawab Kiran lembut.

"Mau bareng kita, nggak? Atau mau dianter Revan?" goda Galuh.

"OGAH!" jawab Kiran dan Revan bersamaan.

Galuh dan Zahra terkekeh pelan melihat kekompakan mereka. Galuh sengaja mengatakan itu. Ia ingin menggoda sahabat gilanya itu.

"Gue nggak mau dianter cowok gila kayak dia! Bisa-bisa gue ketularan gila," celetuk Kiran membuat Revan kesal.

"Lagian nggak nular dari gue juga, lo udah sinting!" balas Revan.

"Gue nggak sinting, gila!"

"Sinting!"

"Gila!"

"Sinting!"

"Udah-udah. Kenapa malah berantem lagi, sih? Dari tadi kalian adu mulut mulu, nggak cape apa?" tanya Zahra geram.

Dari Kiran Untuk Revan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang