Sudah dua hari dari masa karantina, Yena sedang terlihat murung didalam ruangannya dan menunduk sambil memegang kepalanya. Yena mulai menjalani masa karantina dan jika sehabis masa karantina awal keadaannya belum membaik, Yena akan dibawa ke Korea untuk dirawat intensif.
Yena mulai merasakan tubuhnya lemas dan sangat pegal. Nafasnya kadang sesak dan tersengal, tekanan di dadanya sering dirasa saat malam hari membuat Yena benar benar tersiksa.
Wajah Yena mulai pucat dan matanya panda walaupun dirinya hanya rebahan dan menidurkan dirinya. Nafsu makannya turun dan bahkan tidak ada niat untuk makan sama sekali sehingga Dokter yang menanganinya memasang infus pada Yena.
Deteksi aliran nafas dan detak jantung mulai dipasang. Yena benar benar dipantau ketat dan vaksin telah sampai dari pengiriman WHO Amerika Serikat namun belum ada perubahan.
Berbeda dengan Yena, Kim Chaewon semakin memburuk dengan keadaanya. Sistem imun tubuh Chaewon lemah karena pengaruh hormonal, gender dan juga gaya hidup Chaewon yang kurang istirahat dan harus berdiet.
Semalam, Chaewon dinyatakan dalam keadaan kritis karena sempat tidak sadarkan diri dan suhu tubuh mencapai angka 41 derajat yang bisa disebut suhu tubuh diatas rata rata tinggi.
Yujin yang khusus menangani Chaewon bersama Dr. Honda Hitomi langsung bergerak memindahkan Chaewon ke sebuah inkubator yang dikirim Yujin khusus untuk keadaan darurat.
Chaewon dipasangi alat alat pernafasan juga kontrol detak jantung dan kontrol suhu tubuh untuk mengawasi Chaewon yang dirawat dalam peti inkubator bersuhu sangat rendah sekitar 0 sampai -3 derajat.
Chaewon dinyatakan koma dan pemberian vaksin Influenza M2 dan M3 yang sempat diusahakan tidak sama sekali bereaksi pada virus Ebola. Tubuh Chaewon benar benar mengenaskan dengan tubuh sangat kurus, pucat dan tidak terlihat hidup.
Yujin yang memantau perkembangan kesehatan Chaewon benar benar merasakan sedih yang sangat dalam. Jika dirinya bisa, dirinya ingin membuat detak jantung Chaewon berdetak lebih cepat, pernafasan Chaewon lebih stabil dalam laporan namun semuanya tidak bisa ia lakukan.
Yujin sekarang berdiri didepan inkubator tempat Chaewon dirawat. Chaewon di dalam inkubator dengan posisi berdiri menutup mata sambil tubuhnya tertahan alat alat di sekujur tubuhnya dan pakaian medis dari plastik berwarna putih susu.
Air mata Yujin mengalir deras melihat kekasihnya sekarang sudah seperti binatang didalam kebun binatang, didalam tabung dan dirantai, hanya bisa ditatap dan tidak bisa disentuh demi keamanan.
"Chaewon... Aku mencintai kamu! Sangat mencintai kamu! Kasih aku kesempatan untuk membahagiakan kamu, aku mohon jangan tinggalkan aku, sayang" kata Yujin sambil mengepalkan tangan memukul inkubator yang menghalangi dirinya dan sang kekasih.
"Aku berjanji akan memberikan apapun untuk kamu, aku akan selalu bersama kamu. Setelah ini kita menikah, habiskan waktu sama aku, sama anak anak kita, Chaewon"
"Kamu suka anak anak, aku juga. Kamu sangat ingin punya anak kamu sendiri, kamu berjanji akan menjadi ibu yang baik untuk anak kita nanti, jadi kembalilah Chaewon" kata Yujin dalam tangis.
"Yujin..." panggil sebuah suara lembut yang tak dihiraukan oleh Yujin. Yujin terus menatap Chaewon dan memukul inkubator keras itu dengan frustasi dan kesedihan mendalam.
"Jangan begini... eonnie pasti gak tenang kalau kamu gini" kata suara itu menarik tubuh Yujin. Yujin akhirnya berhenti dan menjatuhkan dirinya ke lantai masih dengan air mata membanjiri wajahnya.
"Ini salah aku, Yujin... Kalau kamu mau, kamu bisa bunuh aku. Aku siap, Yujin" kata pemilik suara menangis dan bersujud dikaki Yujin.
"Chaewon! Aku mohon kembali! Apapun! Apapun, bahkan hidupku akan aku berikan, Chaewon!" kata Yujin tanpa merespon pemilik suara itu.
"Yujin... Aku gak tau apa yang bisa aku lakuin biar kamu bisa maafin aku, aku salah Yujin. Kalau kamu mau, aku akan akhiri hidupku saat ini juga didepan kamu" kata pemilik suara berdiri dari posisinya namun langkah wanita itu terhenti saat sebuah tangan menahan dirinya.
