[ hey, aku boleh minta votenya buat semangat? ]
“ let the cobbler stick to his last. ”
Doyoung kaget, jika saja dia tidak menetralkan detak jantungnya mungkin sakitnya makin parah. Namun tak jauh didepannya Raya lebih parah.Raya pingsan bersama genangan bubur yang terjatuh.
Ternyata bukan gelas besi yang jatuh, melainkan rantang bubur yang sedang Raya pegang. Doyoung gak ngerti lagi kenapa Raya bisa pingsan dengan keadaan yang gak elit sama sekali. Tanpa nunggu lama dia langsung mengangkut Raya ke rumahnya, mau ke rumah sakit juga gak bisa karna mobil lagi dipakai Gongmyung.
Rumah Raya kelihatan ramai dari biasanya, ada mobil yang terparkir didepan halaman rumah.
"JAEMIN!" Teriak Doyoung, matanya tak lepas dari wajah Raya. "JAEM—"
"Beris– BUSET KAKAK GUE ITU?!"
"Ini mobil siapa?"
"Jeno."
"Gue mau bawa Raya ke rumah sakit. Ambil kunci mobilnya, buruan!"
Jaemin ikutan panik, jarang-jarang kakaknya pingsan apalagi terakhir pingsan sekitar setahun yang lalu karna gak tidur dua hari dan shock ketemu kecoa terbang. Loh ini yang katanya nengok orang sakit kenapa dia yang pingsan?
Jaemin keluar, bareng dua orang dibelakangnya. Mark dan Jeno.
Jaemin langsung ngebuka pintu penumpang disebelah kursi kemudi membiarkan Doyoung mendudukan Raya disana kemudian dia mengambil kunci mobil dari tangan Jaemin.
"Gue kesana abis nyelesain tugas, gak lama kok. Nanti lo hubungin gue aja ya bang."
Doyoung mengangguk, "kabarin mama juga sama papa."
Selanjutnya, Doyoung benar-benar menginjak pedal gas dengan kecepatan tinggi. Persetanan dengan Raya yang diajak mati. Kalau Raya mati, Doyoung harus mati. Itu prinsipnya.
YA BOONG LAH
"Lo bodoh tau gak Ray?!" Umpat Doyoung sambil memukul-mukul stir mobil. Matanya terus melirik Raya yang seperti tak bernyawa disampingnya.
"Gue bilang pulang. Gak usah urus gue, sekarang lo yang kena kan?" Nadanya berubah, menjadi lebih lembut. "Lo itu beda Raya. Lo itu gak manusiawi. Lo cuma doyoungwi."
Sekarang Doyoung udah kaya orang gila yang berbicara dengan orang pingsan.
"Ray, bangun ya? Kita gak usah ke rumah sakit nanti. Kita beli ramen aja yang banyak janji deh."
Hening. Hingga mobil Doyoung berhenti dipelataran IGD dan Raya benar-benar tak kunjung membuka matanya.
— g a r i s —
"Mama jadi nyesel nggak negur Raya makan ramen."
Raya. Dia baru siuman sejam setelah berbaring diranjang rumah sakit. Lalu habis itu dia ngeluh sakit perut, pas di cek Gadis itu memang benar-benar pala batu. Udah dibilang jangan makan ramen kebanyakan dan kena dampaknya sekarang.
Iya, gadis itu usus buntu dan sudah dipindahkan ke ruang inap.
Doyoung duduk dikursi besi depan ruangan. Matanya terpejam, memikirkan kebodohan sahabatnya.
"Doyoung mana Jaem?" Tanya mama yang ada didalam ruangan berempat sama Jaemin, Jeno dan Mark.
"Katanya keluar dulu sebentar."
"Eum Tante, emangnya Kak Raya suka makan berapa mangkuk ramen?"
Jaemin melotot melihat temannya bertanya ke mama sedangkan mama malah menatap Jaemin dengan alis terangkat satu.
"Jaemin, mama gak tau. Berapa mang– berapa Mark?"
Kenapa mama ikut nanya Mark? Karna laki-laki itu langsung menunduk sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Keliatan banget kalau Mark tau tentang Raya.
"B-bisa belasan dalam seminggu tante."
"Astaghfirullah. JAEMIN KOK KAMU GAK NEGUR KAKAK KAMU SAMA SEKALI SIH?!"
Jaemin diam, Mark diam begitu juga Jeno yang ngerasa bersalah nanya begitu. Mama mendesah, bebannya merasa nambah dia pun langsung keluar menghampiri Doyoung yang tengah terlelap dikursi.
"Doyoung?"
Doyoung tak mengubrisnya, membiarkan mama duduk disebelahnya dan mengusap bahu lelaki itu.
"Mama." Panggil Doyoung, matanya terbuka lalu menatap wanita yang terlihat awet muda disebelahnya. "Maafin Doyoung ya, keseringan ngizinin Raya makan ramen. Doyoung juga negur dia kok. Jaemin gak salah."
Mama diam menatap Doyoung lebih dalam, "Kalau Doyoung waktu itu gak ngajak Raya makan ramen pas pertama kali masuk SMA, Raya pasti gak akan usus buntu."
"Doyoung, usus buntu cuma hal kecil yang masih bisa ditangani." Ucap mama tak kalah lembut. "Kamu jangan bikin seolah usus buntu bakal ngehilangin nyawa Raya."
Doyoung mengangguk-angguk. Iya, dirinya terlalu berlebihan.
"Kamu mending pulang. Istirahat. Masih sakit kan?"
"Udah—"
"Mama tau kamu masih sakit apalagi khawatir sama Raya. Tenang, calon istri kamu baik-baik aja kok."
"...ma???"
Mama tertawa puas melihat wajah Doyoung yang menunjukan apa-apaan? Bahkan ekspresinya masih sama seperti waktu mama mengatakannya beberapa minggu yang lalu.
"Oprasinya kapan?"
"Rencananya dua hari lagi biar besok Raya istirahat sebentar dulu. Padahal dokternya minta besok juga."
Dua hari lagi.
Doyoung memejamkan matanya lalu mengangguk sebelum bangkit dari kursi, "Yauda deh besok Doy kesini lagi."
"Pulang naik apa?"
"..."
"Naik taksi?"
Wajah Doyoung memucat. Ia bahkan lupa mengambil ponsel dan dompetnya yang ada dikamar.
"Doyoung lup—"
Cklek
"Bang, nih dari kakak."
Dompet Doyoung ada di Raya???
"Jaemin, kamu pulang sana sekalian sama Doyoung."
BODOAMAT DEH SEKARANG DOYOUNG MIKIRNYA KENAPA NIH DOMPET ADA DI RAYA???
Jeno : "lo kenapa gak ngasih waspada satu sih bangsat."
JAEMIN MAU VOTE KALIAN KATANYA
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Terdepan
Fanfiction[#김도영's] ❝ aku lah orang yang selalu ada untukmu, meski hanya sebatas teman. ❞ - garis terdepan, Fiersa Besari. @ahjusyit, 2O20