"Cinta pertama? Siapa dia?" Yeoreum terus bertanya, mendesak Myunghee untuk menjawab pertanyaannya.
Myunghee menggumam, ragu untuk mengatakannya. "Dia ... hanya seseorang ... yang kupanggil oppa."
"Oppa?" Yeoreum sedikit memekik dan seketika atensi siswa satu kelas langsung teralihkan ke arah mereka. Yeoreum membekap mulutnya dan terkekeh karena malu.
"Oppa? Jadi maksudnya lo suka sama oppa lo?" tanya Yeoreum dengan volume suara yang ia pelankan. Myunghee menganga.
"Myung Oppa? Kamu yang benar aja. Dia oppaku, mana mungkin aku suka sama oppaku sendiri?" tukas Myunghee, tak habis pikir dengan pemahaman Yeoreum.
"Oooh ... ya salah sendiri bilangnya oppa. Gue pikir kan oppa lo yang waktu itu." Yeoreum berdeham dan mencoba untuk sibuk dengan soal-soalnya. Sedikit malu sebenarnya.
"Bukan, bukan Myung Oppa. Dulu ada anak laki-laki seusiaku yang kupanggil oppa juga. Aku suka dia. Hehe ...."
***
Ninja merahnya ia parkirkan sembarangan. Toh, ini rumahnya sendiri, tak ada salahnya. Rocky kemudian masuk ke rumahnya dan mendapati hyung-nya sedang bersenda gurau dengan seseorang yang akhir-akhir ini sedang tidak baik dengannya, Myungjun.
"Oy! Udah pulang. Udah makan belum?" tanya Jinjin ketika menyadari Rocky berdiri mematung beberapa saat di ambang pintu. Rocky tersadar, kembali melanjutkan langkahnya.
"Udah tadi di sekolah," jawab Rocky seadanya dan segera menuju kamarnya tanpa memandangi dua orang yang sedang duduk di sofa ruang tamu itu.
"Eh, lo nggak jemput adik lo? Udah waktunya pulang, 'kan?" tanya Jinjin pada Myungjun. Sadar bahwa adiknya sudah sampai rumah, tapi sahabatnya itu belum menjemput adik perempuannya.
Rocky yang baru tiga anak tangga berjalan, seketika berhenti untuk mendengar jawaban Myungjun. Entah kenapa ia menjadi sangat ingin tahu bagaimana hubungan kakak-beradik itu setelah kejadian kemarin.
"Gue nggak jemput. Dia pulang naik bus," jawab Myungjun, lalu menyesap tehnya.
Rocky sedikit tersentak mendengar jawaban Myungjun. Anak tangga yang ia pijak seakan memiliki daya magnet yang mampu menarik kakinya sehingga Rocky hanya bisa mematung di tempat.
"Oh, ya? Bukannya lo pernah bilang nggak akan izinin adik lo pergi sendiri? Naik kendaraan umum, lagi." Jinjin bertanya dengan sedikit keheranan. Itu juga yang menjadi pertanyaan Rocky. Ia pun memutuskan untuk tetap pada tempatnya, menunggu orang yang ditanya hyung-nya itu menjawab.
"Dia yang minta. Gue bisa apa?" jawab Myungjun lemas.
Jinjin mengangguk beberapa kali, membenarkan jawaban sahabatnya itu. Jinjin menyandarkan punggungnya pada sofa, lalu menoleh ke arah anak tangga. "Eh! Masih di situ rupanya! Kenapa? Mau pesan jjajangmyun?"
Rocky tersentak, kemudian menggeleng. Ia memutuskan untuk meneruskan langkahnya. Namun, kembali terhenti ketika Myungjun ikut menoleh ke arahnya, menatapnya dengan tatapan yang sangat sulit diartikan. Seperti kesal, marah, kecewa, atau bahkan benci?
Rocky segera memalingkan muka, menghindari kontak mata dengan Myungjun, lalu berjalan menuju kamarnya.
"Gue baru sadar kalau muka adik gue bonyok. Berantem sama siapa lagi, tuh?" tanya Jinjin sedikit menggumam pada dirinya sendiri.
Myungjun berdeham untuk menutupi kegugupannya. Kemudian kembali menenggak tehnya yang sudah tidak terlalu panas untuk meloloskan benda asing yang seakan menyekat kerongkongannya.
"Lo juga, tangan lo bisa lecet gitu. Kenapa sih, orang-orang ini suka banget berantem? Ckckck ...." Jinjin menggeleng beberapa kali, merasa heran dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUN || ROCKY ✔
Fanfic** "Eh, ini aku dulu yang lihat." "Tapi gue dulu yang ambil." "Tapi aku yang buka kulkasnya." "Kalau gitu makasih." ** "Kenalin. Dia pacar gue. Namanya ..." Pemuda itu menjeda kalimatnya dan memandang mata Myunghee cukup lama. Lalu pandangannya turu...