37. Papa

369 44 4
                                    

" a bird in the hand is worth two in the bush. "

 Hari selasa begini Raya milih mandi siang soalnya gerah banget

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari selasa begini Raya milih mandi siang soalnya gerah banget. Untung gak ada orang rumah. Jaemin sekolah, mama sama papa tentu kerja.

Raya jadi bebas dirumah.

Dia merentangkan tangannya dan langsung mengambrukan diri dikasur. Tadi malam mama bener-bener khawatir Raya belum pulang dari sore apalagi denger dari mulut Doyoung yang dikasih tau Ten kalau kelas dibatalin. Belum lagi Yuta bilang kalau dia gak lagi sama Raya.

Raya jadi inget gimana paniknya Doyoung tadi malem. Panik untuk pertama kalinya setelah kejadian itu.

"Ra... ya."

Raya membuka matanya, menoleh ke arah pintu yang emang dibuka. Ada papa disana. Baru aja mau nutup pintu, papa nahan sampai rela tangannya dijepit.

"B-bentar Astaghfirullah sama papa sendiri."

Akhirnya Raya ngebukain pintu tapi tangannya meraih penggaris besi dimeja belajar lalu menyodongkannya.

"Lo setan ya?! Papa gue lagi kerja gak usah berubah segala."

Papa mengernyit lalu ketawa terbahak-bahak. Raya masih kaya bocah ternyata.

"Ini papa bukan setan. Tadi sengaja buka gerbang pelan-pelan terus masuk lewat pintu garasi soalnya kalau lewat depan pasti kamu langsung ngehindar."

Raya menurunkan penggaris besi itu. Dia mengelus dadanya, udah takut duluan kalau beneran ada setan disini. Tapi sedetik kemudian wajahnya jadi tegang lagi. Dia kan lagi ngehindarin papa sama mama!

"K-kenapa pulang?" Tanya Raya, mengalihkan wajahnya ke tirai yang masih ditutup tapi tenang aja kok Raya nyalain lampunya nggak gelap-gelapan.

"Eum... keluar yuk?" Ucap papa pelan takut Raya tiba-tiba nutup pintu karna kaget ucapan dia. Tapi Raya malah ngernyit bingung. "Papa beliin ramen tapi jangan bilang ke mama sama Jaemin."

Raya awalnya mau nolak tapi pas ngedenger kata Ramen otaknya jadi kemana aja. Udah hampir sebulan semenjak Raya operasi dia gak pernah makan ramen lagi.

Tapi... gak Raya! Inget kalau mereka itu jahat!!!

"Yaudah kalau gak—"

"Ayo!"

Umpatin Raya aja gapapa. Serius deh gapapa:)









Raya tersenyum lebar waktu ramen dengan mangkuk besar sampai dimeja mereka. Papa gak bohong. Dia beneran beliin Raya ramen malah yang porsi dinosaurus.

Papa juga senyum kecil waktu ngeliat Raya seneng, senyum pertama yang ada dimatanya.

"Raya." Panggil papa. Raya tak mengubris, dia lebih memilih membersihkan sumpit sebelum akhirnya mencoba kuah ramen sedikit. Matanya kembali berbinar. Raya kangen ramen pake banget!

"Kamu cantik."

Raya mendongak cepat, melotot waktu papanya bilang begitu.

"Raya gak mau jadi istri papa, serius! Jangan ajak Raya nikah sir—"

"Kamu mirip mama kamu dulu. Kamu sempurna bagi papa, Raya."

Raya diam. Dia sadar kemana arah pembicaraan mereka sekarang.

"Dulu papa pernah ketemu mama kamu waktu masih kecil. Dia anaknya ceroboh, kalau makan harus lebih dari satu piring, gak tau malu." Ujar papa, tersenyum mengingat kenangan lamanya. "Papa gak suka mama kamu."

Raya menunduk. Lebih memilih mengaduk ramennya daripada memakannya. Dia juga gak berani buka suara.

"Papa sama mama ketemu lagi pas kuliah. Mama itu anaknya temen omah, sering ke rumah juga. Tapi sifatnya udah beda."

"Terus apa hubungannya sama Raya?"

Papa menarik nafasnya, "Waktu mama hamil, oma berharap cucu pertamanya itu cewek. Tapi papa gak mau soalnya papa takut kamu kaya mama. Waktu kamu lahir papa sempet kecewa karna keukeuh anak papa cowo ditambah lagi semua anak pertama temen-temen papa itu cowo."

"Jael yang ngeliat papa diem terus nyuruh kamu dikasih ke dia. Awalnya papa mau, tapi mama nggak. Mama sayang kamu, oma juga langsung mukulin papa begitu ngedenger persetujuan papa. Akhirnya papa nolak, ngurusin kamu yang sifatnya ternyata bener-bener mirip sama mama kamu."

"Ceroboh... sama gak tau malu?"

"Tapi kamu lebih."

Raya memakan ramennya dengan mood berantakan. Dia nyerna ucapan papa, berarti papa lebih gak suka Raya kan?

"Papa gemes sama kamu. Tangisan kamu, tawaan kamu, manjaan kamu. Itu bukan buat papa makin gak suka, tapi makin nerima kamu jadi anak papa." Lanjutnya, menjeda hingga lima detik. "Papa selalu suka sama apa yang kamu lakuin Raya."

"Tapi kenapa kemarin mama—"

"Mama cuma takut gak ada yang mau jadi pendamping hidup kamu karna papa pernah gak suka sama sifatnya."

Raya gak nangis kok serius.

Tapi, YA BOONG LAH ORANG AIR MATANYA UDAH BERJATUHAN BEGITU.

"Kenapa papa bisa suka sama mama?"

"Karna mama kamu berubah dan papa nerima apa adanya kaya sekarang papa nerima kamu. Papa sebenarnya kangen sifat mama yang ceroboh juga."

"Y-yaudah. Raya juga mau berub—"

"Jangan." Potong papa. "Papa mau ngeliat orang yang nerima kamu apa adanya. Kamu tetep harus jadi Raya, jangan jadi orang lain. Kalaupun nanti kamu hidup sendiri, ada papa yang nemenin kamu."

"Papa..."

Raya berpindah menuju kursi disamping papa lalu memeluk pria itu. Isakannya terdengar jelas, membuat tangan papa mengelus helai rambut anaknya.

"Papa sayang kamu. Papa sayang Jaemin. Mama juga."

Garis TerdepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang