35. ANAKKU MAU BROJOL

2.8K 183 9
                                    

Badra menatap nanar ponselnya sejak beberapa menit yang lalu. Menunggu balasan dari istrinya, Badra yakin bahwa istrinya Gania akan musuh-musuh dengan kesal. Pekerjaannya tak begitu saja ia tinggal meski ada Batara yang membantu menangani masalah yang menjerat usahanya itu.

Tak ingin membuat kecemasannya semakin menjadi, akhirnya Badra memilih menghubungi Gania, istrinya itu semakin hari tingkahnya kembali sensitif seperti pada awal-awal kehamilannya.

Suara dering sambungan telepon terhubung dengan nomer ponsel Gania, namun lagi-lagi suara sambungan telepon yang Badra tangkap. Kesal dengan keadaan Badra akhiri sambungan telepon yang tak kunjung dijawab oleh Gania.

Nanti saja, mungkin ia akan menghubungi mertuanya, bila Gania masih diam tak menjawab.

"Sabar Badra, istri lo lagi hamil." Badra menenangkan dirinya

Lelah dan letih mendera membuat Badra semakin memupuk emosi yang ia tahan, Badra manusia paling sulit mengendalikan emosinya namun entah, bila ia berhadapan dengan sang istri emosinya bisa melunak.

Benar-benar definisi bucin menderah daging.

🌼🌼🌼

Gania sengaja tak memperdulikan ponselnya yang terus saja berdering, ini sudah hampir dua Minggu kepergian Badra ke Surabaya, bahkan Gania harus menanti kepulangan suaminya.

Sudah sejak pagi Gania merasa area perutnya tak terasa nyaman, pikirnya ini hanyalah kontraksi palsu seperti malam tiga hari lalu.

Gania bahkan mencoba menjadi istri paling pengertian untuk Badra, namun semakin lama ia beri hati suami tampanny itu semakin tak tahu diri. Tidak hanya kesal, sambungan telepon dari Badrapun Gania acuhkan.

"Ya Allah, Nak. Udah mau brojol ya?" Gania mengajak bicara anak dalam kandungannya

"Jangan dulu ya sayang, bapakmu masih di Surabaya, maukan nunggu Bapakmu," Gania meminta pengertian

Namun tidak, anaknya sudah tak sabar segera melihat betapa indahnya dunia penuh warna warni kehidupan. Gania tak ingin panik, ia mencoba tenang, menarik pelan pernapasannya seperti yang dikata dokter kandungannya.

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, sungguh bukan waktu yang pas bilang ia benar-benar sudah waktunya melahirkan. Gania mencoba keberuntungannya namun nihil punggungnya terasa sakit, ia membawa tubuhnya bersandar pada headbad, menarik nafas pelan dengan tenang, mengelus perut bucit besarnya dengan kasih sayang.

Sudah 15 menit berlalu, namun rasa mulasnya sudah kembali terasa lagi, Gania semakin curiga, kemudian ia bangkit dari sandaran, ia harus mengecek dulu apa dalam celana dalamnya sudah terdapat bercak darah.

Benar saja feeling Gania, sudah terlihat bercak darah—dengan pelan Gania menarik baju ganti untuknya, setelah selesai ia segera meraih ponselnya dan menghubungi kakaknya untuk bersiap mengantarnya ke rumah sakit.

Dengan ringisan pelan, Gania meraih ponselnya untuk mendial nomer Milli—sang kakak.

"Hmm—da apa?"

"Mbak, aku udah mau lahiran, bisa anter aku?"

"Haahh??!! Brojol? Berati debay lahir ya, eh lahiran ya?" Panik Milli "Bentar, kamu siap-siap, mbak kesana,"

"Iya, pelan aja gausah ngebut, aku masih bisa nahan."

"Iya gampang,"

Setelah menghubungi Milli sang kakak, Gania membangunkan kedua orangtuanya. Sakitnya masih begitu normal terasa jadi belum terlalu tersiksa, pelan-pelan ia turun kebawah untuk mencapai kamar kedua orang tuanya. Sungguh Gania tak menyangka ia akan kontraksi saat suaminya belum kembali dari kunjungan ke luar kota.

RINDU DALAM HATI (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang