29. Kenapa Harus Menjauh?

4.4K 150 4
                                    

Gua duduk di sofa rumah Ana, disini udah ada ayahnya juga yang masih mengenakan seragam kantor. Sedangkan Ana, dia sudah di dalam kamar untuk istirahat. Gua sedikit deg-degan karena sedari tadi ibunya Ana menatap gua tidak suka.

"Sebaiknya kamu jauhin Ana aja, Fa."

Ucapan om Wijaya barusan membuat gua membelalakkan mata.

Gua sebagai laki-laki yang sangat mencintai Ana gak terima sama keputusan om Wijaya barusan. Gua gak bisa kalo harus jauhin Ana, gua gak bisa kalo harus menyudahi hubungan ini.
Gua tau gua salah, dan gua juga tau kalo apa yang udah dilakukan Aurel salah besar. Tapi dia gak berhak untuk menyakiti Ana dengan cara ingin mendapatkan hati gua. Dari dulu Aurel memang tergila-gila sama gua, dia memang selalu ingin memiliki gua, tapi gua risih di setiap saat waktu gua selalu ada dia.

"Om maaf, tapi saya gak bisa." Gua menundukan wajah.

Gua benar-benar gak rela ngelepas Ana begitu saja, apalagi liat dia pergi bersama dengan yang lain. Tujuan hidup gua memang memiliki dia untuk selama-lamanya.

"Maaf, saya gak bisa liat anak saya hidupnya selalu di ganggu sama mereka. Lebih baik kamu selesaikan urusanmu dengan anak brandal itu."

"Tapi saya gak bisa om, saya gak bisa kehilangan Ana. Saya mohon om."

Gua menatap ibunya Ana "Tante, saya mohon.. saya gak bisa jauhin Ana." Air mata gua hampir keluar tapi gua masih bisa membendungnya.

"Kalo kamu cinta sama anak saya, kamu harus rela melihat dia bahagia, bukan malah menderita seperti sekarang." Jawab om Wijaya.

"Sebaiknya kamu pulang saja, Ana butuh waktu untuk menyendiri." Lanjutnya.

Gua percaya Ana pasti kembali, gua yakin Ana juga gak akan menyetujui permintaan ayahnya.

Gua mencium punggung tangan orang tuanya Ana "Saya permisi om, tante."

Sebenernya gua gak pengen pulang, gua masih mau membicarakan ini semua kepada orang tuanya Ana. Tapi mau bagaimana lagi, ayahnya Ana sudah menyuruh gua untuk pulang, gua tidak mungkin membantahnya.

***

Seperti dulu lagi, gua berangkat sekolah sendirian. Biasanya gua berangkat bareng Ana, tapi gak mungkin gua kerumah Ana dengan kondisi keluarganya yang lagi seperti ini.

Gua sudah mengabari Ana dari semalam tapi dia hanya online di whatsapp. Gua jadi khawatir mikirin dia, gua takut dia mikir yang macem-macem, gua takut dia berubah pikiran dan mengakhiri semuanya.

Gua tahu emang gak baik membantah perkataan orang tua, tapi ini semua bisa di bicarakan secara kekeluargaan. Urusan Aurel dan Rey, gua bisa mengurusnya. Yang gua mau cuma An, Ana yang selalu tersenyum disaat dalam hal keadaan apapun.

Setelah memarkirkan motor, gua berjalan untuk menuju kelas gua yang berada di lantai tiga. Di sepanjang koridor kelas angkatannya Ana ada yang meneriaki gua, ada juga yang menghampiri gua untuk sekedar mengajak foto, dan ada yang ngasih gua beberapa coklat. Gua pun dengan senang hati menerima pemberian ini semua dari fans-fans gua.

Dan tiba-tiba gua melihat kehadiran Ana datang ke sekolah. Kebetulan kelas dia memang ada di lantai dua. Gua manggil dia yang lagi berlari kecil untuk menaiki anak tangga.

"An.."

"Ana..."

Ana menoleh, dan....

"Punya lo, Fa, makasih." Ana memberikan paperbag berisi jaket yang pernah gua pinjamkan ke dia waktu itu.

"An, bicara sebentar, bisa ya?" Ucap gua memohon.

Ana tidak menghiraukan panggilan gua, dia kembali fokus menaiki anak tangga. Gua mencegah tangannya agar dia berhenti melangkahkan kakinya.

"An, aku gak bisa kaya gini. Pliss aku mohon An, jangan tinggalin aku."

Ana menggelengkan kepalanya, dia menatap gua dengan tatapan berkaca-kaca.

"An.. kita perbaiki semuanya, aku mau bareng-bareng terus sama kamu." Gua natap dia lekat. Masa bodo dengan murid-murid yang tengah menatap kita berdua.

"Gua sayang lo, Fa, tapi maaf gua gak bisa." Ana melepaskan tangan gua, dia melangkahkan kakinya untuk menuju kelas.

"Kalo kamu sayang sama aku seharusnya kamu tetap tinggal, mendengarkan aku, memperbaiki semuanya, dan bertahan dengan segala hal yang tengah menimpa hubungan kita, An."

Ana berhenti melangkahkan kakinya, gua bisa merasakan isakan tangisnya dia.

Gua meninggalkan Ana yang masih menangis, gua mau dia menenangkan pikirannya agar berpikir kritis sebelum mengambil keputusan.

Ponsel gua tiba-tiba bergetar, ternyata ada pesan whatsapp dari nyokap gua.

Mamah:
Fafa, hari ini kamu jangan sampai pulang telat, karena papah akan mengajak keluarga seseorang untuk makan malam bersama keluarga kita.

Rafabp:
Tumben mamah ngajak Rafa?

***

Di dalam kantin, gua tidak melihat teman-temannya Ana satupun. Entah kemana mereka biasanya duduk di tempat biasa.

"Woi melamun aja bro?" Glenn membangunkan lamunan gua.

"Lagi ada masalah?" Tanya Alvino.

Gua mengusap wajah dengan kasar "Ayahnya Ana nyuruh gua buat jauhin dia."

"Hah? Lo seriusan?!"

"Terus gimana sama Ana? apa dia baik-baik aja?" -Glenn

"Yang namanya disuruh menjauh mana bisa terlihat baik-baik aja, pea lo." Kesal Yufa ke Glenn.

"Orang tuanya Ana memutuskan ini semua, karena mereka gak mau liat anaknya selalu di usik kehidupannya."

"Yang sabar Fa, gua yakin hubungan lo pasti ada jalan keluarnya." Alvino nepuk-nepuk bahu gu

"Gua yakin Ana gak bakal ninggalin lo gitu aja." Balas Yufa.

"Secara lah, babang tampan begini mana ada yang berani ninggalin dirinya gitu aja." Galennroy menepuk-nepuk
bahu gua.

"Yaudah, sekarang lo mau pada pesen apa biar gua yang bayarin semua." Glenn menawarkan teman-temannya dengan senang hati.

"Asik.. abis ngepet ya lo makanya punya duit, biasanya juga paling kismin." Ejek Yufa.

"Abis jual diri gua."

Alvino menoyor kepala Glenn "Gaya lo kaya taik."

***

Post di insta story kamu bagian part mana yang kamu suka nanti aku repost. Jangan lupa tag instagram keduanya @salshasyf dan @ambareesh2020_

My Boyfriend Is KetosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang