Kenangan yang menyiksa

400 17 3
                                    

Dilain tempat Lia berdecak berkali-kali. Seharusnya jalan ini udah bener, kenapa sekarang ia malah jadi muter-muter si!? Ini juga si Airis cuman ngeluh doang kagak ada bantu cari petunjuk sama sekali, sesekali tangan putih itu terus mengusap lengannya yang diterpa dinginnya malam. Ia meneguk salivanya kasar, suaranya terdengar mencicit. Arka cowo itu masih sibuk mengutak-ngatik ponsel mencari sinyal, katanya sih ini dia udah kesesat jauh banget. Sekitar 2 kilometer mereka jalan dan ga ketemu petunjuk sama sekali.

Ia menjadi semakin curiga.

Bapak-bapak yang ia tanya di pinggir jalan tadi sepertinya bukan dari panitia sekolah, pasti warga sekitar. Eh tapi tunggu dulu.

Kenapa seragamnya bisa sama?

Lagipula kalau warga sekitar mana ada jam 1 malam di pinggiran hutan?

Lia menghembuskan napasnya lelah, ia duduk sebentar diantara tanah-tanah, ranting kecil itu menusuk-nusuk kakinya. Ia meringis melihat semua sepatu dan bajunya di lumuri oleh tanah, iya dia tidak ingin mengingat bagaimana malunya terjatuh dan digendong Arka.

Stop! Ini benar-benar memalukan.

Kepalanya bersandar kebatang pohon pinus, pohon ini sangat tinggi dengan bagian luar yang begitu kasar, dedaunan tak henti hentinya bergemerisik kasar. Angin masih mendesau melewati tubuh-tubuh mereka. Ia kedinginan dan tersesat, hah! Lucu sekali.

"Mau sampe kapan? Kita udah nunggu beberapa jam disini. Lo mau kita mati kedinginan?" Nada Lia terdengar datar, dengan tatapan menusuk sengaja diarahkan ke Arka. Cowo i9tu tersenyum kecil, meringis menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

"Gue bener-bener ga dapet sinyal, emangnya lo mau jalan?"

"Lagi?" Kini Airis memotong cepat.

Lia menggeleng sebagai tanda tak setuju, kakinya masih sakit akibat kekilir tadi, senter hpnya bahkan tak berfungsi, alat komunikasi pun mati.

Mereka harus menunggu sampai jalanan terlihat oleh matahari, atau hpnya Arka menemukan sinyal.

Perjalanan jadi begitu melelahkan.

~~~

Dilain tempat, disini Mentari sesegukan dibalik lakban yang menutupi mulutnya. Air matanya tidak berhenti pun dengan darah yang mengalir dari bahunya. Tancapan pisau tadi cukup dalam sehingga Mentari tidak dapat menggerakkan engsel tubuhnya.

"Hiks..hikss." orang didepannya hanya memandang dirinya, menatap kosong kebih tepatnya.

"Kamu benar-benar jahat." Suaranya serak sekali, ia membuka topeng hitamnya. Aku membulatkan mata tidak percaya, tubuhku bergerak mundur, aku benar-benar terkejut.

Dia...

Bagaimana bisa dia hidup lagi?

Risa? Bagaimana bisa? Ga mungkin!

Batinnya berseru menciptakan pertanyaan-pertanyaan yang sangat banyak dikepalanya.

"Kenapa?" Suara serak itu kembali bersuara memecah keterkejutanku.

Ia mengulurkan tangannya menyentuh sisi pipiku, membelai lembut sekali. Air matanya kemudian menetes, ia menangis tanpa suara.

Kenapa dia malah menangis? Bukannya seharusnya aku?

Kepalaku menggeleng kuat, ini pasti mimpi. Tapi mengapa sakitnya tusukan ini begitu nyata? Tidak mungkin kan seseorang yang sudah mati bisa hidup kembali? Apalagi membalaskan dendam seperti ini?

"Kamu pasti terkejut ya sayang~" dia tersenyum, nadanya kembali seperti diawal begitu mengerikan, aku semakin menangis saat dia menarik ujung rambutku dengan keras, menamparku berkali-kali. Ini sakit tuhan!

Misteri kematian RisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang