[ hey, aku boleh minta votenya buat semangat? ]
" something is better than nothing. "
Pintu ruangan operasi terbuka, brankar terlihat keluar dari ruangan serba putih itu didorong oleh satu keamanan rumah sakit dan dokter muda dibelakangnya yang ikut mendorong brankar itu dan mama yang menemani Raya diruang selesai tadi. Beberapa pasang mata yang menunggu entah keluarganya atau kerabat didalam ruangan sana menatap brankar yang ditiduri gadis lemah disana.
"Itu kak Raya!" Sahut Jaemin menunjuk Raya yang bergetar kedinginan setelah keluar dari ruang operasi. Wajahnya pucat pasi, mata Raya melirik sana sini sambil mengucapkan satu nama yang membuat Jaemin lelah. Doyoung.
Tak mendapatkan batang hidung yang diharapkan, air mata menjurus dipipi Raya. Gadis itu benar-benar menginginkan Kim Doyoung yang tak tahu kemana.
Kini Raya telah dipindahkan ke brankar dikamarnya. Gadis itu terkulai lemah, Jaemin masuk dahulu bersama dengan dua orang dibelakangnya.
"Kak, sakit?"
"Dingin Na, gue masih gak b-bisa gerak." Kata Raya, bibirnya bergetar kedinginan. Jaemin langsung menyelimuti kakaknya lagi hingga dada melapisi selimut rumah sakit yang sudah setia ditubuh Raya dari ruang operasi. "Nana gue gak bisa gerak, gue berasa kaya kuyang."
Dokter disana terkekeh, dia mengganti infusan Raya dengan yang baru lalu tersenyum ke gadis itu.
"Kamu baru bisa makan setelah buang angin ya Jaera. Nanti saya kesini lagi untuk cek kamu, sekarang istirahat. Cepat sembuh Na Jaeraya." Ucap Dokter itu sebelum akhirnya meninggalkan ruangan.
"Ganteng ye kak dokternya?"
Gantengan Doyoung
"Berisik. Mama kemana?"
"Lagi telpon sama sekertarisnya."
"Papa?"
"Ke Batam. Maaf katanya cuma bisa jagain lo semalam doang."
Raya mengangguk mengerti, pasti papa lagi urusin perusahaan yang ada diBatam dan menyerahkan semua urusan yang diJakarta ke mama. Dan pasti mereka sibuk, belum lagi harus menjaga Raya disini.
"Raya, kamu gapapa?" Tanya Mama berhambur masuk ke dalam ruangan dengan wajah panik sekaligus pusing. "Sakit ya?"
Raya menggeleng.
"Mama..." mama menggantungkan ucapannya, lalu matanya berubah merasa bersalah. "Mama harus meeting ada klien yang gak mau diundur."
"Mama pergi aja."
"Gapapa nak?"
"Gapapa, lagian ada Jaemin, Mark sama j-jeno...?"
Senyum mama mengembang, dia mengambil tas nya dan mengecup dahi Raya pelan. "Maafin mama ya, mama pamit dulu. Mau dibawain apa?"
"Kalau ketemu Doy-"
"Mau Jaemin antar gak ma?"
Mama menoleh lalu menggeleng, "nggak usah. Mama udah nyuruh pak Riyan jemput mama. Pamit ya, nitip Raya."
Setelah mama pergi, Raya melirik ketiga bocah dihadapannya. Yang satu lagi ngobrol sama Jaemin yang satu lagi mainin hpnya, masih dengan seragam sekolah yang melekat ditubuh. Raya pun pura-pura batuk, matanya menatap mereka bergantian.
"Bisa ya lo berdua bolos. Lewat mana?"
Mark dan Jeno langsung menatap Raya kaget. Ketahuan broo.
"E-eh, anu..."
"Lewat mana Mark?" Tanya Raya lagi dengan intonasi galak karna Jeno menjawabnya dengan gagap.
"lewat tembok taman belakang." Ucapnya lancar.
"Bilang ke mama apa?"
"Guru-guru rapat."
Tatapan Raya kini beralih ke Jaemin yang matanya sudah celangak-celunguk, "udah direncanain ya Jaem?"
Deg
Hening.
"hahahahahahahahaha."
Jaemin, Mark dan Jeno mengernyit mendengar Raya berbicara seolah ketawa.
"Lo kenapa?" Tanya Jaemin bingung.
"Gue gak bisa ketawa anying sakit."
Hening lagi.
Kini giliran mereka bertiga ketawa kenceng, suaranya mungkin bisa terdengar hingga keluar kamar. Raya memutar bola matanya, tuh kan receh banget ya kan. Padahal mereka gak tau aja Raya lagi nahan muntah.
"Bagus bolos karna gue," ucapan Raya mampu meredakan tawa mereka. "Santuy aja, gue juga sering cabut dulu."
Jaemin mengangguk mereka mendekat ke Raya lalu duduk dikursi yang ada disana.
"Jaem, plastik dong."
"Ken-"
"HUEKK."
"EH EH." Jeno berlari mengambil plastik yang ada dinakas lalu memutar kepala Raya agar memasukan mulutnya ke plastik itu. Raya nurut beda dengan Mark yang malah lari keluar sedangkan Jaemin riweuh nyari minum.
"Aduhhh ari si Mark kemana euy?!"
"Beli minum kayanya."
Jaemin langsung lari keluar, menyusul Mark yang sudah jauh. Jeno menaruh plastik disebelah Raya lalu meraih tas nya di sofa mengambil tumblr yang selalu ia bawa tapi gak pernah dikeluarin. Iya, Jeno malu bawanya, dia bakalan minum kalau gak ada orang.
Didalam hati Raya ia tersenyum walau sebenarnya sedih, sangat sedih. Doyoung tidak ada, dia kira tidak ada yang peduli lagi. Namun nyatanya, tiga bocah yang ia kenali kini terlihat seolah bodyguard.
Raya jadi gak ngerasa sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Terdepan
Fanfiction[#김도영's] ❝ aku lah orang yang selalu ada untukmu, meski hanya sebatas teman. ❞ - garis terdepan, Fiersa Besari. @ahjusyit, 2O20