"Itu kan mau kamu? Ak--" dengan sekali sentakan, wanita itu terjatuh kebawah dan masuk dalam pelukan Yujin. Dengan erat Yujin memeluk leher wanita itu dari belakang sambil menangis menopang dagu dibahu wanita itu.
"Aku tidak pernah meminta apapun dari kamu... Kamu tau itu, Kim Minju. Sejak awal semuanya adalah keinginan kamu sendiri, semua yang terjadi adalah hasil keputusan kamu sendiri"
"Tapi, aku selalu meminta banyak hal pada Chaewon. Chaewon selalu menyuruhku untuk memutuskan semuanya, dia selalu ada untukku, wanita itu sangat mencintaiku dan wanita paling sempurna yang pernah aku miliki" kata Yujin.
"Aku memang wanita bodoh, Yujin. Aku tidak pantas untukmu, aku tau itu. Tapi kamu jangan begini... Aku gak bisa liat kamu begini" kata Minju menangis.
"Karena kamu tidak mengerti, Minju! Aku tidak mau kehilangan lagi, aku tidak mau ditinggalkan lagi. Aku tidak mau! Kamu gak akan ngerti itu, Minju!" kata Yujin melepaskan pelukannya dan pergi keluar dari laboratorium.
Di Seoul, berita sudah santer terdengar soal infeksi Virus Virus yang terjadi pada pasukan dan team relawan Korea Selatan.
Jeongyeon berusaha keras menghubungi putranya Ahn Yujin juga dua calon menantunya Kang Hyewon dan Kim Chaewon. Tidak ada satupun panggilan yang diangkat membuat mereka semua panik dan khawatir dengan keadaan di sana.
Bahkan Wonyoung sudah menangis tiga hari penuh dan menolak pergi bekerja menghabiskan waktu dikamar sambil menatap foto Hyewon. Nayeon terus berusaha menenangkan Wonyoung, tapi hatinya sebagai ibu juga sangat khawatir pada kondisi Yujin juga Chaewon dan Hyewon.
"Pah, papa sudah hubungi mereka? Kedubes Iraq temen papa itu gimana?! Apa perlu kita yang kesana? Gimana, Jeongie?!" tanya Nayeon panik pada suaminya.
"Mama sabar dulu! Papa juga panik karena gak ada satupun yang bisa dihubungi! Papa khawatir dan sangat khawatir sama keadaan mereka semua, papa berharap ada kabar baik secepetnya!" kata Jeongyeon mendekap istrinya dan memeluk erat Nayeon yang menangis panik.
Wonyoung sedang berada dikamarnya sambil terus berkirim pesan dengan Jo Yuri. Keduanya menjadi lebih sering chatting dan Wonyoung terus menyebutkan nama Hyewon dimanapun kapanpun.
"Kang Robo... Wony kangen. Kapan pulang? katanya mau Wony masakin Jeoltang? Mau nulis lagu soal Wony? Mana itu? Kok gak pulang pulang sih? " tanya Wonyoung bertubi tubi pada foto Hyewon.
Sering ponsel memindahkan atensinya. Wonyoung menatap nama Jo Yuri di ponselnya dan langsung bergerak menerima panggilan telepon suara itu.
"Yeobseo, eonnie ada apa?"
"Wony... hikss.. eonnie kirim email... hikss... nama korban... hikss... ada disana...hikss..."
Dengan cepat Wonyoung membuka laptopnya dan mencari e-mail yang dikirim oleh Yuri. tentang itu. Mata Wonyoung banjir air mata seketika dan langsung berlari turun mencari ayah ibunya.
Daftar Korban yang dikembalikan ke Korea:
- Leutnan Kim Hyunah (Luka tusuk)
- Relawan Kim Sohee (Positif Ebola)
- Relawan Kim Suyun (Positif M3)
- Pasukan Han Chowon (Meninggal Dunia, Luka Tembak)
- Pasukan Choi Yena (Positif M3, penanganan Intensif)
- Pasukan Kang Hyewon (Luka tembak, luka bakar serius)
- Leutnan Doctor Jo Gahyeon (Positif Influenza)
- Pasukan Air Force Park Minji (Meninggal Dunia, Kecelakaan Pesawat)
- Relawan Kim Chaewon (Positif Ebola, Penanganan Darurat)
- Colonel Park Chanju (Meninggal Dunia, Serangan Bom)
............Karena kamu tidak mengerti, perasaan ini tidak akan kamu mengerti. Karena kamu meninggalkan aku, kamu tidak mengerti perasaanku saat harus ditinggal oleh orang yang aku cintai
- Ahn Yujin
To be continued...
Vomments and happy reading! 🐱🐱🐱