[ hey, aku boleh minta votenya buat semangat? ]
" it's like talking to a brick wall. "
"Bang Doyoung gak dateng, Ma?"Jaemin bertanya sambil menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Mama yang ditanya malah menatap Raya dihadapannya, mama merasa perubahan ekspresi diwajah Raya.
"Doyoung gak kesini, kak?"
"Aku larang."
Iya, Doyoung itu gak pernah absen ke rumah Raya setiap malam ya walau berkunjung cuma salim terus balik lagi pulang, ngajarin Jaemin belajar, beresin kamar Raya, beresin dapur karna mengganti tugas Raya, nemenin Raya ngobrol, nyuruh Raya belajar buat Ulangan dan lainnya. Intinya gak pernah kecuali ya itu, Izin karena ada yang lebih penting atau dilarang Raya.
Mama keliatannya bingung, dari pulang tadi Raya bener-bener gak ada semangatnya. Tapi mama tau kalau Raya lagi gak beres sama Doyoung.
"Tumben kamu makan dikit."
Raya diam. Baru saja menyelesaikan makan malamnya minus papa karena pulang besok pagi.
Kalau dia bilang hari ini makan empat mangkuk ramen bisa berabe calon ramen instannya nanti.
"A-aku baru makan tadi sore."
Mama memerhatikan Raya seakan tau anak nya berbohong. Tapi mama gak ambil pusing, Raya emang keliatan kenyang dan gak mood makan daritadi. Dia mengangguk, ngebiarinin Raya cuci tangan dan pergi ninggalin meja makan.
Raya membuka kamarnya, membuka celah tirai jendela yang lebar didepan meja belajarnya yang panjang dari ujung ke ujung. Meja belajar Raya trapesium ngikutin tembok yang hampir sepenuhnya jendela lebar.
Rumah Doyoung didepannya terlihat tenang. Doyoung juga nurut, dia benar-benar gak ke rumah Raya.
Pintu kamar yang masih terbuka membuat Jaemin melihat tingkah kakaknya leluasa. Dia bersender dipintu mengangkat satu alisnya.
"Jadi hari ini lo udah ngabisin berapa mangkuk ramen?"
"ASTAGHFIRULLAH!" Raya tersentak ke belakang kaget. Menatap adiknya dengan mata membulat. "Lo nih ya emang—aish!" Tangan Raya bergerak seperti hendak memukul. Tangannya diturunkan kembali, melipatnya didepan dada. "Empat."
Jaemin mendesah panjang, "mau mati ya lo?!"
"Lo yang bikin gue hampir kena serangan jantung."
"Nanti lo usus buntu. Kanker. Na Jaeraya."
Raya emang ngerasa suara adiknya melembut, tapi dia malah ketawa pelan baru tertawa keras sampai rukuk-rukuk mukulin kasur. Jaemin bingung lah aneh banget kakaknya.
"Ma–HAHAHAHA." Raya mencoba menghentikan tawanya. Menghempaskan air mata yang hampir turun dipipinya. "Mau jadi Doyoung kedua karena dia gak kesini sekarang?"
"Biar lo gak ngintip-ngintip ke rumah bang Doyoung. Nungguin kan lo?"
Raya tersenyum miring, "Sotoy."
"Tsundere banget segala bilang gak boleh kesini."
Raya mendengus, namun setelahnya ia mendengar gerbang terbuka. Papa gak mungkin kan pulang sekarang? Suara deru mobilnya aja gak kedenger—pintu utama kebuka. Raya bisa ngeliat jelas ada batang hidung Doyoung. Dia langsung dorong Jaemin dan menutup pintunya. Lari ke atas kasur, dan memunggungi pintu kamarnya.
"Loh bang, tumben datang telat."
Raya tentu bisa denger suara Jaemin. Dia masih ada didepan kamarnya.
"Bunda mau dinas. Ngebantuin packing dulu."
"Oh. Itu tuh kak Raya udah nungguin pakai acara ngin—"
"JAEMIN DIPANGGIL MAMA BUDEK BANGET."
Itu yang teriak Raya, memberhentikan omongan Jaemin yang rese pakai banget. Raya udah gak denger suara lagi cuma pintu yang kebuka. Doyoung masuk, nutup pintu lagi.
Dia menghembuskan nafas panjang. Raya pura-pura tidur.
"Raya marah?" Tanya Doyoung dengan suara lembutnya.
Raya lemah. Dia gak bisa denger suara lembut Doyoung. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat.
Doyoung duduk dipinggir kasur, membalikan tubuh Raya dengan mudahnya. Refleks Raya membuka mata, tatapan sahabatnya teduh. Lebih teduh dari suara rintikan hujan yang damai.
"Raya, kenapa?"
ayo di pencet bintangnya ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Terdepan
Fanfiction[#김도영's] ❝ aku lah orang yang selalu ada untukmu, meski hanya sebatas teman. ❞ - garis terdepan, Fiersa Besari. @ahjusyit, 2O20