Permainan Kedua

767 27 4
                                    

Lia berjalan dengan lesu ke kelas, kepalanya pening. Masalah baru itu muncul lagi, kenangan seseorang terus mengintai dirinya, masa lalu yang tak bisa dihindari oleh gadis itu terus-terusan mendatanginya.

Kenapa?

Sesaat ia berfikir, keningnya berkerut dalam. Kalau ia bermain dengan masa lalu gadis itu, berarti kemungkinan Vina pun mengalaminya, Vina pasti tahu lebih banyak tentang ini.


Vina? Apa gadis itu tahu sesuatu?

Kakinya berlari cepat kearah kelas, napasnya memburu. Tenggorokannya terasa tercekik, suatu hal ia lewatkan. Suatu yang akan menjadi kunci dari buku yang baru dibuka. Vina dan lelaki yang baru saja datang di sekolahnya. Arka. Lelaki itu pasti ada hubungannya, lelaki itu selalu bertingkah aneh dan tak biasa, mengingatkannya dengan gadis dimasa lalu.


Keringat bercucur dipelipisnya, ia terlihat kebingungan dan berjalan terburu-buru menabrak beberapa murid yang ada di koridor, sesampainya dikelas pertama kali ia mencari keberadaan Vina dan mata itu berhenti di meja tempat dimana gadis itu duduk sambil menelusupkan kepalanya.


Dengan langkah lebar ia berjalan menghampiri Vina. "Vin? Bangun, cepet."


Vina menggeliat dalam tidurnya dan ketika ia mendongakan kepala ia langsung menemukan Lia, bibirnya tersenyum dan langsung membuka matanya lebar.


"Lia? Kok dari tadi lo ngilang sih, gw cariin kemana-mana lo gak ada, udah makan?" Dirinya menggeser bangku kemudian menyuruh Lia duduk disampingnya.



"Vina, gw mau tanya sesuatu. Dan lo harus jawab jujur"


Vina menatap heran, kenapa tiba-tiba.


"Mau tanya apa?" Matanya terlihat penuh tanda tanya, menatap Lia melanjutkan pertanyaannya.



"Apa, sebelumnya. Lo udah kenal sama Arka?" Vina membuka matanya lebar, nampak kaget.


"Gw...gw. be....belum kenal dia kok" tepat sekali, jawaban gugup Vina membuat Lia yakin, bahwa Vina tlah mengenal lelaki ini.



"Vin, gw mau lo jujur, siapa Arka?" Vina bergerak gelisah dari duduknya, keringat didahinya dan tatapan matanya yang tidak bisa fokus tlah menunjukan bahwa gadis itu berbohong.


Lia menggenggam tangan Vina perlahan, namun sang empunya langsung melepaskan dengan cepat.

"Eh..eh, gw serius Li. Gw...gw ga bohong. Gw gak kenal Arka sebelumnya" namun mata Vina tidak bisa menatap Lia, dan Lia tahu kebiasaan berbohong Vina. Matanya melirik kearah lain dan tidak fokus.


"Namun sebelum gw ada disini, lo sama Mika pasti tahu dan sangat kenal dengan gadis bernama Risa?"


Vina membeku ditempat, tatapan matanya terlihat, kosong? Tangannya bergetar menahan sesuatu.


"Lo..kenal kan sama Risa?" Lia menatap tajam Vina, ia merasa aneh dengan tingkah Vina, kenapa? Kenapa ia tak mau jujur?



"Kenapa sih lo gak kasih tahu sesuatu ke gw, kenapa lo harus bohong Vin? Jujur sama gw, gw mohon" wajah Lia memelas sembari menatap memohon, sungguh jika bukan karena memecahkan masalah ini, ia takkan bersujud meminta penjelasan, tapi ini. Dia, Vina dan Mentari lah taruhannya, nyawa mereka berada pada ingatan masa lalu Vina, masa lalu Mika. Dan masa lalu gadis itu.




"Gw..gw serius" kepalanya tertunduk dalam, pupus sudah harapan Lia, Mentari ataupun Vina tak ada yang bisa membantunya.


Lia menatap sebentar lalu kemudian wajahnya berubah datar, "oke, kalau emang lu gatau gak apa. Tapi kalau lu tau sesuatu jangan sungkan kasih ke gw, oke?"


Wajah Vina berubah gugup namun langsung mengangguk cepat. "I-iya, gw kasih tau."

"Good girl" Lia berdiri lalu meninggalkan kelas, tapi belum satu langkah ia berhenti lalu berbalik.

"Nanti pulang temenin gw keruang musik yuk, tapi bukan di sekolah, ditempat umum" menunggu jawaban Vina yang tak kunjung dijawab membuat Lia benar-benar jengah.


