Jealousy

2.2K 187 40
                                    

haaiiiiii semua. semoga selalu sehat!

"DIAM!"

PLAK!

Seohyun dan Yoona langsung keluar dari persembunyian dan menjauhkan keduanya sebelum ada tangan-tangan menyusul.

"Lalu apa bedanya denganmu, Jennie?" tunjuk Rose berada dalam dekapan Seohyun. "Bukankah kau juga hanya melihat dari satu sisi? Apa kalian pernah memikirkan bagaimana hidup kami? Jangan berucap sepatahkatapun yang seakan kau tahu semua tentang kami! Itu benar-benar lancang!"

"Beginilah kebodohanmu, Rose!"

"KIM JENI!" bentak Rose meronta tapi masih berhasil ditahan Seohyun. "Jika benar pamanmu adalah ayahku, maka beritahu padanya. Seorang pria yang tak pernah menafkahi anak-istri tidak layak disebut ayah. Dan apapun kondisi dia sekarang aku sama sekali tidak peduli. Itulah karma. Lagi pula, sudah sangat lama sekali. Mengapa dia baru mencari kami sekarang, HAH? SURUH DIA MENDATANGI ABU IBUKU!"

"Ibumu lah yang menghalangi ayahmu, Rose!"

"Jangan menyeletuk orang yang sudah tidak ada!"

"Cukup! Sudah, hentikan!" lerai Seohyun menarik Rose pergi meninggalkan restoran membuat petugas kebingungan.

Yoona pun meminta maaf atas sikap Rose dan berniat menyusul Seohyun di luar. Rose menjatuhkan tubuh di kursi dan menangkup wajah. Yoona dan Seohyun saling menatap tak tahu harus berbuat apa karena sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Namun, dari obrolan di dalam bisa ditebak bahwa pastilah tentang keluarga. Dengan begini mereka tak bisa serta-merta ikut campur. Satu-satu jalan adalah memberitahukan pada Jisoo.

"Andai Rose bisa lebih tenang mungkin wanita bernama Jennie bisa bercerita lebih banyak terlepas benar atau tidak," tutur Yoona meraih cangkir kopi Seohyun.

"Tapi dalam kondisi begitu pasti sulit mengendalikan emosi. Jika posisi kita ditukar mungkin yang terjadi tidak jauh berbeda. Tidak ada anak yang baik-baik saja ketika ibunya disakiti terlebih oleh ayahnya sendiri."

"Ya, memang benar. Hanya saja kurasa Rose harus menurunkan ego dan mau mendengar apa yang sesungguhnya terjadi. Butuh waktu dan akan selalu bisa kalau mau. Jika dan hanya jika mau."

*

"Aku tidak mau membahas apapun seputar mereka, Unnie. Kau tahu itu," desis Rose ketika Jisoo sudah tahu semuanya dari Seohyun.

"Tap-"

"Kesombongan Jennie harus dilawan. Dan kumohon jangan membicarakan apapun tentang ini lagi. Maksudku, mengapa tidak membicarakan apa yang kita suka atau sesuatu yang membuat kita bahagia saat mengobrolkannya?"

Hati Rose seperti memfosil dan tersimpan dalam kaca yang tak bisa ditembus oleh apapun. Rajutan kisah silam dijadikan sebagai kebenaran mutlak dan turut membatu. Dihantam tidak hancur. Dikeruk tidak kikis.

"Rosie, kalau tidak mau dengar apapun dari mulut mereka, kuharap mau mendengar dariku. Kau berjanji akan menuruti seluruh kemauanku. Ingat?" ucap Jisoo memutar busur yang dilepas oleh Rose sendiri.

Jisoo duduk di sisi Rose dan merangkul pundak lemah tersebut. "Rosie, aku tahu tidak mudah bagi siapapun yang mengalami hal sepertimu untuk berbesar hati menerima mereka. Tapi tiada salahnya mendengarkan ucapan paman dan saudaramu sedikit saja. Mungkin memang ada kebenaran yang tidak kau ketahui."

"Apapun itu tidak akan mengembalikan eomma atau memperbaiki masa sulit kami terdahulu."

"Ya, terdahulu. Sudah berlalu dan-"

"Sudah sangat terlambat. Mengapa baru sekarang? Mengapa tidak saat eomma masih ada? Mereka berbicara kondisi? Seburuk apa kondisi tua bangka itu sampai baru mengingat kami? Kalau dia tidak sekarat apa mungkin ingat punya istri dan anak?"

Be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang