Lia menuang susu ke mangkok serealnya sembari menghela nafas panjang.
Ia baru saja mendapat kabar dari Je bahwa Rachel sudah kembali bersama dengan temannya.
Je mungkin tidak tahu siapa tapi Lia tau teman yang dimaksud adalah Jose. Terlebih lagi semalam Bian sempat bertanya tentang lelaki bernama Jose kepadanya. Semua sudah jelas. Lia mulai mengerti alasan Jose tiba-tiba ijin keluar dari kelasnya kemarin.
Hanya saja Lia masih tidak paham sejauh mana hubungan Jose dan Rachel. Apabila sepenting itu, kenapa Rachel tidak pernah bercerita apapun? Kenapa malah justru Jose orang yang dihubungi oleh Rachel?
"Mamah udah denger,"ujar mamah Lia tiba-tiba datang ke ruang makan sembari membawa teh hangat dan biskuit, "kamu udah jenguk Rachel?"
"Mah, aku bahkan baru dapet kabarnya tadi malem dan baru aku buka pesan hari ini."ujar Rachel,
"Kamu udah bilang sama Rachel?"
Lia terdiam dan sadar kemana bahasan ini akan berlangsung.
"Mamah serius?"
"Orang yang sudah capek tuh istirahat, Li. Bukan diforsir."ujar Mamah Lia tegas,
"Mah,"ujar Lia, "tapi Rachel bahkan belum lulus kuliah."
"Kalian udah hampir semester 7,"ujar Mamah Lia, "apalagi kalian berdua sudah ambil program magang dan kurang skripsi sama KKN doang."
Lia memejamkan matanya, "Dia ada Bian mah."
Mamah Lia menatap tajam anaknya, "Kamu mau sahabat kamu menderita terus-terusan begitu?"
Lia menggeleng, "Tapi semua harus dari dasarnya dulu gak sih mah?"
Mamah Lia mengangguk, "Iya, tapi sayang dasarnya tuh susah dibenerin. Jadi mamah mau nyicil dari yang kelihatan dulu."
Kunyahan Lia melambat, "Lia takut dengan kaya gini malah memperparah keadaan."
Mamah Lia menatap anaknya lamat, "Berurusan sama media dan netizen adalah hal yang gak banyak orang bisa handle."
Lia mengangguk pelan, "Tapi Rachel cantik–"
Mamah Lia menggenggam tangan Lia, "Kamu tau kan gimana Rachel? Gak semudah itu untuk menghadapi hidupnya yang sekarang meskipun Rachel cantik."
Mamah Lia mengangguk, "Ada kemungkinan yang lebih buruk karena itu mamah mau kamu jaga dia, Li."
Lia mengangguk pelan, "She is my bestfriend, mom. I am trying to be the number one protector of her."
--
Rachel membuka matanya perlahan. Ia bersyukur hari ini dosen matkul yang ia ambil hari ini semua mengikuti rapat yang tidak mengharuskan mereka masuk ke kelas.
Rachel membuka HPnya dan melihat notifikasinya membludak entah dari siapa dan apa saja.
Rachel merasakan perutnya berbunyi. Gadis itu mengelus pelan perutnya seakan dengan elusan tersebut rasa laparnya akan hilang.
Rachel menghela nafas panjang lalu memejamkan matanya. Entah kenapa semua rasanya begitu berat. Hidupnya sudah cukup melelahkan tapi masalah seperti enggan berhenti mengikutinya.
Hidupnya sudah jauh dari kata sempurna dan sepertinya takdir merasa bahwa hidupnya belum terlalu hancur sehingga mendatangkan beberapa masalah lagi.
Ponselnya berdering, tanda ada telepon masuk. Senyumnya merekah ketika nama 'adik' muncul di layar HPnya.
"Kakak?"
Rachel mau tidak mau kembali melebarkan senyum. Entah kenapa mendengar suara adiknya benar-benar setidaknya menenangkan perasaannya yang resah.