"Kalau ada waktu gw temenin, Li" Vina memalingkan wajahnya dan ikut berdiri meninggalkan kelas.


"Lu mau kemana? Bentar lagi bel kelas bunyi loh" ketua kelas yang berada didepan pintu memperingatkan, matanya mengikuti langkah gadis itu yang tak kunjung berhenti.



"Gw..ada urusan sebentar" Vina langsung melewati pintu kelas setelah ketua kelas itu menyingkir, alisnya bertaut tapi setelah itu ia kembali duduk tidak perduli, intinya ia sudah memperingatkan.



"Ruang musik? Ru-ang mu--sik?" Vina mengeja kembali perkataan nya setelah ia memastikan berada cukup jauh dari kelas.


Pendengarannya seketika berubah dengung, ia memukul sebelah kepalanya yang pusing, dirinya melangkah sempoyongan dan merapatkan tubuhnya ke dinding. Matanya mengerjap beberapa kali.

"Arghh, sakit.." Vina mengerang pelan dan jatuh terduduk dilantai yang dingin, ia tak bisa melihat dengan jelas siapa dan apapun yang ada disekitarnya, tapi sebuah tangan memegang pundaknya.

Vina mendongak lalu menatap seseorang dengan pakaian seperti petugas kebersihan, memakai penutup wajah, ia bertanya namun tak dapat didengar dengan jelas oleh indranya.


"Adek? Adek kenapa?" Ia terus berusaha menyadarkan Vina yang semakin lama semakin melemas, tak dapat lagi menopang tubuhnya untuk berdiri, matanya mulai menatap gelap dan mulai menggelap setelahnya, ia tak sadarkan diri.


Petugas itu kemudian menunduk dan sedikit membuka penutup wajahnya dan kemudian berbisik, "kamu gadis yang harusnya mati, namun sepertinya malaikat maut pun belum mengizinkannya, kita lihat saja siapa yang berhasil disini, temanmu atau matahariku" ia menyeringai kemudian berdiri tegak lagi.

Kakinya melangkah menjauh membiarkan tubuh gadis itu tergeletak disana, tergeletak menyedihkan.


Salah satu murid berjalan melewati koridor dan mendapati seorang gadis tergelatak pingsan, ia membulatkan mata kaget dan langsung melangkah berlari menghampiri, ia kemudian menepuk pipi gadis itu dan berusaha menyebut namanya yang tertera di bage saku nya.


Kemudian ia mengangkat tubuh itu dan berlari ke ruang uks terdekat dengan koridor, berlari panik dan memanggil nama anak PMR yang ada disana.

"Woi tolongin gw, ini ada anak orang pingsan!!" Kemudian beberapa dari mereka membuka pintu dan langsung meletakan Vina pada ranjang, sedangkan lelaki itu menunggu didepan dan ingin memastikan bahwa gadis itu tersadar kemudian ia baru akan pergi meninggalkan.

Salab satu anggotanya keluar dan langsung dihujani pertanyaan oleh lelaki yang mengantarnya tadi.

"Dia kenapa? Dia baik-baik aja kan? Cepet dong jawab, gw butuh jawaban bukannya lo malah diem!"

"Bisa gak berisik? Gw jawab satu-satu. Pertama dia baik-baik aja, kedua dia cuman kelelahan dan gak ada terjadi apapun" kesal anak PMR yang dihujani pertanyaan.

Terdengar helaan napas lega dan selanjutnya ia melangkah masuk dan melihat bahwa Vina sudah duduk diranjang nya dengan muka pucat pasi, kemudian ia tersadar dari lamunannya ketika seseorang melangkah mendekat.

"Ja-jangan, gw gak tau apa-apa, gw beneran!!" Ia menjerit tertahan napasnya tercekat, namun lelaki itu malah mengerutkan kening tidak mengerti.

"Lah, lo kenapa? Gw disini gak ngapa-ngapain lo kok, jadi gausah takut. Tadi lo pingsan deket koridor kelas gw" terang lelaki itu kemudian ia melangkah mendekati brankar.

"Bu-bukan gw yang lakuin itu" isak Vina kemudian dan membuat lelaki itu benar-benar bingung.

"Hei tenang, gw disini. Gak ada siapaun yang nyakitin lo, oke?" Ia tersenyum manis dan duduk dibangku dekat brankar.

Keringat dingin mengalir didahinya dan kemudian ia menatap kosong lelaki itu, "dia mau gw mati!! Gw gak akan selamat!! Lo gak tau apapun" ia berteriak putus asa.


Misteri kematian RisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang