37: Sekarang Kamu Tidak Sendirian

176 16 7
                                    

Letup-letup api beserta suara gemerisik ikan yang terbakar memenuhi rumah Claire. Ia sudah membolak-balik ikan mackerel itu sebanyak tiga kali. Tapi jarum jam itu berdetak lebih banyak dari jumlah langkah Claire yang mondar-mandir di sekitar counter dapur. Berdetak lebih banyak dari jumlah bumbu yang dimasukkan Claire demi meracik sup misonya. Claire melirik pintunya. Lelaki itu belum kembali.

Detak jam kini bersaing ketat dengan detak jantung Claire. Berirama dengan gerakannya mengeluarkan dan memasukkan jarum ke dalam kain. Baju Gray sering robek, dan bila berlanjut begini terus, bisa-bisa lelaki itu terlihat seperti gembel. Terkumpullah niat Claire untuk membeli baju baru. Mungkin Claire juga membeli beberapa untuk kedua kakeknya. Mungkin juga Claire membelikan Cliff sehelai dua helai kemeja baru. Claire melirik pintunya lagi. Lelaki itu belum juga kembali.

Acara TV sama sekali tidak meriangkan hati. Bosan. Tidak ada acara yang seru. Membaca buku pun, Claire sudah malas. Apa lagi melihat buku di sana yang sudah ditandatangani dengan coretan tambahan ‘Untuk Gray Williams dan segala kebaikan hatinya’. Sebenarnya Claire senang membaca buku itu berkali-kali. Tapi sekarang, begitu melihat sampulnya saja sudah membuat lidah pahit. Jarum pendek pada jam itu menggandol langgeng pada angka 11. Lima belas menit lagi jarum panjangnya akan tepat berada pada angka 6. Claire melirik pintunya lagi. Lelaki itu belum juga kembali.

Claire kembali duduk di kursi makannya sambil memandangi ikan bakar dengan miso yang sudah dingin. Ia menimbang-nimbang, haruskah ia memanaskan makan malam untuk dua orang itu? Perutnya sudah berbunyi sejak tadi. Mengurus perkebunan sendirian sejak pagi menguras tenaganya. Cliff sudah diklaim Duke untuk membantunya. Hari ini Claire benar-benar sendiri. Claire melirik pintunya lagi. Kali ini tidak mengharapkan lelaki itu kembali.

Tapi ketukan pintu itu berkata lain.

Ketukan itu membangkitkan harapannya.

Suaminya pulang!

Buru-buru Claire beranjak dari duduknya. Larinya terbirit-birit menuju pintu demi menyambut kedatangan suaminya. Kurang rasional. Gray sebagai pemilik rumah harusnya bisa masuk tanpa perlu mengetuk. Tapi Claire kurang rasional. Harapannya sudah melambung tinggi tanpa ada buruk sangka.

Begitu pintu dibuka, begitu senyumnya runtuh pecah, Claire tidak mampu berkata ketika Cliff dan Doug memapah Gray dengan kondisi seperti itu. Claire tidak mampu berkata ketika Cliff memandangnya khawatir. Gray yang babak belur, Gray yang mabuk, Gray yang tak sadarkan diri. Apa yang terjadi?

“Dia kebanyakan minum” jawab Doug tanpa ditanya. Lelaki paruh baya itu hanya memberikan setengah fakta. Seperti skenario Gray yang mendapat lebam pada wajahnya lenyap dari ingatan. Tapi Claire tahu wajah berduka Doug itu ditujukan pada siapa. Padanya. Pada Gray. Juga pada hubungan rumah tangga mereka.

“Terima kasih. Maaf sudah merepotkan” akhirnya Claire mampu bicara. Meski kedengaran serak.

Claire ambil tubuh lemas suaminya. Meski berat, Claire tetap berusaha kuat mendekapnya. Ia tidak menginginkan bantuan dua pria yang masih berdiri di ambang pintu. Pun tidak ingin menyilahkan mereka masuk untuk sekedar memberi minum. Claire hanya ingin sendiri. Sendirian merawat Gray.

Hati-hati Claire rebahkan tubuh besar Gray pada lantai. Hati-hati pula ia lepas sepatunya dari sepatu kiri kemudian yang kanan. Begitu juga dengan kaus kaki.

“Claire..” panggil Cliff.

Rupanya dua pria itu masih setia memperhatikan di ambang pintu.

“Aku bisa sendiri. Kalian sudah membantu terlalu banyak. Terima kasih banyak”.

Dari kepala menunduknya, Cliff tahu betapa Claire sungguh-sungguh dengan ucapannya. Claire tidak ingin masalah domestiknya diurus orang-orang yang bahkan tidak ada hubungannya. Maka ia pun menarik Doug pergi. Meninggalkan Claire sendiri. Mengatasi masalahnya sendiri. Toh, perempuan yang ditaksirnya itu perempuan kukuh.

INNOCENCE, MARRIAGE, AND MINERAL TOWNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang