29-2: Claire dan Masa Remaja

124 14 6
                                    

Semburat merah di pipinya menggelitiki jeroan dalam perutku begitu rupa. Hingga tanpa sadar si beruang galak sudah menampar-nampar wajahku seraya meneriakkan nama pemberian ibuku.

"YUTO! Tidak tahu malu ya kamu!!" teriaknya.

"Naomi.. sudah, tidak apa-apa.." gadis itu, yang barusan diperkenalkan si beruang dengan nama Claire, menghalang-halangi siksaan fisik yang diberikan padaku.

Barusan, aku melamarnya.

Pipiku jadi ikutan panas ketika mengingatnya. Dasar Yuto bodoh. Tidak bisa menyembuhkan kebiasaan impulsifnya.

Naomi galak itu akhirnya menjadi jinak. Ia turuti permintaan teman barunya itu seperti anjing peliharaan yang patuh. Pergerakan rambut Claire dengan sorot mata malu-malu menarikku kembali fokus pada sosoknya. Ususku kembali ingin naik menuju lambung, memerintahkan ulu hatiku untuk ikut-ikutan kejang.

"Terima kasih. Tapi aku masih ingin serius belajar. Lagi pula, aku juga baru kenal kamu".

Begitu tolakan pertama Claire, di hari pertama kami masuk SMA.

Dengan ekspresi sayu karena sungkan.

Dengan rambut pirang keemasannya ia gerai.

"Yuto, sudah menunggu lama, ya?".

Seperti sosoknya sekarang ini. Di hadapanku ini. Masih sama. Tidak ada yang berubah.

Aku menggeleng cepat begitu kenangan masa laluku buyar.

"Tidak kok" jawabku sebisaku semampuku.

Berada di hadapan Claire sejujurnya membuatku mati kutu. Berulang kali otakku memilah strategi bersikap. Claire suka cowok supel, kah? Cowok smart? Cowok populer? Cowok keren? Cowok dingin? Atau malah cowok dingin tapi malu-mau?

Aku termasuk kategori cowok yang mana?

Apa Claire suka aku?

"Hobi ibumu apa?".

Aku menoleh ke arah Claire yang sesekali menggigit crepesnya. Pertanyaannya barusan sedikit membuatku kikuk. Kemudian mengalihkan lagi pandanganku ke crepesku sendiri yang masih utuh. Entah sudah berapa lama aku dan dia dari stasiun berputar-putar menelusuri distrik X demi menemukan hadiah ulang tahun "bohongan" untuk ibuku. Kulihat juga kakinya ia ayun-ayunkan keluar-masuk kolong bangku taman, sementara pandangannya ia fokuskan kepada anak-anak yang main di sekitar air mancur.

"Ibuku suka memanggang kue" jawabku.

Aku tahu yang akan terjadi berikutnya akibat jawabanku. Gadis ini, yang duduk di sampingku ini, benar saja melebarkan matanya dengan senyum antusias termanis yang pernah ditorehkan di dunia. Sunggingan senyum tanpa sadar turut menghiasi wajahku. Merasa bangga telah membuatnya begini.

Aku tidak boleh membuatnya bosan.

"Film?" sambil bertanya, matanya membulat kebingungan ke arahku.

Langkahku turut berhenti ketika gadis ini memiringkan kepalanya bingung. Claire sepertinya masih enggan mengikutiku masuk ke dalam teater.

"Mumpung kita di sini. Film itu besok sudah tidak ada lagi" tunjukku pada poster film di sana.

"Hadiah ibumu bagaimana?".

"Kita bisa cari lagi nanti!".

Senyumku merekah, tanpa sadar lancang menarik tangannya mendekat padaku.

Aku tidak boleh membuatnya bosan.

Belanjaan sudah menumpuk di pangkuanku. Kotak kue bertumpuk di sisi kanannya. Aku dan dia sekali lagi duduk di kursi taman sambil memandangi air mancur.

INNOCENCE, MARRIAGE, AND MINERAL TOWNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang