20. Fauziisme (1)

448 86 1
                                    

Kampus Hijau,

Aku memandang wajah-wajah mahasiswa baru, tersenyum sendiri saat mengingat hari pertama kuliah, ternyata setahun sudah berlalu. Wajah-wajah penuh semangat dan selalu berusaha ikut serta dalam segala hal. Begitu cepatnya waktu berlalu.

"Wah asyik nih," kata Adrian, teman sejurusan, jurnalistik yang belakangan akrab dengannya.

"Kenapa?" tanyaku.

"Bentar lagi kemah bersama, bisa ngeceng."

"Gayanya."

"Sekedar TP-TP (tebar pesona)," Adrian nyengir.

"Itu istilahnya selingkuh hati, kalau kita bermaksud mikirin orang lain," sahutku.

"Hahahaha, ternyata kamu penganut idealisme setia juga, Zy. Memang kamu punya pacar? Wah banyak yang patah hati donk." Adrian tergelak.

Fauzy mengangkat alisnya, tapi Adrian tak memperhatikan karena terlalu semangat bicara. Fauzy tau Adrian sudah punya pacar, mahasiswi akuntansi setingkat mereka.

"Ngomong-ngomong mau ikutan, Zy?" tanya Adrian.

"Apa?" Aku balik bertanya.

"Kemah bersamalah, apalagi."

"Kayaknya males deh."

Aku sudah berencana nggak ikut, agar bisa sering berkunjung ke lokasi Kemah Vio, pacarku yang super aktif itu pasti sudah jadi kordinator seksi entah apalah.

"Kemah kali ini konsepnya beda sama tahun-tahun sebelumnya, jadi satu fakultas ngadain kemah bakti mahasiswa secara bersamaan di kecamatan yang sama, cuma beda-beda kelurahan aja." jelas Adrian, usahanya memperlihatkan hasil, aku mulai tertarik.

"Oya? Kalau gitu menarik dong," kataku.

"Nah, karena udah tertarik, mending sekalian ikutan jadi panitia aja, Sabtu ini pembentukan panitia dari jurusan kita. Perwakilan anak semester tiga kebetulan aku, gimana?" Adrian makin bersemangat mengetahui Fauzy sedikit tertarik.

"Atur ajalah," jawabku.

Sebagai sosok yang katanya serba bisa, aku dikenal secara luas oleh fakultas, tapi aku jarang berpartisipasi dalam event-event yang diadakan di kampus. Beda dengan Adrian yang selalu aktif setiap ada event, dia adalah Vio versi cowok dalam hal kegiatan kampus.

Tiba-tiba Jenifer menghampiri aku. Aku merasa kalau Jenifer tertarik padaku, sebagai laki-laki aku cukup peka. Tapi, sekalipun wajahnya cantik dan ia cukup menarik. Bagiku sejak awal cuma ada Vio, cuma Vio yang bisa memikat hati ini. Tentu saja.

"Kamu ngga bareng Adri, Zy?" Jeni mencari Adrian rupanya,

"Nggak, dia lagi ada urusan buat pembentukan panitia kemah bakti." kataku. " Barusan dia pergi."

"Oh ya, aku juga mau bahas masalah itu sih. Sepertinya aku bakal gabung."

"Cocok dong, kamukan aktif. Sekalian jadi ketupatnya (Ketua Panitia)."

"Ah kamu. Nggaklah, ketupat biasanya anak semester lima, palingan jadi seksi acara," terang Jeni.

"Bagus dong, kerjanya paling asyik. Daripada jadi seksi perlengkapan." Aku menimpali.

"Nggak mau ah, itu tugasnya para cowok. Zy kamu udah makan? Anak-anak ngajakin nongkrong di kantin tuh." Jeni menunjuk anak-anak Jurnalistik yang lagi nongkrong di depan ruang kuliah."

"Bolehlah."

Jeni berjalan di sebelahku menyusul anak-anak jurnalistik yang lain. Dia tersenyum, berkata kalau hampir semua mata melihat ke arah kami.

Arah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang