"Tadi malem kok gue telpon gak diangkat-angkat?"
"Mati. Gue udah tidur." Bohong Raya.
"Tumben jam sepuluh udah tidur."
"Tuhkan gue tidur sore dimarahin gue tidur malem dimarahin!"
Raya bisa ngedenger jelas suara tawaan Yuta disebrang sana, adem.
"Mau sarapan dimana kita hari ini nona Jaeraya?"
Raya bergumam sebentar lalu menggeleng tapi sadar Yuta tidak akan melihatnya akhirnya dia menjawab, "nggak. Gue mau sarapan dirumah aja."
"Masak sendiri?"
"Bareng mama papa." Kata Raya terdengar antusias. Yuta terdiam sebentar, tersenyum tipis mendengarnya.
"OOOOOKE! Nanti siang ketemu dialfamart depan perum lo, ya?"
"Ngapain?"
"Kangen aja. Dadahhhh!"
Raya terkekeh lalu mematikan ponselnya. Dia berjalan keluar kamar, memastikan ketegarannya sebelum berjalan ke arah dapur.
Mama yang tengah menaruh makanan dari dapur ke meja makan langsung menghentikan aksinya melihat Raya tanpa berkedip.
"Aku bantu ya ma." Ucap Raya, mengambil empat gelas dirak. Waktu ingin menaruh dimeja makan, dia menoleh ke mama yang masih memperhatikannya. "Ma?"
"Ah iya..." ucap mama sadar. Mama melanjutkan pekerjaannya sesekali mencuri pandang ke anak sulungnya.
Jaemin turun dari tangga bareng sama papa yang keluar kamar. Kedua laki-laki itu saling tatap-tatapan dan melemparkan senyum mereka lalu berjalan ke meja makan.
"Selamat pagi isteriku tercinta..." sapa papa mencium kening mama. Mama menggeleng-geleng, selanjutnya papa menghampiri Raya dan mengacak rambut berkilau itu. "Selamat datang kembali anak kesayangan papa..."
"Aku?" Jaemin menunjuk dirinya, menatap papa yang alisnya udah naik satu.
"Kamu anak papa??"
"DIH GITU YA PA OKE KEMUSUH—"
"Kamu tadi malem abis darimana pulang jam satu?" Mama menyela, duduk disebelah Raya yang lagi naruh nasi goreng ke piringnya. Jaemin diem, melirik mama tapi mengabaikannya.
Setelahnya hening, ah atau lebih ke canggung?
"Nasi gorengnya tambah enak aja aku tinggal. Curang ya..."
Mama tiba-tiba tertawa, "itu waktu bikinnya ditabur pake rasa rindu mama ke kamu."
Papa terkekeh tapi Jaemin nggak. Dia sibuk sendiri makan nasi goreng yang emang faktanya nambah enak aja.
Diantara mereka gak ada yang nyinggung masalah kemarin. Mereka tau pasti bakalan bikin nambah canggung. Raya jadi bersyukur punya keluarga begini.
Muak sama keheningan, Raya menendang tulang kering adiknya bikin Jaemin langsung memekik memegang kakinya.
"SAKIT TAU KAK!!"
Raya tersenyum miring. Kangen juga denger suara berisik Jaemin.
"Galau ya?" Tukasnya sambil mengunyah.
"Sok tau." Jawab Jaemin ketus melanjutkan makan. Raya mengangguk-angguk terus menunjuk Jaemin pake sendok.
"Gue boleh seneng gak sih lo putus sama pacar lo?"
Papa menghentikan makannya, menoleh ke Jaemin.
"Kamu putus na?"
"NGGAK APA SIH UDAH AH MALES."
"Tapi papa setuju sih kamu galau kayanya. Apalagi pulang larut malam abis darimana?"
"Heejin ulang tahun."
Mama yang menonton mulai ngeluarin suaranya, "yaudah minggu depan ajak makan malem disini ya? Mama libur soalnya."
Jaemin mengangguk.
"Kalau kamu sama Yuta gimana?"
Sekarang giliran Raya yang diem. Dia jadi ngunyah makanan pelan terus menaikan bahunya, "ya gitu."
"Yuta?" tanya papa. Jaemin majuin badannya natap kakaknya dengan mata terpincing.
"Gue kira lo sama Yuta boongan."
"Lo kenal?"
"hm. Gue sering ketemu kalau ikut bang Mark nongkrong."
Sekarang papa yang giliran bertanya, "baik gak anaknya?"
"mungkin kalau gak baik Raya udah mati kelaparan dikamar."
"Oh jadi dia yang sering mesen grabfood malem-malem?"
Raya mengangguki ucapan mama. Mereka langsung melanjutkan sarapan lagi dengan tenang.
Tapi nggak Untuk Jaemin.
"Atuy!"
Yuta yang lagi ngebuka bungkus es krim langsung noleh ke arah jalan masuk perum. Raya dengan baju rumahannya menghampiri.
Raya dengan senyumannya.
"daritadi?" tanya Raya, duduk dikursi sebrang Yuta. Lelaki itu mengangguk sebagau jawaban lalu mendorong susu coklat ke Raya. "kan gue mintanya fanta..."
Yuta menghembuskan nafasnya sambil memakan es krim ditangannya.
"mau ngapain kesini?"
Yuta seketika berhenti, sedikit membatu menatap Raya dengan pandangan tidak bisa ditebak. Dia mengigit seluruh es krim lalu melempar bungkusnya ke tempat sampah.
Raya menaikan satu alisnya bingung tapi waktu Yuta menoleh ke arahnya dia langsung terbahak.
Dipinggir mulut Yuta penuh es krim, lucu banget deh.
"sori." kata Yuta sambil membersihkan es krim dimulutnya dengan baju. "ehm—duh gimana ya."
Raya diam memerhatikan gerik Yuta.
"Jaeraya." panggilnya sambil menatap Raya. "lo masih mau gini terus sama Doyoung?"
Raya membeku, nada suara Yuta bener-bener gak kaya biasanya. Mimik wajahnya juga bisa dibilang serius.
"kenapa lo tiba-tiba ungkit Doyoung?"
Yuta menarik nafasnya, "Doyoung masih sering merhatiin lo. Masih sering nanyain lo kalau lagi nongkrong sama gue walau diem-diem."
"terus? Lo tau kan gue—"
"lo bukan gak dianggap. Tapi Doyoung bingung mau ngasih tau lo gimana sedangkan lo selalu bilang kalau Doyoung calon suami lo. Dia bukan mau jadi pengkhianat, tapi dia takut nyakitin lo." ujar Yuta panjang lebar. Raya menunduk, menatap sendalnya.
"gue tau sakit bagi lo. Tapi selagi masih ada kesempatan kenapa gak—"
"gue benci Sejeong. Puas?!"
Yuta menelan ludahnya lalu mengangguk-angguk, "kalau itu gue gak bisa bilang apapun. Tapi kalau emang lo bener-bener benci Sejeong, jangan benci Doyoung."
Mata Raya berkaca-kaca. Tangannya masih menggenggam kotak susu. Dia juga ngerasa dirinya bersalah, tapi dia bingung dia harus gimana.
"kalau lo suka sama Doyoung, ungkapin."
"gue gak suka sama dia kok!!" elak Raya.
Yuta tersenyum tipis, "gue boleh nanya?"
Raya mengangguk.
"gue pacar boongan lo kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Terdepan
Fanfiction[#김도영's] ❝ aku lah orang yang selalu ada untukmu, meski hanya sebatas teman. ❞ - garis terdepan, Fiersa Besari. @ahjusyit, 2O20