Kemurkaan

1.5K 184 73
                                    

Hai kalongers! semoga sehat selalu dan jangan bosen mampir ninggalin jejak di kolom komentar. 

curcol dikit ya. kalau udah up chapter atau story selanjutnya, kebanyakan gak balas komen di chapter atau story sebelumnya. tidak ada maksud sombong pilih-kasih kok. serius. *cuma kasih tahu, gak usah dikomen curcolan ini.*

*

Sorot mata Jisoo langsung tidak suka melihat cek pemberian Seohyun senilai 12 juta won. Belum lagi ternyata sang kakak mengaku sudah memperpanjang masa sewa apartemen. Tidak ada maksud kurang bersyukur atau tak tahu terima kasih. Hanya tak mau membebankan sang kakak dan malu karena merasa tidak bisa mandiri.

"Mengapa Unnie melakukan ini? Seharusnya bicarakan dulu padaku. Kamera, sewa apartemen, dan sekarang cek. Apa-apaan?"

"Jisoo, aku kakakmu dan tahu bagaimana dirimu. Kau tak mau meminta dan jika diberi pasti menolak. Jadi mau tak mau sudah kuperpanjang sewa selama tiga tahun dan tidak bisa ditarik lagi terlepas menerima atau tidak."

"Unnie membuatku terlihat lemah. Aku tidak suka."

"Kau tidak lemah tapi egois karena merasa bisa hidup sendiri. Jisoo, kau punya keluarga, sahabat, dan rekan bisnis."

Di dalam sepasang kakak-adik berdebat soal uang dan perasaan tidak enak. Di luar Rose dan Yoona menguping berharap semua rencana berjalan lancar. Seohyun dan Yoona sepakat membantu Rose untuk berbohong pada Jisoo soal uang pemberian Yoochun. Walau berat dan sempat tidak setuju, tapi tidak ada solusi lain.

Mereka berpikir akan lebih mudah bagi Jisoo menerima uang yang diberikan Seohyun karena beralasan hubungan saudara. Rumit sekali harus meyakinkan Jisoo bilamana tahu alasan sebenarnya bahwa uang tersebut adalah transaksi untuk kepulangan Rose.

"Unnie, aku tidak akan memaafkanmu jika saat kukembalikan kau tidak mau menerima," rajuk Jisoo terdengar di balik pintu.

Yoona dan Rose buru-buru angkat kaki karena berarti sepasang kakak-adik siap keluar. Mereka bersembunyi di balik tembok persimpangan tanpa ingin mengintip karena takut ketahuan. Beberapa saat kemudian terlihat Seohyun kebingungan mencari. Barulah keduanya membuka suara lirih.

"Aigooo, kukira di mana."

"Unnie, gomawo. Maaf harus melibatkan Unnie."

"Rose, sudah kukatakan ini sangat berisiko. Tapi terima kasih atas semua yang kau beri pada Jisoo."

Rose menggeleng cepat. "Jisoo unnie melakukan banyak hal untukku. Setelah ini kami mungkin akan lama untuk bertemu lagi."

"Saat bertemu nanti mungkin bertengkar," celetuk Yoona menepuk-nepuk bahu Rose mencairkan suasana. "Kami pergi dulu. Tunggulah paling tidak 2 atau 3 menit baru masuk agar Jisoo tidak curiga."

*

Dari apartemen Jisoo hingga sampai di rumah, Seohyun seperti orang kebingungan. Meresahkan sesuatu. Mungkin pula seputar Rose dan Jisoo. Ada rasa tidak nyaman karena sudah berbohong terlebih pada adik sendiri. Namun, Seohyun tidak bisa mengambil andil lebih banyak karena keputusan Rose sudah bulat.

"Chagi," panggil Yoona menggenggam jemari Seohyun. "Jangan terlalu dipikirkan! Mungkin ini yang terbaik."

"Eeeemmm..., huft. Entah mengapa aku merasa ini tidak adil untuk Rose. Dia wanita polos, masa mudanya cukup sulit, sampai yaahh kita sama-sama tahu. Sekarang...,"

Seohyun sulit mengatur ucapan sendiri karena terbebani apa yang telah dialami Rose. Dia tak paham mengapa hal-hal berat harus menimpa Rose yang notabene sebatang kara. Ya, Rose punya keluarga kaya, warisan melimpah, tapi mengapa jadi begini? Mengapa seorang ayah tega 'membeli' hidup putrinya sendiri? Mengapa sebuah keluarga terhormat harus memberi pilihan pada seorang anak tanpa memenuhi kewajiban mereka?

Be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang