Pagi itu sepucuk surat tiba, berhimpitan dengan surat-surat lain yang ketika dipilah satu-persatu, akhirnya ketemu juga. Pelan-pelan ia baca informasi pengirimnya, kemudian menengok informasi tujuannya.
"Mary!" panggilnya. "Ada surat! Buatmu!".
Tidak lama suara derap kaki menuruni tangga terdengar. "Dari siapa, Ayah?". Buru-buru Mary menghampiri meja makan, lumayan takjub dengan surat-surat Ayahnya yang tiap hari selalu berlimpah.
Setelah mengambil duduk di samping sang ayah, saat itu juga Mary menerima surat yang dimaksud ayahnya. Kegembiraan tidak bisa disembunyikan Mary ketika tahu siapa pengirimnya.
"Anak asisten Ayah itu, ya? Temanmu kan? Surat terakhirnya kalau tidak salah beberapa bulan lalu" Basil membenarkan kaca mata bacanya sembari mengingat-ingat.
"Mary?".
"Kok diam?".
"Mary? Kenapa?".
***
Gray menempa proyeknya dengan penuh semangat hari ini. Topi 'UMA' yang jarang dipakainya pun dipakai terbalik. Alasannya karena poninya sudah mulai panjang.
Proyek hari ini adalah ladam. Gray sudah membuat 3 buah kemarin, dan sekarang mengerjakan ladam yang terakhir. Kakek Barley rencananya kedapatan kuda baru minggu depan, dan sudah memesan dibuatkan satu set ladam pada Saibara jauh-jauh hari kemarin. Memesan ke Saibara tapi yang mengerjakan Gray semuanya. Kakeknya itu lebih senang duduk-duduk sambil merakit perhiasan. Faktor usia membuat punggungnya gampang sakit. Meski mengerjakan pekerjaan sendiri, Gray tidak pernah protes.
Ralat, sudah tidak pernah protes.
Tapi meski tidak protes, yang seperti itu jarang ada pada wajah Gray selama ia bekerja. Cengiran. Normalnya pasti wajah serius dan fokus. Tapi cengiran?
Tentunya cengiran Gray tidak luput dari pandangan kakeknya. Saibara sudah merawat Gray selama 7 tahun. Memang bukan waktu yang lama, tapi cukup untuknya memahami sifat Gray. Yang mana terlalu mirip dengan dirinya sendiri, meski Saibara sering menyangkal.
Ada yang janggal. Ada yang membuat cucunya ini senang.
"Gray, bagaimana istrimu?".
Prangg!!
Ladam kuda itu akhirnya terlempar ke langit-langit kemudian menghantam tembok kemudian akhirnya memantul keras. "Menunduk!" seru Gray. Tapi kecepatan ladam itu melebihi reaksi Gray hingga logam panas itu berhasil menggores jaket parka Gray di bagian lengan. Untung saja Saibara berhasil menunduk sehingga ladam yang logamnya masih menyala merah itu hanya melewati atas kepalanya saja. Membentur tembok. Lalu berakhir diam di atas lantai setelah terpantul beberapa kali.
Baik Gray dan kakeknya hanya diam. Masih syok akibat kejadian barusan.
Gray yang pertama lepas dari syok. Ia melihat kakeknya ragu-ragu. "B-bagaimana apanya, Kek? Hahahah dasar Kakek, mesum". Wajah Gray bersemu merah karena malu.
Pria tua itu langsung menatap sengit.
"KAU YANG APANYA! Otakmu itu kau taruh mana, sih?! Mau mencelakai kita?!".
Gray sudah tahu omelan pasti akan keluar dari sang kakek. Tapi meski sudah bersiap-siap dan terbiasa, Gray tetap berjingkat juga.
"Kau yang mesum! Dasar cucu sinting!" omel sang kakek lagi. Kali ini berjalan menghampiri Gray sambil membawakan ladam yang tadi merasakan terbang dengan capit.
Tapi alih-alih mendapat ucapan terima kasih yang santun, kesabaran Saibara disulut lagi. "Lihat! Ngapain malah tertawa!".
Gray cepat-cepat menggeleng lalu menutup mulutnya dengan tangan. Tanpa sadar mencium sarung tangan kulitnya yang tadi terkena residu logam. "Maaf.." ujar Gray pelan padahal senyumnya masih mengembang. "Sudah lama Kakek tidak memarahi saya seperti ini" jelas Gray.
KAMU SEDANG MEMBACA
INNOCENCE, MARRIAGE, AND MINERAL TOWN
FanfictionFanfiction game Harvest Moon Boy & Girl / More Friends of Mineral Town Fanfiction game Story of Seasons : Friends of Mineral Town Gadis kota itu menuruti permintaan sang kakek. Perjodohan dengan laki-laki yang tidak dikenalnya, dan tinggal di kota...