"Maafkan aku." Itu kata pertama yang kuucapkan padanya setelah pergi selama tiga bulan. Rambutnya mulai panjang. Tapi wajahnya semakin cantik, kenapa dia bisa begitu berbeda? Aku hanya meninggalkannya sebentar, yah kuakui itu waktu yang cukup lama.
"Untuk apa?" Dia bertanya pelan.
"Untuk semuanya."
"Entahlah."
Mata kami bertatapan, bukan bohong, aku dapat merasakan, mata itu berbinar saat memandangku. Vio jelas merasakan hal yang sama. Aku memeluknya lama sekali, aku bahkan tak peduli karena aku rasa waktu berhenti saat ini.
"Aku juga minta maaf atas kata-kataku waktu itu," katanya.
"Yang mana?" Tak ada hal yang memerlukan Vio minta maaf rasanya.
"Kupikir ada baiknya aku bilang, kita wajib saling mencintai sekalipun bertengkar dan sekalipun ada hal buruk lainnya yang baru muncul. Maafkan aku karena sudah bilang kamu seperti bukan orang yang aku cintai, padahal saat itu harusnya aku mendukung kamu." Vio bicara banyak sekali, aku suka saat melihat bibirnya bergerak-gerak dengan cepat.
"Ya, ya aku janji."
"Sebaiknya kamu janji untuk mengatakan hal-hal penting padaku, sekalipun hal itu sangat buruk," lanjut Vio lagi.
"Janji."
Kami mungkin belum dewasa, tapi kami sedang berusaha.
Suara pesan di ponsel memecah keheningan itu.
"Bang Farhan," bisikku.
Aku dan Vio membaca pesan itu.
Alohaa ... apa kabar kalian? Aku dan Gea lagi berjemur di Pantai Bali. Kami akan kembali kalau situasi sudah tenang, kalau tak tenang-tenang mungkin kami akan melanjutkan perjalanan ke Raja Ampat atau Afrika, bermain dengan singa. Gea bilang thanks pada Vio, aku juga, selamat bermesraan :* :*'.
Itu pesan Farhan.
"Bang Farhan banget." Vio terkikik saat aku membacakan pesan itu. Ketegangan di antara kami seketika mencair.
"Lebih baik mereka putus saja, biar dunia ini tenang dari orang-orang norak," rutukku.
Farhan yang sudah normal sibuk mengiriminya pesan yang berisikan tentang perjalanan pelarian mereka untuk sementara, bisa bangkrut usaha ayah kalau dia terus seperti itu. Tapi, aku toh jauh lebih peduli pada kebahagiaannya. Perusahaan milik keluarga itu malah tak pernah aku pedulikan. Lagipula tampaknya ibu mulai memaafkan ayah setelah mengetahui Gea kembali bersama Farhan.
"Eh," bisikku pada Vio. "Mau tau kata Bang Farhan saat menculik Gea?"
"Apa itu?"
"Aku bersumpah akan membuatmu tergila-gila padaku, lalu ia berkata Gea-ku."
"Wow romantis juga Bang Farhan, aku juga mau ada yang mengatakan hal itu padaku." Mata Vio berkerling.
"Lho bukannya aku lebih mesra dari itu?"
Vio hanya tertawa.
*****
Kampus Hijau,
Semester baru, aku sibuk mengejar ketertinggalanku. Aku dan gerombolan anak-anak jurnalistik nongkrong di bangku panjang di bawah papan pengumuman Gedung Kuliah FISIP. Adrian sedang mengoceh tentang perjalanan pulangnya dari kegiatan pertukaran pemuda selama dua bulan di Jerman. Pengalaman yang pasti sangat menyenangkan.
Tiba-tiba suara yang sangat kukenal memanggilku. Aku melihat Vio berlari-lari kemudian berhenti kira-kira 3 meter dari tempat kami duduk, kontan 7 pasang mata di sekelilingnya ikut menoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arah (END)
RomanceFauzy Adam ingin melarikan diri dari kehidupan lamanya dan menjalani kehidupan normal. Meninggalkan kebencian yang mendalam pada sosok yang tiba-tiba merubah dirinya. Dia tak ingin lagi menjadi seseorang yang dulu hanya hidup untuk mencari membuktia...