Firasat

587 21 3
                                    


Flashback on

Gadis berusia tujuh belas tahun itu nampak sangat cantik, dengan balutan dress putih gading dan sedikit pita dibagian pinggangnya menambah kesempurnaan tubuhnya. Wajah gadis itu sangat sayu, nampak seperti pucat. Ia memutar tubuhnya sekali lagi dan tersenyum lebar. Kemudian ia mendekati bebarapa alat make up milik dirinya, tangannya mengulur mengambil bedak bayi, lip balm serta liptint.


Memoleskan semua nya ke wajah pucatnya, kini wajah itu tidak lagi nampak pucat, sempurna. Ia menyisir rambutnya yang sebahu kemudian memberinya sedikit hiasan pita putih dengan mutiara di bagian tengahnya.


Terdengar langkah kaki mendekat, pintu itu terbuka membuat sang empunya langsung membalikan badan. Mata bulatnya meperhatikan sejenak pintu itu kemudian tersenyum setelahnya. Nampak kembarannya memakai baju yang sama seperti dirinya, bedanya rambutnya sedikit panjang dan dia mengepang rambut panjangnya. Wajah keduanya nampak bahagia, memang karna malam ini adalah hari ulang tahun keduanya. Bisa dikatakan usia mereka tujuh belas tahun.

Raisa masuk kemudian menutup pintunya, berjalan mendekat dan langsung duduk di pinggir kasur king size adiknya, lebih tepatnya kembarannya. Ia hanya diam tanpa mengatakan apapun, tapi semua tingkah Risa diperhatikan baik-baik.

Ia sedikit tersenyum, nampak sangat bahagia.

"Rai? Kamu kok diem? Sakit kah?" Risa bergerak menghampiri. Namun, sebelum tangan itu menyentuh kening kembarannya, Raisa segera menepisnya. Ia melirik malas, kembarannya ini selalu seperti itu. Ia selalu mengkhawatirkan keadaan kakaknya. Padahal ia nampak baik-baik saja.


"Aku.. baik Ris, sekarang ayah sama bunda di bawah. Aku nunggu kamu, tapi kamu belum selesai" Risa kemudian mengambil sepatunya dan memakainya cepat, belum ada tiga menit dia sudah dihadapan Raisa.


Raisa berkedip dan segera melangkah keluar, diikuti kembarannya mereka melangkah bersama menuruni tangga.
Seketika sambutan hangat didapat oleh kedua manusia itu, mereka melihat bagaimana orang tuanya tersenyum hangat menyambut keduanya. Helena segera memeluk kedua putri kembarnya, pekukannya mengerat kemudian dia mulai merenggangkan pelukannya. Ia menatap bahagia melihat kedua putrinya tumbuh dewasa dan cantik.


Keduanya mempunyai mata yang sama dengan Helena, rambut yang sama dengan Helena. Namun, semua bagian tubuhnya yang lain mirip ayahnya.


Hendra mendekat kemudian memeluk kedua putrinya, ia mengucapkan kata-kata yang sedikit namun sangat bermakna bagi keduanya.


"Kalian harus saling menjaga, saling membagi kasih sayang, jaga diri kalian. Dan terutama kamu Raisa, walaupun kamu kembar namun kamu tetap kakaknya, kamu wajib melindungin adik kamu, jaga dia seperti kami menjaga kalian." Nada nya tegas, suaranya juga berat, matanya tajam. Ia menatap kedua putrinya lagi kemudian menatap Helena.


Helena pun mengucapkan kata-kata yang membuat keduanya menghangat. "Kalian adalah putri mamah, yang paling mamah sayang, kalian harta mamah yang paling beharga. Kalian harus saling menjaga yah sayang, karna kedua putri mamah sudah besar, dan cantik. Mamah doakan kalian bahagia dan sehat selalu." Ia mengusap kepala kedua putrinya.

Raisa dan Risa hanya tersenyum sambil mengucapkan.


"Happy birthday to us" kemudian keduanya tertawa bersamaan. Saling berpelukan dan merangkul, Raisa mengucapkan kata ini namun dengan nada pelan, mungkin hanya Risa yang mendengar.


"Gue akan selalu jaga lo, bahkan jika itu cara terkotor sekalipun" Risa mengedipkan mata tanda tidak mengerti, ingin menanyakan alasannya tapi keburu dipotong ucapannya.

Helena datang dengan sebuah kue tart coklat di tangannya, di sekeliling kue terdapat lilin-lilin kecil.


Semua ruangan dikelilingi balon dan berbagai hiasan ulang tahun, simple karna tidak terlalu banyak barang. Semua tertata sempurna, tulisan selamat ulang tahun untuk mereka berdua pun ada. Helena yang membawa kue coklat kesukaan kembar pun terhias sederhana.


