Claire duduk tertunduk sambil memainkan jemarinya persis seperti anak kecil yang baru terpergok salah. Berada di dekat Tante Anna yang menimbulkan rasa traumatis penekanan membuat ia tegang selalu. Padahal wanita itu sedang kalem-kalemnya mengupas apel lalu memotongnya kecil-kecil.
Barusan saja Popuri pamitan pulang bersama Karen setelah tadi menjadikan Claire tempat curhat dadakan. "Hei Hei, dengar yaa. Kemarin aku dapat surat dari sayangku, Kai!" begitu kalimat pembuka dari cerita beruntun Popuri tadi. Diliriknya tadi Karen menggelindingkan matanya ke arah lain seolah bosan. Sepertinya curhatan Popuri terlalu menye-menye untuk konsumsi hariannya, melihat kehidupan romantis Karen yang stagnan-stagnan saja.
Tertawa-tertawa.
Cekikikan.
Ternyata interaksi Karen dan Popuri menarik juga.
Cara Karen meremehkan cinta monyet Popuri dan cara Popuri mengelak dan balik menjatuhkan. "Daripada kamu, sudah 24 tapi pengalaman cinta tandus gersang" seru Popuri lengkap dengan pelototan matanya, yang langsung saja dapat jitakan di kepalanya. Mereka terus bertengkar.
Ramai sekali.
"Hei, kalian berisik!" tegur Dokter kemudian. Ia menyibakkan tirai sekat dengan kasar, yang membuat orang-orang di kamar Claire terlonjak.
Dari balik tirai itu ada Paman Jeff duduk membelakangi meja Dokter, meringis kesakitan memegangi perutnya. Tapi begitu tatapannya bertemu dengan mata Claire, pria paruh baya itu melambaikan tangannya dengan tangan kiri. Wajahnya tetap sama meringisnya. Belum sempat Claire membalas lambaian itu, Dokter sudah menutup tirainya. Memberi sekat antara kamarnya dengan ruang periksa.
Masih syok atas teguran Dokter tadi, Karen dan Popuri kompak mematung memandangi tirai. Kemudian tiba-tiba saja Karen menyiku Popuri keras seolah mengatakan, “Tuh, kan. Ini salahmu”. Tapi tentu saja Popuri membalasnya dengan sikunya juga seperti mengatakan, “Bukan! Enak saja, ya!”.
“Tidak sopan dengan yang lebih tua!”.
“Dasar tante-tante!”.
Berulang kali mereka saling menyerang tanpa suara dan hanya menggunakan isyarat.
Claire tak kuasa menahan senyum. Awalnya tipis. Kemudian mengembang. Mengembang dan mengembang dari telinga ke telinga.
"HAHAHAHAHAHAHAHAHAH".
Sontak saja dua manusia yang sedang berperang itu menghentikan aksinya. "Kenapa? Kamu sinting, ya?" begitu tanya Karen yang keheranan.
Claire membalasnya dengan gelengan. "Tidak.." susah payah ia tutupi mulutnya itu agar berhenti cekikikan. "Kalian lucu".
Dokter yang tadi sudah pergi, menyibakkan tirai lagi, mendelik pada penghuni kamar itu lagi.
"A, Maaf" celetuk Popuri spontan sambil menutup mulutnya. Padahal ia tidak menyumbang keributan kali ini.
Kemudian Tante Anna datang.
Tidak lama juga Karen dan Popuri pulang. Tapi tatapan sayu mereka sebelum meninggalkan Claire tadi meninggalkan bercak janggal.
"Tiga hari lagi, ya".
Otomatis kepala Claire mendongak. Kaget. Itu adalah kata pertama yang ditujukan Tante Anna padanya sejak pertama datang. Claire mengangguk samar, tidak berani melihat.
Tiga hari lagi, waktunya yang tersisa di Mineral Town.
"Kau pasti tidak nyaman di sini. Karena aku. Maaf".
"Hah?".
Tante Anna melirik Claire heran, sementara Claire melongo kaget.
Hati-hati Claire periksa kesalahan, kejanggalan, dan keanehan fenomena yang disuguhkan semesta padanya. Di hadapannya saat ini, sekarang ini, orang itu, meminta maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
INNOCENCE, MARRIAGE, AND MINERAL TOWN
FanfictionFanfiction game Harvest Moon Boy & Girl / More Friends of Mineral Town Fanfiction game Story of Seasons : Friends of Mineral Town Gadis kota itu menuruti permintaan sang kakek. Perjodohan dengan laki-laki yang tidak dikenalnya, dan tinggal di kota...