2. BERTEMU KEMBALI

4K 351 8
                                    

Setelah pertemuan yang tak sengaja kala itu, Gania lebih berhati-hati lagi, tak ingin jatuh dalam pesona Badra yang sialnya memang tak pernah luntur bahkan malah bertambah dua kali lipat. Bisa-bisa hatinya lemah seperti dulu yang diam-diam memang merahasiakan tentang perasaannya. Sudah akrab dengan Badra kala itu pun ia bersyukur bila Gania meminta memiliki Badra rasanya ia begitu maruk.

Makan siang ini Gania dan Kanza memilih makan siang di bakso legendaris dekat kantor mereka, karena ingin suasana yang baru yang biasanya terasa bosan di lidah mereka. Gania mengganti sandalnya menjadi flat shoes kesayangannya setelahnya ia beranjak dari kubikelnya dan menghampiri si pengantin baru itu.

"Za, ayo keburu penuh ntar." Ajak Gania

"Ayo."

⚛️⚛️⚛️

"Ni, lo kenal sama bosnya laki gue ya?" Tanya Kanza tiba-tiba

"Lah bosnya laki lo aja sapa gue kagak tau, oneng amat emang." Jawab Gania

"Idihh, yang foto sama lo waktu resepsi gue itu-nah itu bosnya si Ramli, ada histori apa lu sama dia." Kanza kembali mengorek

"Oh dia, ngga ada cuman masalah temen alumni aja sih. Ada apa emang?"

"Gils-dia sekece itu ya ternyata." Puji Kanza

"Inget, suami lo lagi cari nafkah buat lo, eh lo-nya malah mikirin cowok lain, dosa Za."

"Enak aja lo kalo ngomong, su'udzan mulu lo, btw kenapa ngga lo coba deketin dia aja, kan lumayan tuh, Ni." Kanza memengaruhi Gania

"Apaan sih lo, udah fokus makan dulu deh." Ajak Gania mengalihkan pembicaraan

⚛️⚛️⚛️

Hal paling menyebalkan versi Gania adalah di tolak berapa kali oleh Go-jeknya. Hujan makin lebat bulan Desember adalah puncaknya hujannya mau tak mau Gania memang harus lebih ekstra sabar. Tak begitu saja menyerah Gania kembali mencoba keberuntungannya untuk memesan Go-jek siapa tahu ada mas mas Go-jek yang berbaik hati menerimanya.

Lagi dan lagi, Gania harus mendesah nafas kesal, pesanannya kembali di tolak. Mulai kesal dan menyerah akhirnya Gania memilih menghubungi sang Papa agar di jemputnya. Suara sambungan telepon terdengar di telinga Gania di barengi juga dengan suara klakson-mobil Pajero berhenti tepat di depan Gania. Awalnya Gania tak begitu menghiraukan keberadaan mobil itu di depannya namun saat kaca mobil sport itu terbuka, wajah tampan yang sayangnya tetap sama setelah 15 tahun berlalu masih tampak sama malah terlihat semakin tampan dan berkharisma.

"Ella?" Panggil suara bass itu

"Eh-hai, Dra." Balas Gania

"Kok hujan-hujan, belum di jemput atau bagaimana?" Tanya Badra

"Emm-anu nunggu jemputan tapi belum datang." Aku Gania

"Hujannya makin lebat, aku antar saja, ayo." Ajak Badra

"Ah-nggak usah, nanti malah ngerepotin lagi." Ragu Gania

"Repotin apa sih, ayo buruan masuk ke buru kamu basah." Ointa Badra

"O-oke, thanks." Bilang Gania berterima kasih

Suasana dalam mobil itu terasa canggung dan dingin apalagi baju Gania yang memang sudah setengah basah itu harus menahan rasa dingin menusuk dari rasa ac yang berhembus itu.

"Apa kabar, El." Sapa Badra membuka pembicaraan

"Kabar baik, kamu apa kabar setelah sekian lama." Balik tanya Gania

"Ya begini alhamdulillah, sehat, utuh, makin ganteng hahahaha." canda Badra "Kamu setelah lulus kemana, aku cari kamu tapi udah nggak ketemu lagi." Tanya Badra tiba-tiba

"Aku-aku ada kok, Dra, kan urus sekolah lanjutan."

"kaku banget kamu sama aku, ngga beda dari dulu masih gini aja, padahal udah kenal lama."

"Hahaha masak sih, nggak lah biasa aja aku."

"Kamu udah nikah?" Badra kembali memberi pertanyaan

"Belumlah, masih mandiri ini. Kalo kamu pasti udah kan." Tanya Gania

"Aku masih enjoy gini sih, masih enakan menyendiri tanpa ada yang repotin tapi ya gitu." Gantung Badra

"Gitu gimana?"

"Bonyok udah pada minta aku cepat nikah." Cerita Badra

"Lah ya nikah dong, orang tua udah minta gitu."

"Ntarlah belum ada yang sreg." Santai Badra "Eh rumahmu masih lama kan?"

Gania menggeleng keras. "Udah pindah, Dra." Jelas Gania "Perumahan Kayangan Baru, Gang. Bimasakti, block C6." Gania memberitahu alamat rumah barunya

"Oke, aku antar kesana."

Percakapan yang tadinya terdengar sekarang sunyi, keduanya menikmati waktu perjalanan dan tentu saja di luar sana masih hujan yang sekarang malah terlihat semakin tambah deras.

30 menit berlalu setelah melalui perjalanan, mobil Sport itu berhenti tepat di depan rumah Gania. Badra keluar dari mobil dan membawa sebuah payung besar guna untuk melindungi Gania yang sudah terlihat basah itu.

"Ayo, pelan-pelan." Perintah Badra sembari memayungi Gania

"Makasih, Dra. Udah repot-repot anter sama payungin aku gini." Ucap Gania berterima kasih

"Sama-sama, aku pamit dulu-kapan-kapan kita kopi-kopi santai dong, El." Ajak Badra

"Iya, pasti. Ya udah gih sana pulang, capek pasti." Usir Gania

"Iya, titip salam buat orang tuamu ya, aku pamit dulu." Pamit Badra dan di angguki oleh Gania

"Husftt! Akhirnya dia pergi, kan jantung ku ngga berenti jemplitan mana baunya manly bgt lagi-ahh Nia, sadar!" Racau Gania pada dirinya sendiri.

⚛️⚛️⚛️

Badra Diwangkara, calon penerus perusahaan arsitektur yang tengah naik daun itu. Lelaki tampan dan gagah, berlesung pipit manis membuat para wanita selalu terpesona menatap keindahan lesung pipitnya dan tentunya mata tajam miliknya sayangnya Badra masih memilih untuk tetap menyendiri alias menjomblo. Pria tipe berkerja keras, sorot tajamnya selalu di segani para karyawannya. Badra bukanlah sesosok yang hanya di lewatkan begitu saja. Keuletan dalam bekerjanya sangat di kagumi tentu saja jangan lupakan juga tatapan dingin Badra bila sudah menyangkut pekerjaannya, ia harus menjadi pemimpin profesional meski posisinya masih dalam tahap calon.

Badra seperti lelaki pada umumnya, hidupnya tak selalu lurus ia juga pernah membawa jalan hidupnya melenceng. Bersenang-senang dengan wanita rondom demi menuntaskan hasrat kelakiannya, ia bukan manusia munafik. Sebelum ia membawa hidupnya ke arah serius selagi masih ada waktu untuk menyenangkan diri kenapa tidak?

Keluarga Badra memang berasal dari keluarga mampu bahkan perusahaan orang tuanya sudah ada yang berdiri di Singapura, Ayah Badra tentu bukan orang biasa saja ia terus memutar otak dan berambisi namun meskipun Badra dan keluarganya tergolong keluarga mampu, kehidupannya terlihat sederhana dan terutama ibunda dari Badra, wanita yang sudah melahirkan Badra itu memilih kehidupan sederhana.
Badra dan kedua adiknya pun tumbuh menjadi anak yang sederhana yang tak mengikuti alur jaman modern yang makin lama makin jor-jor-an.

"Baru pulang, Bang?" Tanya sang Bunda

"Iya, Bun. Tadi anter temen dulu kasihan." Jelas Badra setelah mencium punggung tangan Shopia

"Teman apa teman?" Goda sang Bunda

"Teman bun, temen lama terus kita ketemu lagi." Badra menjelaskan

"Cewek?"

"Iyalah, masak banci." Santai Badra

"Ajak atuh main ke rumah Bang, siapa tahu cocok." Pinta Shopia gantung

"Nantilah Bun, cuman temen aja."

"Di coba dulu atuh, Bang." Kekeh sang Bunda

"Nanti ya, Abang ngga janji." Ujar badra akhirnya kemudian bangkit dari duduknya "Abang mau mandi dulu deh, Bun." Pamit Badra

"Iya."

⚛️⚛️⚛️

Ramein ayoo, biar nanti aku up double ♥️

RINDU DALAM HATI (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang