Part 43 ~ Sebuah Restu

599 71 28
                                    

Ponselnya terus berdering, menampilkan satu nama yang paling ingin dihindarinya sekarang. Rocky sadar, selagi ia berada di sekitar Myunghee, sekeras apapun ia menghindar pada akhirnya ia akan berurusan dengan orang ini. Mungkin ini saatnya ia memberanikan diri.

Rocky mengembuskan napas berat, baru kemudian menggeser ikon hijau untuk menerima panggilan itu.

"Halo!"

***

Ransel hitamnya ia hempaskan ke segala arah, tak peduli dengan kondisi barang-barang di dalamnya. Myungjun mendudukkan tubuhnya di kursi belajarnya sedikit lesu. Ruangan yang gelap walau hari masih siang—karena jendela di kamar itu tak dibuka—tak mengusiknya sedikit pun. Justru lampu belajar yang cahayanya tak seberapa itulah yang ia nyalakan. Untuk beberapa saat, Myungjun merenung dalam kondisi seperti ini.

Bingkai foto berukuran 6R dengan gambar dua anak kecil saling merangkul satu sama lain itu Myungjun pandangi sesaat sebelum akhirnya memutuskan untuk menggapainya. Gambar dirinya dengan adik perempuannya sekitar sepuluh tahun lalu itu ia usap-usap lembut.

"Sudah sepuluh tahun sejak kita mengambil foto ini," gumam Myungjun, masih sambil mengusap foto itu dengan tatapan yang lebih sendu.

"Cantik sekali senyummu di sini, Hee." Myungjun masih menggumam.

"Aku rindu Hee kecilku."

Tak terasa, gambar yang ada di tangannya mulai mengabur dari pandangan. Matanya mendadak menghangat dan tak terasa sebulir air menetes ketika ia berkedip.

Tak pernah terbayangkan, adik kecilnya kini mulai beranjak dewasa dan akan meninggalkannya. Perlahan adik kecilnya itu mulai bisa berjalan mencari kehidupannya sendiri. Perlahan adik kecilnya itu mampu melakukan hal-hal di luar jangkauan matanya. Dan perlahan adik kecilnya itu mulai bertindak sesuai keinginnya.

Apa ini artinya tugasnya sudah selesai? Apa ini artinya janji yang dulu diucapkannya kini sudah berakhir?

Myungjun mengembalikan bingkai foto itu ke tempat semula. Ransel yang tergeletak di bawah kakinya ia gapai dan mencari ponselnya yang ada di dalam sana. Mencari sebuah nama yang sedari tadi terus mengusik hatinya dan melakukan panggilan.

"Halo!"

Panggilannya terhubung.

"Oh, Hyuk-ah!"

"Ada apa, Hyung?"

"Apa kamu ada waktu sepulang sekolah?"

"I-iy-iya, ada Hyung. Kenapa?"

"Mau bertemu dengan hyung sebentar?"

***

Panggilan berakhir tepat ketika orang di seberang sana yang menghubunginya itu mengakhiri lebih dulu. Rocky mengembuskan napasnya beberapa kali guna mengontrol kegugupannya. Baru kemudian berlari menghampiri di mana kekasihnya itu menunggunya.

"Myung Myung!"

Sial! Tadi Rocky sempat tenang, tapi melihat wajah kekasihnya mendadak jantungnya kembali berdegup kencang. Rasa gugup dan resah itu datang lagi.

"Kayaknya kita nggak jadi pergi, deh. Nggak apa-apa, 'kan?" tanya Rocky.

Raut kecewa sedikit terlihat di wajah Myunghee. Namun, akhirnya Myunghee mengangguk. "Nggak apa-apa."

"Ya udah, gue antar lo pulang dulu," ujar Rocky.

"Tunggu!" Moonbin menginterupsi. "Lo masih pakai 'lo-gue' padahal kalian udah pacaran?" tanya Moonbin heran.

"Kenapa memang?" tanya Rocky tak suka.

"Nggak, cuma aneh aja. 'Lo-gue' itu dipakai dalam pertemanan aja. Kayak contohnya antara lo sama gue. Tapi kalau sama pacar lo ...." Moonbin menjeda kalimatnya, lalu menggeleng seakan prihatin. "Apa nggak keterlaluan?"

RUN || ROCKY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang