Kemah

744 23 4
                                        



"Hah? Mati? Selamat? Maksud lo apasih? Gw gak ngerti sumpah sama ucapan lo" lelaki tadi menatap dengan raut yang tidak bisa diartikan, dia benar-benar kebingungan untuk saat ini, yang salah adalah ia menanyakan sesuatu tapi gadis itu bukan menjawab pertanyaannya tapi malah berteriak ketakutan. Dirinya kan tidak melakukan apapun yang membuat gadis ini pingsan, ia hanya menemukan nya tergeletak dilantai koridor, lagipula mereka bukan teman tidak ada dari mereka yang saling mengenal, tapi justru dia terlalu menaruh perhatian besar pada gadis ini.


"Pergi, pergi. Lo gak perlu ada disini, gw bisa sendiri" ucapnya final.

"Oke gw pergi, lagian gw cuman bantu lo ngangkat dari koridor ke kelas, ucapkan terima kasih kek sebisanya" lelaki itu bangkit dari duduknya dan melangkah menjauhi ruangan, menengok sebentar menatap Vina menunggu jawabannya, namun tak kunjung dapat jawaban ia mendengus kesal.


Lelaki itu benar-benar meninggalkan ruangan dengan harum obat-obatan, menutup pintu dengan cukup keras dan sepertinya lelaki itu marah atau mungkin kesal, namun ia tak perduli.



"Maaf dan makasih" lirih Vina dan kemudian ia mengambil gelas didekat brankar lalu meminumnya sedikit.



"Arka, Arka, Arka. Lo emang penghancur segalanya" gadis itu mengepalkan buku tangannya erat dan matanya memerah menahan amarah.



~~~


Lia menatap bangku sebelahnya dengan datar, Vina bolos pelajaran hari ini dan untungnya guru didepan tidak menyadari, ia lupa mengabsen nama anak kelas atau ia yang terlalu malas untuk mengecek satu-satu anak muridnya.


"Semesta dibentuk dari berbagai macam, ada yang tercipta dari...." guru menjelaskan dengan sangat lambat membuat semua yang ada dikelas menatap dengan mata terkantuk-kantuk, ada dari mereka yang bahkan tertidur, aneh nya guru itu membiarkan orang yang tertidur. Ia lebih suka kelasnya sunyi senyap daripada harus berisik dengan candaan anak murid.


Aneh memang.

Lia mencatat beberapa yang penting saja dan selebihnya ia biarkan, dia nanti foto dikamera ponselnya dari pada harus repot mencatat.


Kemudian guru itu selesai dan berakhirnya jam pelajaran untuk hari ini, semua murid bergegas pulang.


"Eh, kalian tunggu sebentar deh. Gw mau ada pengumuman nih" seru ketua kelas maju, dan melangkahkan kakinya lebar-lebar. Ia tersenyum dan memegang kertas lalu mulai membaca.


"Jadi karna nanti kita ngadain acara kemah, makanya kita ada bawaan barang. Nah satu-satu dari kita bawa satu barang, gimana?"
Ketua kelas itu menatap semua anggotanya dan berhenti menatap di Lia, yang menunjukan wajah malas.

"Lia, lo mau kan?" Tanyanya lagi.


"Hem" dehem Lia malas menanggapi.



Males, males, males.

Batinnya berseru menyuarakan, tapi melihat reaksi teman-temannya yang setuju ia hanya menganggukan kepalanya.



"Kalo gitu lo bawa..." belum sempat ia mengatakan Lia berucap lebih dahulu memotong.


"Lo chat aja gw, gw mau pulang duluan" Lia bergegas mengambil tas dan langsung melangkah keluar terburu-buru.


"Gw belom selesai ngomong padahal" ketua kelas itu hanya menatap Lia sejenak kemudian melanjutkan lagi.


"Gw juga pulang dulu, ada urusan" suara bariton memecah keramaian teman-temannya.


"Loh Arka? Lo mau kemana? Jangan pulang dulu, Ar. Kita kan belum selesai" seru salah satu perempuan dengan rambutnya yang digerai, mukanya cemberut melihat pangeran kelas itu akan pergi.



Ia menatap sejenak cewek itu dan langsung mengalihkan wajahnya ke ketua kelas, "gw duluan" dan langsung berlari melangkah menyusul Lia.



Yahhh, Batin mereka.



"Liaa!! Lia! Tungguin gw!!" Ia berteriak mengejar cewek tomboy itu, Lia menghentikan langkahnya kaget dan membalikan badannya terkejut, cowok ini kan murid baru yang bikin heboh satu sekolah, ngapain dia memanggilnya.


Lia mengangkat sebelah alisnya bertanya, Arka menghentikan langkahnya tepat beberapa meter dari Lia, menghembuskan napas ngos-ngos an.


"Tunggu sebentar, gw cuman mau nanya. Vina kemana? Kok dia gak keliatan dari tadi" Arka menunjukan raut wajah khawatir yang justru terlihat palsu dimata Lia, dia menatap malas cowok didepannya.

"Ngapain?" Lia balik bertanya namun Arka tidak mengerti ucapannya, ia malah mengerutkan kening. "Ngapain apaan?" Cowok itu bertanya balik.



"Ngapain lo nanya, Vina? Lo siapanya?"


"Gw cuman nanya, kan dia temen sekelas kita" cowok itu terkekeh pelan menggaruk leher belakangnya yang tidak gatal, ia kemudian menatap kedepan sebentar mengalihkan wajahnya dari gadis pucat dan rambut bewarna kecokelatannya. Ia mengernyit seperti ingin mengenali sesuatu. Cewek itu melihat Arka memperhatikan sesuatu kemudian ia pun ikut berbalik dan melihat apa yang 'dilihat' cowok itu.



Lapangan yang kosong dan beberapa murid.

Apanya yang istimewa? Apanya yang menarik perhatian?

Lia dan Arka kembali saling tatap, suasana keduanya nampak begitu dingin, aura yang keluar membuat mereka ingin segera mengakhiri.

"Jadi..beneran lo gak tau Vina ada dimana?"

Lia mengangguk meyakinkan dan kemudian berbalik, tetapi tangan lelaki itu mencekal pergelangannya.

"Lo mau pulang sendiri? Serius?" Lia menghempaskan tangan Arka sedikit kasar lalu matanya menatap tajam.


"Bisa gausah ikut campur urusan gw? Lo bukan siapa-siapa gw, hak lo apa buat peduli?" Ia semakin menunjukan ketidaksukaan nya. Menatap dengan penuh dendam dan kegelisahan.

"Gw perduli karna lo temen sekelas gw, apalagi ini udah jam 4 sore, mending gw anter pulang, gimana?" Arka kembali menanyakan persetujuan yang pastinya ditolak Lia secara terang-terangan.


"Minggir, gw pulang sendiri" nada itu semakin kuat dengan melepas cekalan pada tangannya, ia membalikan badan dan sedikit berlari menghindari.


Menoleh kekanan dan kiri mencari keberadaan Vina yang tak kunjung ia temui, tapi tas Vina sudah ada digenggaman nya sejak tadi, ia yakin Vina masih disekitar sekolah. Namun dirinya yang melihat Arka mengeluarkan motor dari parkiran harus menunggu beberapa menit, setelahnya ia masuk.


Matanya terus mengamati mata Arka yang tak lepas dari dirinya namun detik berikutnya ia benar-benar pergi dari sana, Lia menunduk berjalan masuk dan memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.


Mata Arka tidak bisa ia lihat sepenuhnya, ada rasa sepi, rasa marah dan yang paling ia kenal dari sorotnya yaitu, rasa hampa.


Dirinya hangat pada semua orang, namun sorot mata itu tak dapat dibohongi, mata kelam nya terus menunjukan kebencian tiap detiknya, ditutup senyuman manis dan wajah tampan yang mendukungnya menutupi sorot matanya.

Ia bingung untuk saat ini.

Ketika langkahnya membawa pada koridor dekat dengan gudang, ia kembali mengingat kejadian tadi pagi, apakah Mentari akan mengikuti apa yang diperintahkan si pembunuh itu? Atau ia mengadu untuk meminta pertolongan? Atau lebihnya lagi ia meminta pindah dari sekolah ini?

Lia menggelengkan kepalanya pelan, mengusir pertanyaan yang hinggap dikepalanya.

Derap kakinya menggema dikoridor yang sangat sepi, berjalan dengan sedikit terburu kembali kekelas.

Kosong.

Kok jadi sepi gini sih?

Misteri kematian RisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang