"Lama!" komentarnya yang tidak sabar. Claire berjingkat kaget, lalu menambah kecepatannya dalam mengupas bawang putih.
"Sabunnya terlalu banyak! Kau mau meracuni keluargamu?" komentarnya dengan galak. Claire dengan cepat ia mengganti air sabun cuci piringnya. "Jangan dibuang!".
Satu persatu jeruk mandarin itu masuk ke mulutnya. Sementara matanya melotot ke arah gadis itu yang jadi gugup. Claire sekarang berada di kelas menjahit dadakan, setelah kena murka tante Anna. "Kau tidak bisa menjahit??!!" jeritnya tadi.
Si tua Jack juga duduk bersama mereka di meja makan. Sambil mengupas jeruk mandarin, sambil melihat cucunya iba. Sejak pagi tante Anna datang, entah sampai kapan ia berencana tinggal. Tapi pukul 3 sore wanita itu akhirnya pulang, nafas lega langsung keluar dari Claire. Seharian diawasi seperti itu membuatnya kelelahan. Dan parahnya, sudah beberapa hari ini tante Anna itu berkunjung.
"Jangan terlalu membencinya, nak" ujar sang kakek. Claire langsung melotot ingin protes, tapi buru-buru si kakek menjelaskan. "Dia teman dekat ibunya Gray". Claire pun memutuskan untuk mendengarkan.
"Kakek ingat dulu mereka sering bermain bersama". Kakek Jack melihat cucunya dengan sayang. "Anna menganggap Gray seperti anaknya sendiri. Dan mungkin ia hanya menginginkan yang terbaik untuk kalian".
"Yang aku lihat, dia jelas-jelas sangat membenciku, kek" Claire menenggelamkan kepalanya yang lemas itu di atas meja makan.
"Saya pulang.." seru suara dari arah pintu.
Panjang umur, yang dibicarakan datang juga.
Pemuda itu mengangkat alisnya heran dengan onggokan lemas yang menidurkan kepala di atas meja. "Selamat datang, Gray" akhirnya onggokan itu berbicara.
"Tante Anna kemari lagi?".
Si tua Jack dan Claire mengangguk berbarengan.
"Maaf ya. Pasti berat buatmu" wajah khawatir timbul dari pemuda itu. Tapi perempuan itu menggeleng dan malah menanyakan mau makan malam atau mandi dulu. Dan Gray memilih opsi kedua.
Sementara sang kakek sibuk dengan TV-nya, Claire sibuk menyiapkan makan malam untuk suaminya. Ia dan kakeknya sudah makan duluan, jadi ia hanya menyiapkan satu mangkuk saja. Ekor matanya menangkap tumpukan baju kotor di depan kamar mandi, dan ia perhatikan jaket yang baru ditaruh di sana. Jaket keunguan yang dikenakan Gray hari ini dan berhari-hari yang lalu, yang akhirnya ingin ia cuci juga. Claire angkat jaket itu yang bau logam dan apinya lebih menyengat dari terakhir kali ia ingat. Bagian dalamnya terasa basah karena keringat, dan ia perhatikan bekas sayatan benda tajam di sana.
"Gray?".
"Ya?" jawaban dari kamar mandi.
"Apa yang terjadi di tempat kerja?".
"Tidak ada..". Kemudian jeda sebentar. "Oh, iya! Tadi saya hampir saja kehilangan nyawa. Pisau yang saya tempa tiba-tiba terbang dan hampir mengenai saya. Saya baik-baik saja kok Claire, tidak perlu khawatir". Gray menutup ceritanya dengan tawa, sementara Claire dan kakeknya melotot dan saling berpandangan.
Claire pun mengambil jaket itu, kemudian mengambil kotak alat jahit yang baru saja ia simpan di rak. Di meja makan, ia sambung kembali sobekan kain itu dengan benang ungu. Secara tidak sengaja mata biru itu menangkap cincin kawin yang melingkari jari manisnya.
Pintu kamar mandi dibuka, dan pemuda itu terkejut dengan apa yang dilakukan Claire di meja makan. Senyum merekah di bibirnya, dan pemuda yang kepalanya masih basah itu duduk menghadap istrinya. "Makasih" dia bilang.
Claire balas tersenyum dan melanjutkan jahit-menjahitnya. Diam-diam ia perhatikan cincin kawin yang juga melingkar di jari manis laki-laki itu. Laki-laki yang sedang makan masakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INNOCENCE, MARRIAGE, AND MINERAL TOWN
أدب الهواةFanfiction game Harvest Moon Boy & Girl / More Friends of Mineral Town Fanfiction game Story of Seasons : Friends of Mineral Town Gadis kota itu menuruti permintaan sang kakek. Perjodohan dengan laki-laki yang tidak dikenalnya, dan tinggal di kota...