16 : Blue Feather

174 22 4
                                    

Sambil menikmati panas matahari, kakinya berayun-ayun dari atas kursi pantai.

"Kai! Kai!" laki-laki itu berlari seperti orang kesetanan menaiki tangga.

Sudah seharian ini ia malas-malasan, yah kedainya memang tidak pernah ramai. Beanie-nya menyelamatkan matanya dari silau, dan itu secara signifikan menambah kenyamanannya.

"Hei! Sobat! Lihat!" teriaknya pada lelaki yang masih teler.

"Apa..? aku masih ngantuk, man..".

"Kai!".

Ia menghembuskan nafasnya berat. Ia raba-raba meja di sampingnya, mencari rokok beserta pemantiknya. Tapi ia segera bangkit untuk duduk ketika rabaannya tidak membuahkan hasil.

"Apa sih!" akhirnya lelaki itu bangun. Dia kucek matanya yang masih belum fokus. Kemudian menguap. Kemudian mengumpat. Betapa matanya langsung melotot dengan apa yang kawannya itu tunjukkan di depan mukanya.

"Ah, ini".

Segera ia ambil rokok dan pemantiknya, kemudian pindah mencari tempat yang lebih teduh. Kursi santai yang ada di depan kedainya sepertinya tempat yang tepat. Maka, ia pindah duduk di sana.

Blue Feather.

"SHIT. Kau mau melamarku, man?!" lelaki itu terperanjat kaget. "Aku tahu kita sering menghabiskan waktu bersama, tapi man.. ini tidak mungkin! Aku masih pengen tidur dengan perempuan!".

'Ctek' 'Ctek'

"Pemantik sialan" ujarnya sambil mengapit sebatang rokok dengan mulutnya. Kepalanya menengok ketika mendengar suara pintu tetangganya terbuka. "Oi, Zack! Ada pemantik?".

Lelaki kekar itu menatapnya sinis, dan mengurusi urusannya sendiri tanpa mempedulikan orang itu.

"Lihat, sok-sok tidak mendengarku.. pantas saja Lillia tidak memilihmu- Aduh!" ia mengusap-usap dahinya yang jadi merah setelah dilempar korek api.

"Banyak Omong" cibir Zack.

"Santai dong, man". Ia segera menyalakan rokoknya, lalu melempar korek api itu kembali pada pemiliknya.

"Bodoh!" bentak kawannya. "Bukan buatmu!".

"He? Jadi.." lelaki itu jadi menyunggingkan senyum.

Kawannya itu mengagguk mantap. Senyumnya lebar begitu bahagia.

Ia hisap rokoknya dalam-dalam sambil memandangi awan yang bergerak. Ia hembuskan lagi asapnya tanpa memindahkan pandangan matanya.

"Saya akan melamarnya, Kai!".

***

"Mau ke rumah Anna?" tanya sang kakek begitu melihat cucunya bersiap-siap.

"Iya! Nanti entah masakan apa yang akan dia ajarkan padaku.. yang pasti, nanti kakek aku bawakan banyak" sang cucu tersenyum manis kepada kakeknya. "Aku berangkat ya kakek!".

Claire menutup pintu rumahnya, lalu berlari kecil ke arah rumah di ujung sana.

"Lho, nyonya Williams!".

Claire spontan menghentikan lari kecilnya, lalu menengokkan kepalanya ke arah orang yang memanggilnya. "Halo, Kai".

"Mau ke mana?".

"Tante Anna. Kelas memasaknya.." Claire terkekeh. "Kamu?".

"Main ke tempat Gray sebentar" jawab lelaki itu sambil menunjukkan jempolnya pada bangunan di sebelahnya.

INNOCENCE, MARRIAGE, AND MINERAL TOWNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang