Waktu apabila tidak dirasakan seakan berjalan cukup cepat itu benar adanya.
Sepertinya kemaren Rachel baru saja masuk ke rumah sakit karena percobaan bunuh dirinya tapi saat ini ia tengah memakai toganya dan memegang beberapa buket bunga dari beberapa pihak untuk merayakan kelulusannya.
Kebiasaannya cutting masih selalu ada bahkan sejujurnya bertambah parah. Terlebih setelah agensi Bian menyatakan keduanya putus. Makin banyak makian yang terlempar baik kepada dirinya.
Tapi setidaknya dengan pertolongan Je, Rachel bisa melindungi keluarganya karena lewat Je, Rachel bisa tau siapa saja yang berusaha menganggu keluarganya dan membawanya ke ranah hukum.
Tentu saja, menanggapi semua makian dan juga pikiran tentang sang adik yang dibully membuat dirinya menambah intensitas melukai dirinya meski ia ingin sekali sembuh. Rachel sempat ke psikiater atau psikolog untuk setidaknya mengurangi perasaannya tapi ia tidak merasakan efek yang baik. Hanya obat yang terus bertambah. Hingga akhirnya akhir-akhir ini Rachel berhenti karena merasa sebentar lagi ia akan pergi keluar negeri untuk terapi.
Mamah papah Rachel? Tentu saja tahu mengenai insiden Rachel namun sayangnya kedatangan mereka hanya disambut dengan pekikan dan lemparan beberapa barang karena Rachel yang belum bisa berdamai dengan masa lalunya. Intensitasnya melukai diri bertambah.
Berkali-kali ia mencoba untuk tidak melakukannya namun ia selalu gagal. Ia selalu berakhir dengan memakai baju lengan panjang demi menutupi semuanya.
Untungnya ia memiliki teman seperti Lia dan Jose yang selalu ada untuknya. Rachel tau pasti melelahkan untuk Jose dan Lia mendengarkan omong kosong Rachel yang berkata ingin sembuh namun tidak pernah berhenti cutting.
Namun mereka hanya tersenyum sembari mengobati luka Rachel perlahan. Mereka mengatakan bahwa Rachel pasti bisa. Saat ini pun, mereka membuktikan kesetiaan mereka dengan berhasil wisuda di waktu yang cukup cepat bersama.
"Ilonia..."
Rachel yang tadinya sedang berdikusi tentang foto mana yang bagus membeku ketika mendengar suara yang tidak asing.
Rachel mendongak. Ingin rasanya berpikir bahwa matanya keliru melihat sosok yang mirip papahnya dibalut dengan kemeja batik.
"Papah?"tanya Rachel pelan,
Sosok paruh baya tersebut tersenyum dengan wajahnya sedikit mengerut karena efek usia, "Anak papah keren. Papah bangga. Terima kasih sudah membuktikan sama papah kalo omongan ngawur papah salah."
Rachel tidak bisa menahan air matanya hingga akhirnga memeluk papahnya erat.
Entah kenapa meski saat itu ia bahkan mengusir orang tuanya, ia tidak bisa terus-terusan mendorong pergi orang tuanya.
Ia sadar, sebentar lagi ia akan pergi untuk sembuh. Ia sadar, sebencinya ia dengan sang ayah, ia tidak bisa melupakan bahwa ia menyayangi ayahnya.
"Maafin papah yang udah gagal."ujar papahnya tergabung terisak bersamanya,
"Pah,"sela Rachel, "Ilonia benci sama papah sama mamah. Tapi bagaimanapun, kalian orang tua Ilonia dan Ilonia gak bisa sebenci itu sama kalian. Ilonia maafin papah."
Rachel menguburkan dirinya ke pelukan papahnya. Lia dan Jose ikut tak bisa menahan air matanya untuk tidak mengalir. Setidaknya satu beban Rachel menghilang walau harus menunggu empat tahun untuk bersaing dengan kebencian dan dendam.
Di saat itu juga, Rachel melihat sang mamah yang datang bersama dengan sang adik dan keluarga Lia.
"Ilonia hebat,"ujar Mamah Rachel, "gak peduli berapapun IP Ilonia, Ilonia hebat."