4. Pengalaman (1)

831 114 1
                                    

Kampus, Pukul 07.45.

Aku berangkat ke kampus tanpa sarapan, aku memasuki sekretariat fakultas dan menuju jurusan Jurnalistik. Di sana telah ramai dihuni oleh mahasiswa setingkatku, hari ini mulai sibuk menyusun mata kuliah. Mereka menyapaku ramah, aku membalas seadanya, wajah-wajah yang mulai kukenal. Aku melihat-lihat pengumuman dan melihat Vio, dia menuruni tangga bersama seorang temannya.

"Vio," sapaku. Dia menoleh.

"Hi." Dia tersenyum.

Aku mendekati mereka, Vio mengenalkan temannya.

"Perkuliahan belum aktif ya?" tanyaku.

"Belum, hari ini aku mau mendaftar UKM," katanya.

"Sudah menentukan pilihan?" tanyaku lagi.

"Ya, UKM Debat."

"Tak jauh."

"Apa yang tak jauh?"

"Dari jurusanmu itu," jelasku.

Aku mengajak mereka sarapan saat kudengar perutku keroncongan, hei tumben, biasanya hal ini nggak pernah aku lakukan. Tampaknya pergi jauh dari rumah telah mengubah aku. Setelah bertanya pada temannya, Vio lalu mengangguk. Kami menuju kantin, suasana sangat ramai tapi kami segera menemukan tempat yang kosong.

"Kamu, Zi, sudah menentukan mau ikut UKM apa?" Vio bertanya seraya memesan es jeruk untuknya dan temannya. Syukurlah kami tidak lagi canggung.

"Sebenarnya aku nggak niat daftar UKM," kataku. Itu benar aku tak suka sesuatu yang terikat.

"Ya, itu juga pilihan." Dia mengangkat bahunya.

"Diplomatis banget jawaban itu." Kata-kataku membuatnya tertawa.

"Lalu bagaimana dengan UKM Basket atau Renang?" Teman Vio bertanya, ingin ikut eksis dalam perbincangan ini. Aku mengerutkan kening, Vio memperlihatkan ekspresi tersadar.

"Oh, iya, waktu makrab, Yaya bilang kalau UKM musik pasti akan merekrutmu. Trus aku bilang, kalau kamu lebih tertarik pada UKM basket atau renang." Vio menjelaskan.

Sebentar, apa itu artinya ... aku menjadi pembicaraan mereka? Pikirku.

"Oh kamu sendiri, Ya?" Aku bertanya pada teman Vio.

"Aku mau masuk UKM musik, Zi."

Kami mulai mengobrol mengenai banyak hal, aku sedikit kaget saat Vio mengatakan bahwa dia kost tak jauh dari kampus.

"Aku kira kamu bukan pendatang," ujarku.

"Mm ... banyak yang bilang begitu, aku dan Yaya di kosan yang sama. Makanya aku senang waktu tau ternyata jurusan kita juga sama." Yaya mengiakan kata-kata Vio.

"Wah, di kampus sudah sama-sama, di kosan pun bareng."

Vio benar-benar sosok yang hangat dan ramah, aku tak heran hampir sebagian besar mahasiswa di fakultas ini telah mengenalnya, mereka memanggilnya 'Diva'.

"Mereka memanggilmu Diva," bisikku.

"Lalu?" Vio mengerutkan keningnya.

"Kenapa kamu ingin dipanggil Vio?." Dia terdiam cukup lama.

"Hmmm ...."

"Tak apa, kalau kamu nggak ingin membahasnya." Aku memotong pembicaraan itu dengan cepat.

Awal kesibukan baru, aku jarang bertemu Vio sejak percakapan terakhir di kantin, begitu pula dengan Edo. Aku cepat berbaur, bukan aku yang mau tapi tampaknya aku bagai magnet, orang-orang mendekat dengan cepat sangat cepat.

Arah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang