Sembilan

62 9 0
                                    

Shasha tidak meronta sedikitpun di pelukan Alan. Dia malah meneteskan air matanya, Shasha sedang menangis sekarang dan Alan tahu itu. Dia mengeratkan pelukannya dan terus mengumandangkan kata maaf. Tanpa tahu apa yang dirasakan Shasha sekarang. Shasha muak, Shasha lelah dengan semuanya. Shasha ingin semuanya berakhir tapi takdir seakan menentang. Shasha gagal mewujudkan keinginannya. Kapal kecilnya telah berlabuh. Dia sudah jatuh cinta kepada lelaki yang memeluknya ini. Jatuh sejatuh-jatuhnya.

"Maafin gue Sha, gue tau kalau tadi itu salah. Nggak seharusnya gue ngelakuin hal itu di depan banyak orang kaya tadi. Gue tau lo malu, lo boleh nangis sepuasnya sekarang. Lo boleh marah ke gue, lo boleh mukulin gue. Tapi janji, setelah ini jangan nangis lagi. Gue bakalan jagain lo. Nggak akan pernah buat lo nangis lagi!"

Shasha terdiam. Dia sudah tidak peduli dengan semua resiko yang menghadang di depan. Shasha hanya ingin memeluk Alan saat ini. Memeluk cowok yang membuatnya jatuh cinta. Memeluk cowok yang menjadi sumber kebahagiaan sekaligus kesedihannya.

"Nggak. Lo nggak boleh janji, gue takut. Gue takut lo nggak bisa menepati janji itu. Gue nggak mau berakhir kecewa Lan!" ujar Shasha sambil melepaskan pelukan Alan.

"Lo nggak perlu mencoba buat jagain gue. Nggak perlu minta maaf soal tadi. Justru gue yang harusnya minta maaf. Gue nggak tau kenapa bisa nampar lo, gue bener-bener minta maaf Lan!"

"Nggak kok, lo nggak perlu minta maaf. Itu refleks, gue juga bakalan lakuin itu kalau ada di posisi lo!"

Alan tersenyum sedangkan Shasha menatap Alan dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

"Why? Kenapa lo lihat gue kaya gitu? Ada yang salah dari muka gue?"

"Kenapa sih Lan? Kenapa lo bisa sebaik dan seperhatian ini ke gue?" tanya Shasha tidak sadar.

"Kenapa? Ya, karena lo sahabat gue. Lo sahabat gue yang ngeselin, kalau lo sakit nanti nggak ada yang gue gangguin lagi!" jawab Alan setengah bercanda.

"Lo tuh ya, di saat kaya gini masih aja ngeselin!"

"Ya gue nggak suka kita terlalu serius. Gue belum siap seriusin lo!"

"Lagak lo Lan! Tadi siapa yang tiba-tiba meluk gue? Hmm?"

"Ya kan itu biar lo nggak berbuat yang aneh-aneh! Lagian lo juga seneng banget kayanya gue peluk! Hayo ngaku lo!"

"Eng, enggak! Siapa juga yang seneng. Halu lo!"

"Idih, jujur aja kali Sha. Kesempatan langka loh bisa dipeluk sama most wanted boy Angkasa!"

"Bodoamat! Udah gue mau ke kelas!" Shasha pergi meninggalkan Alan.

"Eh Sha! Tungguin gue woy!"

~♥~

Shasha dan Alan sampai di kelas saat guru sudah masuk. Kasihan sekali mereka harus telat saat jam pelajaran Pak Adi. Guru ter-killer se Angkasa raya. Habis sudah mereka hari ini.

"Noureen Falisha! Darimana saja kamu?! Tahu sekarang jam berapa?!" bentak Pak Adi.

"Ta, tau pak! Maaf, tadi saya ada keperluan sebentar."

"Keperluan apa sampai membuat kamu telat 10 menit hah?!"

"Eh ada Pak Adi, pagi pak!" sapa Alan yang baru tiba sambil membawa, eh tumpukan kertas? Apa itu?

"Alan! Kamu juga darimana? Telat juga seperti Shasha?!"

"Eh? Enggak pak. Tadi saya sama Shasha disuruh Bu Arima fotokopi modul. Nih buktinya!" ujar Alan sambil menyodorkan tumpukan kertas yang dia bawa.

FRIENDZONE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang