Hilang

310 19 3
                                    

"Hallo kak permisi, kami dari kelompok 5." Ucap Randi terlebih dahulu, Leon disampingnya mengangguk sopan.

"Kalian berdua? Mana satu lagi?" Ucap salah satu senior disana.

"Kak? Bukannya satu dari kita udah sampai di pos?" Randi menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, kemudian menoleh takut kebelakang. Muka mereka berdua pucat pasi.

"Kalian bercanda? Jangan main-main! Ini dihutan mana mungkin kalian meninggalkan salah satu anggota kalian!" Suara senior itu tegas juga menyeramkan. Mereka berdua saling berhadap-hadapan dan menceritakan secara perlahan.

Kemudian mereka yang berada di pos menoleh, cepat-cepat mengambil walkie talki untuk menghubungi guru mereka, sekaligus penjaga hutan ini. Mereka semua dilanda panik bukan main, salah satu diantara mereka hilang dihutan, kemungkinan tersesat atau tidak bisa menemukan jalan.

Hari semakin gelap dengan penerangan berbekal senter, Randi dan Leon ditahan di pos untuk memberikan keterangan terakhir. Semua ikut dicari dan dihubungi.

Salah satu senior dari mereka berlarian, napasnya ngos-ngosan dengan peluh membasahi bajunya, raut wajahnya tidak bisa terdefinisikan. Ia kemudian mendongak berkata dengan nada panik.

"Ada satu kelompok lagi hilang, kita harus segera mencarinya. Jadi total orang yang hilang ada 4, kelompok empat belom kembali sedari tadi. Mereka kayaknya juga tersesat, segera siapkan orang-orang dan berbagai alat untuk mencari keberadaan mereka!"

Randi dan Leon saling berpandangan, ia meringis ngilu membayangkan ada 4 orang yang hilang sekaligus. Andai tadi mereka tidak meninggalkan Mentari sendirian tidak akan seperti ini jadinya.

"Kita batalkan seluruh acara malam ini, kita harus segera mengamankan anak-anak untuk kembali ke tenda masing-masing." Suara senior pun saling bersahutan memberi aba-aba kepada murid-murid yang lainnya.

~~~

Lia meringis ngilu dengan bibir bergeletuk, ia kedinginan dengan suhu hutan yang kian menurun. Tubuhnya menggigil parah dengan bibir yang kian memucat, Arka disebelahnya pun tidak jauh berbeda.

Airis menggosok telapak tangannya terus menerus, berharap matahari segera muncul agar mereka tidak merasakan sedingin ini.

"Maaf, gue minta maaf. Gue salah nunjukin jalan." Arka menggumamkan maaf berkali-kali, Lia menoleh mendapati tatapan cowo itu kosong. Dirinya menelan ludahnya kasar, rasa bersalah menggerogoti hatinya.

"Gausah ngomong gitu! Jangan bikin gue makin pusing." Lia mencoba menaikan nada suaranya, ia terlihat tidak enak dengan ucapan minta maaf seperti itu.

Arka menoleh, tersenyum miris. Ia kemudian mengambil jaketnya untuk ditimpa dibadan Lia, cewe itu menoleh cepat.

"Badan lo udah menggigil parah, bibir lo juga pucet banget, gue gamau lo kenapa-napa. Pakai aja, gue ga terlalu kedinginan." Lia hendak menolak, ia tidak bisa berkata lagi.

Ia benar-benar salah memperkirakan.

Cowo itu bukan pembunuhnya ya?

Arka hanya melamun sembari meniup kan telapak tangannya, Airis cewe itu terduduk lemas didahan pohon, Arka berusaha menghidupkan ponselnya, mengigit bibirnya dalam. Rasa anyir itu menyeruak kedalam indra perasa Arka, Lia duduk lemas tidak berdaya.

"ARKAAA!! LIAAA!! AIRISSSSS. KALIAN DIMANA???" Suara itu bersahutan dengan suara-suara yang lainnya.

Kemudian Arka dengan cepat menoleh, mencari sumber suara itu.

Ia juga membalas teriak, "KAMI DISINII HEII KALIANNN KAMI DISINI!!" Cowo itu langsung membangunkan Lia dan juga Airis, ia tersenyum lemah dengan bibir yang sama pucatnya.

Misteri kematian RisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang