12. Masalah Waktu

479 90 1
                                    

Vio,

"Menurutku juga Edo, kedekatanmu dan Fauzy hanya tinggal masalah waktu," kata-kata Yaya di sore itu membuat Vio kaget.

"Apa?" Kenapa tiba-tiba Yaya mengangkat topik itu?

"Lagian si Fauzy lelet juga, dia udah nembak kamu belum?" todong Yaya.

"Hmmm." Vio bergumam.

"Kamu suka dia, Vi?" tanya Yaya.

"Nggak tau." Iya, dia belum berani mengatakan dengan jelas perasaannya.

"Apa maksudnya kata-kata itu? Kamu kan tau Fauzy sekarang jadi inceran banyak cewek di kampus."

"Justru karena itu, palingan dia juga nggak mau terikat," keluh Vio lagi.

"Apa? Omongan apa itu, Vio? Jujur, ya, menurutku kalian itu justru terikat lebih kuat dibandingkan orang pacaran. Lagian kalian itu serasi banget."

"Itukan menurut kamu, Ya. Lagian aku aja belum paham, masih banyak yang belum aku ketahui tentang dia dan aku yakin dia juga begitu. So, aku rasa untuk saat ini lebih nyaman berteman saja." Vio mengatakan hal itu sejujurnya untuk memberikan perlindungan pada dirinya sendiri.

Jadi mereka berdua tampaknya lamban, aneh banget, pikir Yaya. Yaya yakin sekali bahwa Fauzy itu sangat menyukai, bukan suka tepatnya, apa ya ... sesuatu yang lebih dari itu.

Dia memandangi wajah Vio, terlihat begitu cantik karena matahari sore. Yaya tahu bahwa cowok-cowok di kampus banyak yang mengejar Vio karena kecantikannya. Tapi Yaya sangat ingin sekali melihat Vio dan Fauzy bersama. Soalnya saat melihat Fauzy, Yaya merasakan hal yang sama seperti saat melihat Vio. Keduanya sama-sama tak ingin seseorang pun mengetahui isi hati mereka.

🍁🍁🍁

Pukul 20.18. Cafe de Jour.

"Kita makan cepat yuk, abis tu kita ke pantai," kata Fauzy. Tadi Fauzy menelponnya dan mengajaknya makan di luar. Sosok Fauzy selalu membuat Vio deg-degan. Pertama kali mereka bertemu di tempat biasa, tempat makan favorit mahasiswa FISIP. Vio menguping pembicaraan pria itu dengan teman-temannya dari meja sebelah. Kata-katanya menarik sekali, wajahnya juga menarik, membuat Vio ngeri dan takut kepergok sedang berlama-lama menatapnya. Pertemuan yang kedua, pada saat ospek hari pertama, pria itu menjadi pembicaraan mahasiswa baru karena membela seorang mahasiswi yang sedang menangis sesenggukan, betapa Vio ingin menjadi sosok yang dibela. Tetapi ... apa boleh buat dia bahkan tidak memandang Vio sama sekali.

Lalu tiba-tiba sosok itu muncul di belakangnya, mengajaknya mengobrol dengan aneh. Kesannya sok akrab, tapi Vio senang sekaligus kesal entah disadari atau tidak. Karena dia selalu bisa mematahkan kata-kata yang disusun Vio untuk meninggalkan kesan sebagai seorang perempuan cerdas. Ya, Vio ingin dianggap sebagai perempuan cerdas bukan cuma cantik, manis, menarik seperti yang selalu dikatakan orang-orang.

Fauzy tersenyum dan bertanya kenapa dia melihatnya seperti itu? Vio mengalihkan pandangan.

"Eh? Tumben ngajak ke pantai?"

"Malam ini bulan purnama, kan asyik jalan-jalan di pantai sambil dengerin ombak. Tiba-tiba pengen tuker pikiran di tempat yang beda selain kantin dan kosan," jawab Fauzy.

Vio memandang Fauzy sebentar. Jangan-jangan Fauzy, ah ... tidak, Vio sebenarnya tak ingin hubungan mereka ke tahap yang lebih serius, karena dia takut apabila semua tak berjalan baik, maka semua kebersamaannya dengan Fauzy akan berakhir. Tapi kalau Fauzy menyatakan perasaan padanya, bagaimana dia bisa menolak?

Vio tak bisa mengetahui sejak kapan Fauzy menjadi seseorang yang paling penting dalam hidupnya. Lagi-lagi Fauzy melambaikan tangan di depan wajah Vio yang terlarut dalam lamunan. Fauzy membayar makanan mereka dan mereka menuju lokasi selanjutnya, pantai.

Fauzy memarkir motornya di salah satu warung dengan tenda yang menyediakan jagung bakar. Mereka berjalan menuju pinggir pantai, Fauzy menarik Vio terburu-buru, di bawah pohon cemara dekat dengan bibir pantai ada bangku panjang.

"Nah, silahkan duduk Ratuku," kata Fauzy. Vio tertawa geli, "Mau pesan apa? Jagung bakar, pisang bakar atau kelapa muda aja?"

"Semuanya," jawab Vio bersemangat.

"Waduh disimpan di mana lagi, tuh?"

"Buat stok dua hari, maklum anak kost."

"Okey tunggu, ya." Vio memperhatikan Fauzy memesan ke tenda tadi.

Tempat pilihan Fauzy ini bagus sekali, mereka bisa melihat laut. Apalagi cuaca malam sangat cerah. Bulan bersinar terang, bintang apalagi. Tapi, pantai yang selalu menjadi tempat orang-orang menenangkan pikiran sebenarnya tak pernah membuat Vio nyaman karena peristiwa di masa lalu. Walau mungkin akan sedikit berbeda dengan kehadiran Fauzy. Fauzy datang membawa pesanan.

"Lho kok nggam minta dianterin aja?" kening Vio berkerut.

"Nggak ah, biar hari ini jadi pelayan. Lagian, entar lagi asyik-asyik jadi terganggu," kata Fauzy.

"Hah, alasan apaan tuh?" Vio terkikik.

Fauzy duduk disamping Vio, "Bagus bulannya."

"Terlalu sempurna," jawab Vio.

"Ah itu kan hanya kelihatannya aja, sangat pas sekali situasi saat ini." Napas Fauzy terdengar olehnya.

"Maksudnya?"

"Lho ada bintang." Fauzy menunjuk Vio, "Malam," menunjuk dirinya sendiri, "Sedang memandangi Bulan."

Vio sangat kaget 'bintang dan malam' Fauzy ternyata mengingat semua kata-katanya pada saat ospek. Padahal itu mungkin akan terdengar norak apabila didengar oleh orang lain.

Vio tertawa, "Kamu ... nggak pernah dengar omongan aku."

"Bintang selalu terlihat cantik, sedangkan malam begitu suram," lanjut Fauzy.

"Fauzy." Vio menatap lagi wajah Fauzy yang terlihat sangat serius malam itu. Fauzy menatapnya. Rasanya darah mengalir lebih cepat,

Apa yang membuatmu menatap aku dengan sedemikian lembutnya?

"Bolehkan malam yang begitu ... selalu bersama bintang?" Vio tercekat mendengar kata-kata yang didambanya tapi juga sekaligus ditakutinya itu. "Sebenarnya aku belum pernah bersama siapapun sebelumnya, maaf kalau kata-kataku kurang menyenangkan atau berlebihan." Fauzy melanjutkan.

Apa?! Benarkah itu? Fauzy belum pernah punya kekasih? Berarti kalau ia menerimanya, maka dia akan menjadi yang pertama bagi Fauzy. Tapi ... sesuatu yang kuat menghalanginya untuk bicara, Vio bahkan kehilangan kata-kata yang selalu dikicaukannya.

Fauzy langsung salah tingkah melihat Vio hanya diam, "Ah, kalau kamu mau pikirkan nanti nggak apa. Kita nikmati malam ini dulu." Apa dia malu? Tapi suasana yang temaram itu menutupi raut wajah Fauzy.

"Boleh," sahutnya lirih. Vio bahkan tidak menyangka kata-kata itu keluar dari bibirnya.

Fauzy segera menggenggam tangan Vio yang mulai dingin, terasa hangat dan nyaman. Ia merasa berbeda saat itu seakan Bulan, Bintang dan malam menyatu dalam warna yang begitu menarik.

🍁🍁🍁

Kosan Ronde, Pukul 23.00

Fauzy berbaring telentang di tempat tidur menatap lurus keatas. Saat ini dia ingin melompat. Awalnya dia tak menyangka akan mengucapkan kata-kata itu. Tapi sudah setahun bersama Vio, dia ingin Vio segera jatuh ke dekapannya dan tidak melihat yang lain. Fauzy mulai takut Vio tidak memilih dia, dia memberanikan diri karena kedekatan itu. Tapi sejujurnya Fauzy cemas karena apa yang Vio pikirkan sering tak terbaca. Jadi begini rasanya menjalin hubungan? Ada perasaan hangat yang tak dapat dijelaskan.

Belakangan Farhan sering menceramahinya agar segera mengambil langkah, Farhan lebih bersemangat dari dia. Benar-benar itu orang, dia pikir mudah untuk mengatakan hal-hal seperti itu. Tadi saja rasanya lidah Fauzy kelu. Dia hampir tak jadi mengucapkannya, tapi ... wajah Vio yang tertimpa cahaya temaram terlihat sendu. Dia semakin ingin mengetahuinya, semakin ingin lebih dekat. Dan ternyata Vio mengiakan.

"Yeaahhh!!!" Fauzy merasakan lagi kemenangan yang sudah lama tidak ia rasakan. Tetapi kemenangan ini sangat berbeda. Fauzy memicingkan matanya semoga penghuni kos tidak ngamuk dan mendobrak pintu kamarnya karena teriakan itu tadi.

🍁🍁🍁

Arah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang