Another

815 107 7
                                    

Gemuruh suara ketapel raksasa yang melontarkan batu, menghantam tiap bangunan yang ditemuinya. Langit semakin suram dan sedih, bau amis dan anyir semerbak di seluruh penjuru.

Butiran salju masih setia terjun dari langit. Udara dingin yang sangat menusuk, walau tak sedingin daratan es Helcaraxe. Sehingga dalam pelarian ini, masih bisa keringat keluar dari biangnya.

Darah, darah, dan darah. Di depan mata gadis ini, adalah suatu pemandangan yang sangat menghancurkan hati.

"ALYAAAAAANN!!!!!"

Menggantikan posisi gadis ini, alhasil Alyan yang harus jadi korban tusukan orc. Dari balik armornya ada sedikit celah. Jadilah, darah mengalir dengan deras dari sana.

"Lady... lari.... la.. ri..." Alyan sudah sekarat, sedangkan Ann masih menganga diam membatu. Tak percaya apa yang dilihatnya.

"GO!!" teriak Alyan lagi, sebelum pulang ke Mandos.

Segera Beleg menarik Ann pergi menjauh, meninggalkan hroa Alyan yang bersimbah darah. Langkah kaki Ann berat, amat berat, tubuh temannya terbaring di sana. Air mata lagi, Battle of the five armies bukan perkara lelucon. Jika lengah, maka matilah dia.

Sudah terlalu banyak airmata yang dicurahkan gadis ini. Tak sanggup dia menahan kesedihannya dan tak mampu pula dia untuk menangis. Darah, mayat, darah, dan mayat sejauh mata memandang. Suara pedang beradu bagai musik pengantar kematian.

"Maaf.. Alyan.. maaf.. maafin aku.." Ann merintih tersedu-sedu. Sekarang tinggal tersisa empat pengawal, yang berlari mencari tempat teraman. Tangan Ann masih senantiasa di tarik oleh Beleg.

"Aku harusnya bisa ubah ini semua!! kenapa!? kenapa sekarang malah jadi begini!?"

"No, You can't change anything.."

Suara lembut bagaikan angin sepoi-sepoi memasuki telinganya. Bukan, ini lebih masuk ke jiwanya. Berbeda dengan suara cincin yang membekukan sekujur anggota tubuh.

Suara ini, seperti menentramkam siapapun yang mendengarnya. Seiring suara ini terdengar, waktu serasa berjalan seperti slow-motion.

"But don't worry.. you have do your best.. just hold on.. more little longer.."

"Who? who are you?" jawab Ann dalam hati. Tapi suara itu tak kunjung menjawab, dan menghilang, ditelan jeritan yang menggema.

Di dalam gunung, duduklah seorang Raja Erebor di singgasananya. Dihiasi mahkota, armor mengkilap, jubah hangat, dan sebuah sisir emas cantik bertabur berlian yang digenggam.

Sorot matanya dingin bak cerminan udara hari ini. Keserakahan membutakan segalanya, hingga Thorin mau menumpahkan darah kaumnya sendiri, hanya demi sebuah koin emas.

"AM I NOT YOUR KING!?" bentak Thorin pada Dwalin sembari mengayunkan pedangnya. Bagaimanapun, Thorin tidak membolehkan Dwalin keluar dari baricade untuk berperang. Padahal kaum kerabatnya sekarat di luar sana.

"Kau akan selalu jadi Rajaku.. tapi kau tak bisa melihat, seperti apa kau saat ini.. Thorin.." jawab Dwalin tersenyum pahit.

"Go.. get out.." Thorin menatap Dwalin dengan penuh kebingungan "Before i kill you.."

Berlalulah Dwalin menahan air mata, tanpa restu dari Rajanya untuk berperang. Seluruh rombongan Thorin merasa tak enak hati. Pertama tak membantu warga Laketown, kedua tak menepati janji, ketiga membiarkan kaumnya mati.

Walaupun armor dan segala benda perkakas untuk perang sudah disiapkan, tak ada yang berguna. Tak ada gunanya.

"Ayo Lady!... kau masih kuat untuk lari kan!?" tanya Beleg. Tapi Ann tidak menjawab apapun. Kepalanya masih dipenuhi pertanyaan tentang siapa pemilik suara tadi.

Gi Melin (I Love You) The Hobbit Fanfiction [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang