A small kindness.
____________
PANIC attack dan anxiety attack. Kesannya hanya panik dan cemas biasa saja, padahal kedua kondisi ini digolongkan sebagai gangguan psikologis juga. Aku pernah mendengar istilah itu ketika terakhir kali Ayah membawaku untuk check up bertemu dengan psikiater. Sepertinya selain mengidap PTSD, aku juga sudah mengidap panikan sejak kecil. Hal-hal yang dianggap sepele bagi orang lain, terlihat begitu mengerikan bagiku.
Aku terbangun di sebuah ruangan serba putih dengan keadaan dikelilingi beberapa orang. Setelah pandanganku benar-benar fokus, aku menyadari siapa orang-orang yang mengerumuniku itu. Kepalaku berada di pangkuan Najwa, Rahma sedang mengipasiku dengan sebuah buku dan Abel terlihat datang membawa segelas teh panas.
"Alhadulillah ... Ah, lega banget. Akhirnya bangun juga kamu Shaf. Kalo sampe nggak bangun-bangun tadinya mau langsung dibawa ke RS deket sini," kata Rahma yang pertama kali melihatku membuka mata. Aku dibantu Najwa untuk duduk. Badanku terasa lemas sekali dan aku tahu apa yang terjadi setelah melihat wajah cemas mereka. I lost consciousness and fainted, tidak akan jauh dari itu.
"Ini diminum dulu, kamu berangkat tadi belum sarapan ya?!" Omel Abel, meski bukan itu yang membuatku tak sadarkan diri. I guess, aku berada disalah satu ruangan yang ada disebuah restoran karena bau minyak goreng langsung tercium di hidungku.
"Lisna ... sama anak-anak yang lain gimana?" tanyaku pertama, karena itu hal yang pertama kali kupikirkan ketika membuka mata. Aku ditunjuk untuk menjadi mentor bersama Lisna karena anak itu belum cukup dewasa untuk menjadi mentor sendirian, bisa dibayangkan betapa kaget dan paniknya mereka ketika aku mendadak pingsan tadi.
"Udah nggak usah dipikirkan, istirahat aja dulu. Muka pucat vampir begitu. Lisna tetep lanjut kok, mereka ditemanin Devan sementara. Jadi dia double job, P3K iya, jadi mentor juga iya," kata Nawja.
"Bener tuh, Kak Syam juga langsung mengintruksikan kalau kamu dipindah tugaskan aja. Tukeran ama aku jadi panitia konsumsi. Biar nggak harus keliling panas-panasan. Jadi kamu jaga diresto ini bareng Abel," jelas Rahma, membuatku mengangguk pelan.
"Ya udah, balik lagi ke stand sana. Takut ada kelompok yang dateng lagi. Sekalian titip kelompok aku yang lagi pada makan ya," kata Najwa pada mereka berdua. Yang menurut hanya Abel saja, sementara Rahma mengambil tas selempangnya beserta handphone yang sedang dicharger.
"Aku nyari si Devan sama Lisna dulu ya, kasian tuh laki satu bolak-balik terus dari tadi. Kamu nggak masalah kan kalau kita tinggal disini, Shaf? Nanti kalo udah bener-bener merasa baikan aja, baru kedepan bantuin Abel." kata Rahma. Aku mengangguk lagi untuk kesekian kalinya. Di ruangan yang di cat putih itu hanya tersisa Najwa dan aku.
Jadi panitia konsumsi tidak akan terlalu melelahkan kalau eventnya diadakan di tempat seperti ini, lagipula sudah ada pegawai dari restorannya juga. Job descnya hanya memesankan makanan yang mereka pesan, agar tidak banyak yang mengantre dan tidak menganggu pengunjung lain. Tapi sebelum itu mereka harus mengumpulkan e-tickating terlebih dahulu untuk di scane. Semua panitia bagian konsumsi disebar disemua restoran yang sudah direservasi.
"I'm totally fine, don't worry anymore. Ini udah mendingan kok, Naj. Kamu kedepan lagi gih ... kasian mereka makan nggak ditemenin. Nanti butuh apa-apa pasti nggak berani kalo sama Abel," kataku ketika Najwa melempariku dengan tatapan menyelidik.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHAF ✔
Romance(Sudah terbit, bagian tidak lengkap.) "Satu shaf shalat dibelakangnya adalah mimpi buruk." Kalimat itu sudah cukup bagi Shafira untuk menggambarkan bagaimana kehidupannnya setelah bertemu dengan seorang Athaya Khalil Adnan. [Spiritual-⚠Romance Act] ...