Langkahnya kian mendekat mengikis jarak diantara ibu dan dua anak kembarnya. Senyuman menghias wajahnya yang kian menua, matanya yang bulat hitam dengan balutan bulu mata yang lentik seolah menyirat tatapan sayu namun sederhana, kehangatan selalu terpancar disetiap penglihatannya. Ia sangat menyayangi ibunya lebih dari apapun.


"Ayo tiupp lilinya" Helena mengulurkan kuenya mendekat tapi belum ada beberapa detik suaranya kembali terdengar. "Make a wish nya jangan lupa" si kembar mengangguk patuh, keduanya memejamkan mata kemudian kembali membukanya.

Setelah selesai semua acara dari memakan kue, mereka kembali melanjutkan ke ruang makan, duduk bersama dengan hidangan tertata rapi dimeja. Hendra sangat suka sekali makan bersama keluarganya, terlihat sederhana tapi rasa kebersamaan itulah yang akan membuat keluarganya kian erat.

Meski Hendra dan Helena mempunyai banyak kerjaan menumpuk, mereka tidak pernah lupa memberikan perhatian karna untuk menjaga keharmonisan keluarganya, bahkan Hendra rela tidak makan siang dikantor bahkan sering kali mebatalkan meeting hanya untuk makan siang bersama.

Suasana di ruang meja hanya terdengar dentingan sendok yang beradu dengan piring, memang Hendra melarang kalau sedamg makan tidak boleh ada yang berbicara.


Selesai makan Helena dan Hendra saling tatap, pembantu mereka sedari tadi membereskan bekas makanan dan peralatan dapur yang kotor. Hendra telah memulai percakapan lebih dulu, ia menatap kedua putrinya

"Kalian, ayah dan mamah mau bicara"


Hening beberapa saat.


Keduanya menoleh bersamaan tepat menatap ayahnya, ia berkedip. Secara tiba-tiba Hendra berbicara seperti itu pasti ada hal penting yang harus dibicarakan.



Hendra kemudian menatap Helena, istrinya hanya mengangguk. " jadi kami berdua ada urusan mendadak dan malam ini harus keluar kota sayang, kami mengurus perusahaan yang sekarang sedang kritis, ayah takut meninggalkan kalian, jadi ayah minta pendapat kalian. Apakah kalian ingin ikut bersama kami?"


Raisa langsung sontak mengangguk. Namun, Risa sebaliknya, ia menggelengkan kepalanya. Wajahnya menunduk enggan bersitatap muka kepada seluruh keluarganya yang pasti sedang memperhatikan dirinya.


"Kamu, kenapa ga mau ikut sama kita sayang?" Helena bertanya dengan kening mengerut, seolah itu adalah hal yang aneh.


"Aku, ga mau ikut mah. Aku mau dirumah aja sambil ngerjain beberapa tugas, aku ga mau ketinggalan tugas lagi mah. Sudah beberapa hari aku ga masuk karna sakit."


Hendra mengangkat alisnya sebelah, bingung. " bukannya kalo kamu kami tinggal sendirian takutnya kenapa-napa? Nanti kalo asma kamu kambuh lagi bagaimana?"


Risa sontak menggeleng, ia kemudian menatap Raisa yang juga sedang menatapnya. " aku cuman mau disini aja mah, yah. Plis biarin aku sendiri, kalo kak Raisa mau ikut ijinin aja mah, aku bakalan baik-baik aja kok." Suaranya rendah hampir bercicit.


Keduanya saling bertatap, Raisa bahkan tidak mengeluarkan suaranya, ia hanya..heran.

Heran kenapa Risa berbeda?


Keduanya memutuskan dalam waktu yang singkat, Hendra kemudian lanjut berbicara mempertimbangkan. " oke kalau itu yang kamu mau, tapi janji sama kita. Setiap ayah telepon kamu harus selalu mengangkat, jangan dimatikan. Ayah hanya memantau keadaan kamu setiap saat."


Raisa menatap kembarannya dalam, tidak heran kenapa Risa begitu di khawatirkan, selain sistem imun tubuhnya lemah, ia jiga sering keluar masuk rumah sakit, anak ini selalu susah untuk diatur. Namun, jika ayah mengatakan untuk kedua kalinya ia tidak akan berani membantah.


Tapi, perasaan Raisa kali ini tidak mengenakan, seperti ada sesuatu yang datang tapi ini menimpa orang tuanya. Ia meraskan firasat yang buruk, biasanya kalo seperti ini dia akan mendapatkan mimpi.


Tapi kenapa tidak? Atau mungkin mimpi buruk itu belum datang?

Lets see~~

Flashback off

Misteri kematian RisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang